BAB SEBELAS

14.2K 473 2
                                        

TENTU saja, setelah perjuangan panjang itu, Rudolph sama  sekali tidak bisa tidur, namun ia pura-pura tidur saat si kecil Janette  menerima telpon dari seseorang. Beberapa kali Janette memanggil  orang yang menelponnya itu dengan sebutan ayah dan dia  meyakinkan kepada si penelpon bahwa keadaannya baik-baik saja. 

Tidak terbayangkan di benaknya bahwa ia bisa mendapatkan Janette  dengan cara sepeti ini. Tentu saja dari semua yang pernah di  lakukannya, Jalan untuk mendapatkan Janette lebih panjang di  bandingkan dengan wanita yang lain. Tapi ini sama sekali tidak sulit. 

Rudolph hanya perlu meyakinkan dirinya bahwa Janette cukup  dewasa untuk melakukan hal ini dan untuk itu dia harus  menanggung penderitaan yang lama. Demi Janette dan karena  Janette, Rudolph sudah kehilangan minat kepada wanita lain dan ia  menyayangkannya. Tidak ada kegiatan bersenang-senangnya yang  sempurna semenjak Janette jatuh kepangkuannya hari itu.

Otak  Rudolph hanya berperang dan berperang tentang apa yang harus di  lakukannya kepada Janette. Dia fikir Janette belum cukup ‘bisa’  untuk di masukkan kedalam kategori pemuas. Janette masih terlalu muda dan sebagainya. Janette mungkin memang masih terlalu muda untuknya, tapi tidak untuk bersenang-senang seperti ini. Tidak ada  anak berusia lima belas tahun yang memiliki tubuh seperti yang di  milikinya. Tentu saja payudara dan pinggulnya sudah cukup kokoh  dengan tubuh yang ramping. Dan meskipun Janette kelihatan sangat  rapuh karena belum berpengalaman—dan itu sangat terasa saat  bercinta tadi—Janette mampu menemaninya bahkan sampai akhir. 

Rudolph merasakan gerakan setelah sebuah salam perpisahan  yang terdengar bisik-bisik itu berakhir. Janette sudah selesai menelpon dan nyaris saja menjauh dari tempat tidur jika saja  Rudolph tidak segera menggenggam lengannya erat-erat. Ia terpaksa membuka mata, terpaksa berhenti untuk berpura-pura tidur karena  tidak ingin Janette menjauh darinya. Gadis itu memandangnya  dengan sorot mata heran. 

“Ada apa?” Gumamnya. Suaranya sangat lelah, tapi tidak ada  lagi ketakutan disana. Bahkan tidak terdengar sedikitpun keraguan. 

Janette terdengar sangat percaya diri dan gadis itu tidak akan  menimbulkan rasa bersalah di hati Rudolph. Padahal Rudolph  mengira kalau dirinya akan mendengar tangisan Janette setelah ini  sehingga menimbulkan keributan di rumah itu. Tapi ternyata  tangisan Janette hanya terdengar di awal saja saat ia tidak sanggup  menanggung kesakitan karena resiko dari kenikmatan yang di  dapatkannya setelahnya. 

“Mau kemana?” 

“Ke kamar mandi, aku harus membersihkan diriku dulu  sebelum tidur. Percayalah seharusnya aku tidur lebih cepat. Besok  pagi aku harus menghadapi ujian.” 

“Kalau begitu besok pagi saja. Gunakan waktu membersihkan  dirimu itu untuk berbaring disini.” Rudolph menepuk-nepuk bantal  yang tadi Janette gunakan untuk di gunakan kembali. “Jangan dulu  menjauh, Jane!” 

Janette mengangkat alisnya, terlihat sangat manis. Meskipun heran, ia tetap kembali mengangkat kakinya dan berbaring di tempat  yang Rudolph inginkan. Tepat di sebelahnya. Janette berbaring menyamping untuk melihat Rudolph yang memandangnya. Jemari  laki-laki itu mulai menyentuh wajahnya, menyusuri setiap lekuk disana lalu membelai pipinya dengan sangat ringan. Janette merinding. 

“Siapa yang menelpon? Aku mendengarmu menelpon seseorang tadi!” Rudolph kembali bebicara. 

“Ayahku. Dan aku marah padanya karena menelpon terlalu  malam padahal aku sudah menunggunya sejak tadi. Tapi dia  berkeras memaksakan firasatnya yang mengatakan kalau sudah  terjadi sesuatu padaku. Karena itu aku harus berkeras juga untuk meyakinkan kalau aku tidak apa-apa.” 

Diary LoliciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang