BAB 16. Kembalinya Masa Lalu

14.7K 1.6K 36
                                    

"Gue sih nggak masalah, kalau kali ini lo tanggung jawab. Kalau lo kecewain Manda. Gue sendiri yang habisin lo, bukan Nande. Manda bukan Mainan buat menghapus rasa bosan lo ke Livesey." Jelas Brayn panjang lebar.

Migel menggoyangkan kakinya dimeja. "Kenapa lo nggak suka sama Monica? Menurut gue, dia oke buat lo pake."

"Susah."

"Udah pernah?" Brayn mengangguk. "Kenapa? Nggak bisa horny, lo?"

Brayn mengangguk lemah. Migel tersedak ludahnya sendiri. "Dua kali. Nggak nafsu."

"Kok bisa?" Migel cekikikan. "Badan Monica lebih bagus dari Livesey. Nggak bisa buat dedek lo berdiri itu gimana ceritanya? Masih suka cewek kan, Bray?"

"Yee.. Anjing." Umpat Brayn. "Sama Livesey juga gue susah." Migel mengerutkan keningnya. "Gue takut nafsu gue beralih."

"Amit-amit! Najis lo! Sampai lo nafsu sama gue. Gue bunuh lo!" Brayn terbahak. Migel mulai gelisah sendiri. "Lo cari cewek sana, yang dengan lihatnya doang udah buat dedek lo berdiri. Jaga pandangan sama cowok! Gue takut dedek lo berdiri waktu lihat cowok!"

Tawa Brayn semakin keras, berguling-guling melihat ekspresi Migel. "Anjirr, gue masih normal."

"Nggak, Bray. Gue seperti ini bukan tanpa alasan. Lo sering banget cerita hal ini."

"Btw, dedek gue berdiri lihat Manda."

"Anjing."

Brayn kembali tertawa keras. "Manda ada duplikatnya nggak, ya." Migel mendengus. "Manda cantik, Alami. Sama kaya Luna."

"Terus?"

"Nggak. Gue kasihan aja sama dua cewek itu. Lo bajingan, Romeo lebih bajingan lagi. Udah punya pacar, masih main sama Livesey. Luna di anggurin, anjiirrr!! Luna bisa di pake, nggak?"

"Kalau gue bajingan, sebutan buat lo apa? Iblis?" Brayn mengedipkan sebelah matanya. "Stres lo!" Maki Migel. Brayn tertawa keras.

"Menurut gue, Luna itu unik. Cewek yang bisa jadi tomboy, feminim dan sexy secara bersamaan." Migel menghembuskan nafasnya pelan. "Oh ya, Gel. Kasusnya gimana? Gue dengar Monica udah di sel tahanan?"

"Manda nggak mau ketemu sama mereka, jadi gue perintahin Romeo yang tanganin kasusnya. Btw, kasus lo sendiri?"

Brayn menghembuskan nafasnya. Mengganti tayangan televisi. "Yah, gue nggak salah."

Migel mengangguk. "Jadi lo bebas?"

"Sidang lagi."

"Bro, gue bawa tamu special buat kalian berdua." Migel dan Brayn yang sedang duduk bersantai depan televisi mendadak menoleh kearah sumber suara. Romeo berdiri dengan senyum mengembang. Mereka bingung Romeo masuk lewat mana karena tidak terdengar pintu terbuka dan tertutup. "Dia balik." Romeo menyingkir kekanan sehingga lelaki yang tadinya berdiri di belakang tubuhnya kini terpampang jelas.

Migel dan Brayn terduduk tegang menatap tidak percaya pada lelaki yang mengulas sebuah senyuman, mengangkat tangan kanannya. "Hai." sapanya singkat. Keduanya masih tidak bergeming. Lelaki jangkung itu terkekeh pelan melihat ekspresi kedua sahabatnya.

"Demi apa ini lo, Ge?" Brayn bersuara setelah seperkian detik masih diam seperti orang bodoh.

"Alay banget lo berdua." Romeo melempar kulit kacang, menggulingkan tubuhnya di karpet.

"Yap, its me."

"Gleen!!" Pekik Brayn melompat, memeluk lelaki bernama Gleen. "Lo kemana aja kancut, sok misterius mau belajar di luar negri. Putusin kontak katanya mau fokus, najis banget gue dengernya. Tapi gue kangen." Brayn mempererat pelukannya, meletakkan kepalanya di bahu Gleen.

Don't Touch Her!!  [SUDAH ADA VER. EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang