BAB 19. Menghilang lagi

26.5K 2.1K 95
                                    

"Man? Udahan. Gue baik." Migel mengacak rambutnya frustasi, membuang nafasnya kasar dan kembali menatap Manda. "Jangan nangis. Gue nggak bisa lihat cewek nangis." Manda menghapus air matanya kasar. Tangannya terus bergerak mengompres wajah Migel yang kebiruan. "Jangan nangis. Gue baik."

Migel menyentuh pergelengan tangan Manda, menurunkannya. Manda menunduk. Air matanya semakin deras. "Gue masih napas, Man. Tangan gue masih bisa gerak, kaki gue masih bisa jalan, gue masih bisa lihat lo, dengar lo dan otak gue masih konten dewasa," Manda mendengus, Migel tersenyum kecil. "Gue baik, Lo boleh nangis kalau gue udah mati. Selama gue masih hidup, jangan pernah nangis untuk masalah apapun. Gue nggak suka dan gue benci."

"Aku nggak tangisin wajah kamu, aku tau kamu baik." Manda mengangkat wajahnya, Migel menghapus air mata Manda dengan punggung tangannya. "Aku nggak tau, tiba-tiba sedih lihat kamu sama Kak Rome. Kita masih ngobrol sama-sama, kumpul, dan ketawa. Terus kamu bikin kaget berantem sama Kak Romeo itu gimana?" Manda menghapus cepat air matanya. "Aku kira kalian berdua bercanda, kenapa beneran?"

Migel tertawa kecil, menarik dua lembar tissue lalu ia tempelkan dihidung Manda, tangan kirinya menahan belakang kepala Manda. "Keluarin dulu, jorok banget." Tanpa merasa malu, Manda langsung mengeluarkan isi hidungnya. Migel terkekeh pelan.

"Ayo kita ketemu sama Kak Rome. Selesain masalahnya tanpa adu kekuatan. Aku nggak mau kamu berantem sama dia."

"Nggak. Romeo yang salah, gue nggak akan mukul orang sembarangan." Migel berdiri, melepaskan bajunya, mengganti dengan kaos putih polos.

"Terus masalahnya apa?" Manda ikut berdiri. "Aku harus tau agar bisa menyimpulkan siapa yang salah."

"Lo nggak harus tau, Manda."

"Kamu selalu bilang gitu. Semua masalah kamu, aku nggak boleh tau. Kamu nggak suka aku bohong. Apapun yang terjadi sama aku, kamu harus tau semuanya."

"Itu bedanya cewek sama cowok." Migel berbalik. Berhadapan dengan Manda. "Gue tau semua masalah lo agar bisa lindungin lo. Gue yang berdiri paling depan meskipun lo salah. Bukan tandanya lo berdiri paling depan saat gue punya masalah. Gue nggak mau terjadi apapun sama lo. Tugas cowok buat melindungi cewek, bukan menambah masalah buat ceweknya,"

"Aku nggak minta kamu berdiri paling depan saat aku punya masalah. Kamu yang mengajukan diri."

"Karena lo milik gue."

"Aku bukan milik siapapun!" Ucapnya tegas. "Kalau aku milik kamu, udah seharusnya kamu berbagi masalah. Kamu cerita, terbuka tentang apapun sama aku. Kamu bahkan nggak bisa ceritain diri kamu sendiri sama aku."

"Lo nggak harus tau tentang gue."

"Kamu juga nggak harus tau tentang aku." Balas Manda sengit. "Aku selalu ikutin apa mau kamu, apa pernah aku membantah?"

"Manda," Geram Migel frustasi.

Manda mengambil tasnya. "Kayaknya kamu masih sakit. Sebaiknya istirahat. Aku bisa pulang sendiri."

"Gue antar-"

"Nggak." Potong Manda. "Aku bakalan naik motor kamu lagi setelah kamu cerita kenapa kamu berantem sama Kak Rome dan juga, Gleen." Migel menarik rambutnya gusar. "Kalau kamu sampai berantem juga sama Kak Brayn, kamu nggak akan punya teman lagi. Pikirin baik-baik."

Migel menatap punggung Manda yang akhirnya menghilang dibalik pintu. Migel mengambil ponselnya, menghubungi seseorang. Berdiri dibalkon kamarnya. Menghisap rokok yang mengapit antara jari telunjuk dan jari tengah. Setelah memastikan Manda masuk ke dalam taxi yang sengaja ia pesan tanpa sepengetahuan Manda. Migel memutuskan masuk. Karena angkot ataupun angkutan lain tidak pernah lewat depan apartemennya.

Don't Touch Her!!  [SUDAH ADA VER. EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang