BAB 22. Liburan Semester

12.7K 1.3K 80
                                    

Setelah menerima hasil transkip nilai. Manda langsung bersemangat kembali ke kosan. Ia akan pulang sore ini. Senyuman merekah sepanjang perjalanan tidak pernah lepas. Manda semangat empat lima. Sudah dua tahun ia tidak pulang karena terhalang biaya. Membayangkan bertemu keluarga sudah membuat Manda bahagia. Tubuhnya memang masih disini namun pikirannya sudah di rumah. Tidak ada hal yang mewah di rumahnya, tapi makan bersama keluarga tidak terbeli dengan uang. Ah, Manda ingin cepat-cepat pulang.

Dua hari yang lalu Manda sudah berkemas. Tidak terlalu banyak. Hanya satu tas sedang dan tas punggung sehari-hari yang akan ia bawa. Tidak ada oleh-oleh. Manda yakin, keluarganya bukan menginginkan hal itu, hanya berharap Manda pulang dengan selamat. Masih ada waktu dua jam. Manda berniat untuk menunggu di stasiun takut terlambat. Memastikan semuanya lengkap, Manda keluar dari kamarnya.

"I got it," Tubuh Manda yang sepenuhnya belum keluar terpaku di tempat. Tangannya yang menenteng tas terlepas. "You remember, Allamanda?"

Di balkon depan kamarnya, sudah berdiri seorang lelaki yang menyandarkan tubuhnya ke tembok. Menggoyangkan sebuah topi dengan sebuah tali dibagian atasnya. Migel memakainya asal ke atas kepala. Kedua tangannya terlipat di dada, Kepalanya miring ke kiri, menunjukkan sesuatu di sebelahnya. Manda menggerakkan bola matanya. Membaca sebuah tulisan di sebuah kertas tebal di sana. Jantungnya rasanya lepas kontrol. Manda tidak bergeming membuat Migel tersenyum kecil dan mendekati Manda.

Migel memasang sebuah selempang yang ia lipat dan pegang dari tadi ke tubuh Manda. Manda menunduk, Migel kembali ke posisinya.

"Cumlaude?" Tanya Manda takjud.

"Lo kasih tantangan salah ke gue," Manda menelan salivahnya. Ia mengerjap. "So?"

Manda melepaskan selempang itu dari tubuhnya. "Aku mau pergi," Migel mengangkat satu alisnya. "Aku mau pulang kampung liburan semester ini."

Migel menegapkan tubuhnya. "Kenapa nggak bilang sama gue?"

"Emang kamu pernah bilang sama aku kalau mau pergi?" Sindirnya. "Ya udah, kita sama. Aku nggak pernah marah sama protes loh, jadi kamu juga nggak boleh." Manda mengembalikan selempang pada Migel. Mengeluarkan tasnya dan mengunci pintu kamarnya. "Keretanya dua jam lagi, jadi aku mau tunggu di stasiun,"

"Lo nggak boleh pergi, Manda," Manda mengerutkan keningnya. "Kalau nggak sama gue," Lanjut Migel. "Gue ikut lo,"

"Ih nggak bisa!"

"Kenapa nggak bisa?"

Manda mengaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal. Mencari alasan. "Ya, karena kamu nggak ada tiket. Kalaupun beli di stasiun pasi udah habis."

"Lo aja yang undur keberangkatannya. Kita pake kelas bisnis, jam tujuh malam."

"Nggak mau, ah. Sayang, aku udah beli tiket. Udah, kamu nggak usah ikut,"

"Kenapa gue nggak boleh ikut? Gue nggak minta persetujuan lo." Manda menatap kesal. "Gue ganti tiketnya, Ke apartemen dulu, ambil tas."

"Migel, ih, gak usah." Manda menahan tangan Migel. "Nggak ada wisata di sana, nggak ada listrik, sinyal, mall, atau apapun yang kamu bayangin hal mewah,"

"Gue nggak bayangin semua itu. Semua hal menurut gue mewah kalau sama lo."

Manda menghentakkan kakinya, menarik tangannya kembali. "Kamu, ih. Jangan main-main, aku lagi serius,"

"Gue serius dari tadi." Migel mengambil alih tas jinjing dan menarik tangan Manda menuruni tangga. "Lepas, gue aja yang bawa,"

Manda tidak bergeming. Ia masih kesal karena Migel kembali mengaturnya.

Don't Touch Her!!  [SUDAH ADA VER. EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang