Prologue

6.4K 267 17
                                    

Gadis berambut hitam lurus itu sudah tak bergerak. Tubuhnya yang telanjang hanya dihiasi aliran-aliran darah dari luka menganga di dadanya. Matanya yang masih dilapisi sisa-sisa cairan bening kini menatap kosong sang ibunda.

Pratista, sang ibunda yang sudah berumur empat puluhan itu cuma berdiri diam, memandangi anak gadisnya yang tergeletak di lantai. Golok di tangannya-meski masih dilapisi warna merah-sudah tidak menetes-neteskan darah segar, pertanda bahwa perbuatan kejinya sudah cukup lama berlalu.

Bukannya menangis atau meratapi anaknya, wanita dengan rambut ikal sebahu itu justru tersenyum lebar.

Setelah menyeka golok menggunakan jubah abu-abu yang dikenakannya, Pratista keluar dari ruangan, menemui belasan pengikut setianya yang sudah menunggu sedari tadi. Sama seperti dirinya, para pengikut itu juga memakai jubah abu-abu. Mereka berjengit saat melihat noda-noda merah di jubah Pratista.

"Apa yang terjadi, Nyai?" tanya seorang pria berambut tipis penuh uban. Ia terdengar begitu gugup.

"Seperti yang aku bilang, Martin. Kita akan segera mengetahui rahasia terbesar dunia ini," jawab Pratista kepada tangan kanannya itu. Cara bicara wanita itu memang pelan, tapi terkesan sangat dalam sampai membuat semua yang ada di situ bergidik.

Pria bernama Martin itu menelan ludah. Ia bisa mencium bau anyir yang cukup kuat. "Ma... Mana Nona Sekar?"

"Kalian, masuklah." Pratista berbalik dan kembali masuk ke dalam ruangan. Para pengikut saling bertukar pandangan, tapi akhirnya tetap mengikuti pemimpin mereka itu.

"Apa yang Nyai lakukan!?" Martin langsung membelalakkan matanya begitu melihat mayat Sekar di tengah ruangan. Para pengikut yang lain pun sama kagetnya, ada yang mematung, berteriak histeris, muntah karena tak kuat, bahkan pingsan.

"Lihatlah," ucap Pratista tenang, menunjuk luka menganga di dada anak gadisnya itu.

Semua orang yang ada di situ, termasuk Pratista sendiri, menahan napas. Di hadapan mereka sedang terjadi keajaiban. Luka di dada Sekar mulai menutup dengan sendirinya. Sedikit demi sedikit, sampai akhirnya hilang tanpa bekas.

Kemudian, mata Sekar mulai mengedip-ngedip. Dadanya naik-turun, pertanda paru-parunya sudah bekerja kembali. Beberapa detik mengamati Pratista dan para pengikut, gadis itu duduk, meraba-raba tubuhnya yang masih telanjang.

Martin berlutut dengan diikuti pengikut yang lain. Kebanyakan memandang Sekar dengan mulut menganga, tapi ada juga yang mulai menangis haru. Pratista sendiri melebarkan senyumnya, bangga karena ritual terbesarnya telah berhasil.

"Bagaimana, Sekar? Cepat beritahu Ibu tentang rahasia terbesar dunia ini!" Dada Pratista naik turun dengan cepat, matanya kini berair. Sebentar lagi, pertanyaan yang terus mengganggunya itu akan terjawab.

Setelah diselimuti jubah oleh Martin, Sekar mengamati sang ibunda dari atas ke bawah. Matanya memancarkan sorot penuh keingin-tahuan. Ia pun bangkit lalu berjalan mendekati Pratista. Semakin intens mengamati, gadis itu sampai mengendus aroma sang ibunda.

"Apa yang kamu lakukan, Sekar!? Cepat jawab pertanyaan Ibumu ini!" ucap Pratista makin tak sabar, menjauhkan mukanya dari Sekar.

Sekar menghentikan aktivitasnya, menarik napas dengan mata memejam. Setelah beberapa detik, ia membelalak dan melancarkan tangan kanannya ke leher Pratista.

"Ekhhhh!!!" Pratista berontak saat lehernya dicengkeram erat oleh Sekar. Ketika tubuhnya diangkat tinggi-tinggi oleh putrinya itu, Pratista melotot dengan kaki yang bergerak-gerak liar.

Bukannya menolong, para pengikut Pratista malah cuma berteriak-teriak ketakutan, bahkan ada yang lari atau terduduk lemas. Martin sendiri cuma bisa merapatkan tubuhnya ke sudut ruangan.

Di sekujur tubuh dan muka Sekar muncul pola seperti rajah yang dilukis dengan warna perak, berbentuk goresan-goresan melengkung yang saling bertumpuk tak beraturan.

Setelah memandangi para pengikut dengan malas, Sekar menjatuhkan ibunya. Pratista cuma meringkuk sambil terbatuk-batuk, tak sanggup memandang wajah anaknya.

Sekar lalu mengamati bagian samping tangannya, tepatnya di bawah jari kelingking. Dari sana, benda aneh mulai keluar dari kulit, melengkung seperti sabit dan tajam, berwarna perak kusam.

"Hahahaha..." Sekar mulai tertawa, awalnya pelan saja, tapi lama kelamaan semakin kencang, menggema keras di ruangan itu. "Ahahahaha!!!"

Golden EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang