#4 First and Last

2K 130 0
                                        

First and Last

Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.

Yuda terus saja memenceti klakson mobilnya. Namun, penjaga rumahnya itu tak kunjung membukakan pintu pagar, padahal kepalanya sedang pusing, matanya berkunang-kunang, mulutnya kering, dan badannya begitu letih. Ia ingin segera berbaring. Pesta minum-minum di diskotik tadi malam membuat tubuhnya tak karuan.

Dengan kesal yang makin menggunung, pemuda berkulit sawo matang itu pun keluar untuk menghampiri gerbang. Mendapati gerbang itu tak digerendel, dengan sempoyongan ia membukanya lebar-lebar. Sambil terus menggerutu, ia kembali menaiki mobil dan menyetirnya masuk ke halaman. Setelah itu, ia turun dan mendatangi pintu rumah, tanpa mau repot-repot menutup gerbang kembali.

"Bukaaa!" racau Yuda sambil memutar-mutar kenop pintu yang terkunci.

Setelah beberapa menit, suara kunci yang diputar memang terdengar jelas, tapi pintu itu tak kunjung terbuka. Yuda menggaruk-garuk rambut agak gondrongnya yang dicat pirang sebagian, sangat sebal dengan pengurus rumahnya yang tak becus. Segera saja ia membuka pintu rumah itu dan masuk.

Baru saja menjejakkan kaki ke dalam, Yuda merasakan sesuatu yang dingin di lehernya. Ia pun sedikit melirik ke samping dan melihat seseorang yang berpenampilan aneh, memakai jubah beserta topeng polos dengan dua lubang mata. Semuanya berwarna abu-abu.

Saat tahu yang menempel di lehernya adalah mata pisau, Yuda mengangkat kedua tangannya gemetaran. Interval degup jantungnya mulai merangkak naik.

"Ikuti saya," ucap orang bertopeng itu, sementara temannya yang berbusana sama mengunci pintu.

Yuda digiring ke lantai dua, menuju ke ruangan kedap suara yang biasa digunakan bandnya. Begitu penjaga yang juga berjubah abu-abu membuka pintu ruangan itu, bau anyir langsung menyerang hidung Yuda.

"Uwaaaa!!!" Yuda mundur saat melihat seorang gadis yang membelakanginya di dalam ruangan itu. Bagaimana tidak, gadis itu berdiri tanpa alas kaki di atas genangan darah yang begitu lebar. Yang lebih mengerikannya lagi, kaus ketat putih berlengan sesiku yang dikenakan gadis itu tampak dihiasi bercak-bercak merah.

Dengan kasar, Yuda didorong masuk. Hampir bersamaan dengan pintu yang ditutup, gadis itu berbalik untuk menghadap Yuda, menunjukkan muka yang penuh dengan bekas cipratan darah.

"Yuda, ya?" tanya gadis itu, tersenyum lebar dengan mata membelalak.

Seolah kehilangan energi, Yuda jatuh terduduk. Matanya mulai mengamati keadaan ruangan itu. Cipratan darah ada di mana-mana, menempel di dinding dan alat-alat musik.

"Yuda... Yud?"

Yuda langsung menoleh ke arah suara itu. Suara yang sangat familier, hampir didengarnya setiap hari. Namun, saat melihat wujud orang yang mengeluarkan suara itu, Yuda malah berdiri ketakutan dan buru-buru menghampiri pintu.

Ayah Yuda, pria yang barusan berbicara itu merayap dengan tubuh berlumur darah. "Cepat Yud... Lari Yud..."

Mendengar rintihan tersebut, Yuda menoleh ke belakang. Ia berjengit saat melihat tumpukan tubuh-tubuh manusia di dekat sang ayah, semuanya tak bergerak dan diselimuti warna merah.

"Bukaaaa!!!" Yuda berusaha membuka pintu ruangan, sementara si gadis mendekatinya sambil menelengkan kepala.

"Perkenalkan, namaku Sekar," ucap gadis itu pelan lalu memeluk tubuh Yuda dari belakang.

"Uwaaaaa!!!" Yuda berteriak kesakitan saat ujung sabit di tangan Sekar menusuk pinggangnya.

Crassss!!!

Golden EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang