BAB 23. So Cute, Manda

12.9K 1.4K 62
                                    

Migel menarik kopernya keluar dari stasiun. Mengiringi tiga perempuan di hadapannya. Kansa terus menempel pada Manda dan Leona yang di gendong oleh Manda. Migel tersenyum kecil. Udaranya sungguh berbeda dengan di kota. Jika biasanya keluar stasiun sudah banyak taxi ataupun mobil pribadi yang menunggu. Berbeda di sini, hanya ada becak dan gerobak.

"Manda!" Panggilan itu membuat Migel mengerutkan keningnya. Migel salah, ada sebuah mobil di stasiun itu, dan sepertinya satu-satunya mobil di sana. Lelaki yang berdiri di samping mobil tersebut berlari ke arahnya lebih tepatnya ke arah Manda karena Migel berdiri di belakang perempuan itu.

Manda memejamkan kedua matanya, memeluk erat Leona, kakinya mundur dan tubuhnya bersandar di dada Migel yang berada di belakang tubuhnya. Setengah detik, merasa ada yang aneh, Manda membuka matanya perlahan dan membuang nafasnya lega. Lelaki yang tadinya berdiri jauh sudah berada di hadapannya. Kedua tangannya terbuka lebar hendak memeluk Manda, tidak berhasil karena tangan Migel menahan kepalanya. Migel mendorong kepalanya hingga lelaki itu mundur beberapa langkah.

"Nggak pake peluk," Ujar Migel, ia berdiri di hadapan Manda. Membuat Kansa terpesona, padahal Migel bukan melakukan hal itu untuknya tapi untuk kakaknya. Kansa memukul kecil Manda gemas.

Lelaki itu merapikan penampilannya. Kemeja panjang yang di masukkan dalam celana dasar. Membenarkan dasi kupu-kupu dan rambutnya yang di sisir rapi. "Kamu siapa?" Tanya lelaki itu tidak suka melihat Migel.

"Apa hak lo suruh gue jawab?"

"Pake gu-eh, e-loh, nih? Oke!" Ujarnya mendongakkan kepala, perbedaan tinggi yang cukup jauh. Mungkin berbeda lima cm dengan Manda. "E-loh siapa?! Manda calon istri gu-eh!"

Migel mengerutkan keningnya. Jangan berfikir Migel cemburu. Ia terlalu malas melayani orang seperti itu. Lagi pula, dari segi apapun Migel lebih unggul.

"Kenalin. Gu-eh Renob. Anak orang kaya di kampung ini. Gue anak juragan bebek! dan satu-satunya orang yang punya mobil!" Manda mengulum senyumnya. Ia menarik kaos Migel, menggelengkan kepala pada Migel untuk tidak melayani ucapan Renob.

Migel menepis tangan Renob. "Yah, terserah lo bebek." Kansa Terbahak. Migel menarik tali tas Manda dan pergi dari sana.

"Heh apa-apan?! Main tarik-tarik calon istri gu-eh!" Renob menepis tangan Migel. Karena logat Renob Jawa mateng, rada terdengar aneh waktu menggunakan bahasa Indonesia, terlebih pakai gue, elo. "Ayo cah ayu, naik ke mobil saya," Renob merentangkan tangannya, mengiringi Manda menuju mobil. Migel duduk di samping kemudi. Sedangkan Manda dan adiknya di kursi tengah.

"Tolong tutup kacanya, mobil gu-eh ada AC. Jangan kampungan." Migel menoleh. "Apa lihat-lihat," Renob mengerjapkan matanya takut.

"Lo yang kampungan. Cuaca udah dingin dan nggak ada polusi disini."

"E-loh yang kampungan. Baru lihat kampung kan?" Manda cekikikan. "Pake acara ngatain, jangan sentuh apa-apa. Nanti mobil mahal gu-eh lecet."

Migel menendang daskbor mobil membuat Renob memekik, menghentikan mobil dan mengelusnya. Selanjutnya Migel lebih banyak diam. Ia menikmati pegunungan. Membiarkan Manda bercerita bersama Renob. Malas untuk bergabung.

"Lo bisa bawa mobil nggak?" Migel sedikit kesal, kecepatan yang Renob gunakan di bawah dua puluh kilometer. Padahal jalan mulus dan tidak ada lawan seperti di kota. Migel menoleh ke belakang. "Lo bilang satu jam dari stasiun, kenapa dua jam lebih belum sampai?"

"Kita berangkat jam empat Kak, sampai stasiun jam tujuh. Empat jam." Kansa Menjawab.

"Turun, gue aja bawa mobil."

Renob mendecih pelan. "Emang E-loh bisa?" Ejeknya.

Migel membuka pintu mobil dan keluar begitu saja karena kecepatan mobil yang sangat pelan. Renob berteriak panik. Bahkan saat Migel berjalan, masih cepat dirinya. Renob menghentikan mobilnya saat Migel membuka pintu kemudi.

Don't Touch Her!!  [SUDAH ADA VER. EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang