BAB 11. Kembalinya Nande

31.6K 2.3K 203
                                    

Hujan kembali turun, pengunjung yang datang tidak terlalu banyak. Bisa di hitung dengan jari. Banyak orang yang berteduh di depan kafe. Rata-rata yang mempunyai kendaraan roda dua. Manda meletakkan segelas bandrek sebagai minuman yang paling enak dihidangkan saat hujan.

"Bandrek?" Nande mengangkat satu alisnya.

"Lagi hujan, Gratis kok. Manager yang perintahin aku kasih buat kamu. Katanya kamu ganteng." Nande terkekeh pelan. "Di minum, anget. Aku ke belakang dulu ya."

"Nggak bisa duduk disini?"

"Statusnya beda. Kamu tamu, aku pelayan. Mana boleh pelayan duduk sama tamu."

Nande berdiri, sehingga kursi yang ia duduki bergeser ke belakang. Menemui seorang perempuan yang menjabat sebagai manager kafe. Tidak lama Nande memberi dua jempol kepada manager dan kembali ke kursinya.

"Duduk. Gue udah izin sama manager lo."

"Hah?"

Nande menarik kursi di sebelahnya. "Sini."

"Tapi-" Manda menggaruk telinganya yang tidak gatal. Menoleh pada manager yang mengangguk mempersilahkan. Menghembuskan nafasnya sejenak. Manda memilih duduk berhadapan dengan Nande. "Nggak enak jadinya."

Nande menyesap minumannya. "Nasi goreng kemarin enak. Apalagi di traktir."

Manda tersenyum kecil. "Aku kira kamu nggak mau kesini lagi. Soalnya pas aku lihat, kemarin kamu pergi gitu aja. Jadi aku mikirnya aneh."

"Ada something. Sory nggak bilang sama lo."

Manda melirik jamnya. Lima menit lagi kafe akan tutup.

"Udah mau pulang?" Tanya Nande

"Iya."

"Gue antar?"

"Nggak, aku di jemput."

"Oh, Cowok lo?"

"Teman." Jawab Manda mengulas sebuah senyuman. Ia memilin jemarinya di atas nampan yang ia pangku. Matanya menatap dinding kaca yang langsung mengarah ke jalan. Hujan sangat deras, Manda meringis melihat beberapa pegawai pabrik yang terjebak di depan kafe. Manda menghembuskan nafasnya pelan. Setiap hujan mengingatkannya pada pertemuan pertama bersama Migel.

Menjadi awal jungkir balik dunia yang awalnya tenang. Manda tidak menyesal. Karena sejak ia mengenal Migel, satu-persatu orang mulai menjadi temannya. Sejak Manda duduk di sekolah dasar, Tidak ada satupun orang yang mau berteman dengannya. Alasannya simple, Manda anak petani miskin. Mereka hanya berteman untuk memanfaatkannya.

Manda sadar. Tapi ia membiarkannya, asal Ibu dan Ayah menganggap Manda mempunyai teman di sekolah. Sepertinya itu terbawa sampai sekarang.

Sudah dua minggu Manda tidak bertemu Migel. Terakhir saat Migel menemaninya mencari buku. Setelah itu Migel hanya memberinya kabar melalui pesan.

Papan kecil di depan pintu berubah menjadi tutup. Ia pamit pada Nande sebelum pergi ke kamar ganti. Manda mengganti bajunya. Membiarkan rambutnya tergerai. Manda memakai tasnya dan keluar lewat pintu belakang. Biasanya Romeo sudah menunggunya. Mungkin hujan sedikit telat.

Manda memeluk kedua kakinya. Melihat jam tangannya menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Setengah jam dan tidak ada tanda kedatangan Romeo. Tidak ada pesan masuk. Manda masih menunggu. Mengulurkan tangannya ke depan. Membiarkan air menetes melalui sela jarinya. Manda tersenyum.

"Mau sampai kapan lo nunggu?" Suara itu membuat Manda mendongak. "Sama gue aja, udah malam. Besok lo harus kuliah."

"Kamu belum pulang?" Manda berdiri. Berhadapan dengan Nande yang membawa payung. "Takutnya nanti dia bingung aku nggak ada."

Don't Touch Her!!  [SUDAH ADA VER. EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang