Begitu perutnya terbebas dari pelukan Sekar, Brie jatuh berlutut. Matanya seakan disengat panas tak terkira, sekaligus diselimuti embun tebal. Mulai mencucurkan air mata, ia merangkak, mendatangi Mail yang menelungkup dengan alas genangan darah.
Brie membalikkan tubuh Mail, memangkukan kepala pemuda itu ke pahanya. Meski tahu tak ada gunanya, Brie tetap mengecek nadi di leher pemuda itu. Ya, tentu saja tak ada satu detakan pun yang bisa dirasakan Brie.
Ia baru saja merasakan hal yang benar-benar baru, sesuatu yang memberikan kebahagiaan luar biasa di hatinya, mengusir kesepian yang dideritanya sedari dulu, dan pemuda inilah sumber dari semua itu.
Memeluk kepala Mail di dadanya, Brie semakin deras mencucurkan air mata. Sementara itu, bagai memainkan musik latar yang tak sinkron dengan isakan Brie, Sekar melontarkan tawa kencangnya.
"Hei, sebaiknya kita segera menghabisinya sekarang," racau Yuda dengan nada datar.
"Kamu lihat, Merah!!! Aku juga bisa membuat rencana yang tak kalah hebat denganmu!" Sekar mendongak, seolah berteriak kepada udara kosong. "Ahahahaha!!!"
Brie menunduk dalam-dalam. Perlahan, ia bangkit tanpa memedulikan Sekar yang terus tertawa keras atau Yuda yang kembali mengeluh. Tujuannya sekarang cuma satu: melampiaskan kobaran yang begitu membakar di hatinya ini.
Dengan napas yang liar, Brie mengangkat mukanya. Ekspresinya begitu keras, giginya bergeretak, dan api seolah membakar dari dalam manik matanya.
"Arghhhh!!!" Ia pun maju.
Dengan gadanya, Yuda menghantam tusukan pedang Brie yang datang padanya. Tak hilang keseimbangan, Brie berputar dan berhasil menebas muka sang musuh. Baru saja memegangi mukanya yang sakit, Yuda harus menerima tendangan keras kaki Brie di perutnya, membuat tubuhnya terhempas ke belakang.
Sekar yang sudah akan membantu Yuda justru menghentikan larinya. Ia terkesiap, menyadari ada yang lain dari gerakan Brie. Lebih tajam, lebih cepat, dan juga lebih mematikan.
"Hei! Bantu aku!" pekik Yuda yang kini mulai kewalahan menghindari tusukan demi tusukan dari pedang Brie.
Yuda berusaha mementung kepala Brie, yang malah menunduk dan maju. Gadis itu melancarkan uppercut ke dagu Yuda dengan pedangnya. Yuda memang berhasil menghindar, tapi ia harus terhuyung beberapa langkah ke belakang.
Tiba-tiba Brie mendorong muka Yuda kuat-kuat dengan tangan kanannya. Yuda pun terjatuh dengan bagian belakang kepala membentur keras aspal. Terus menahan kepala Yuda itu, Brie menghujam-hujamkan pedangnya ke satu titik di kepala sang musuh.
Kesakitan, Yuda mengibas-ngibaskan gadanya tak tentu arah, sampai akhirnya mengenai pinggang Brie. Brie terhempas dan berguling-guling di aspal. Namun, tak butuh waktu lama sampai dirinya bisa bangkit, meski harus dengan memegangi pinggangnya yang sakit.
"Dasar gila!" umpat Yuda yang kini justru menjauh.
"Huh, apakah kamu takut, Hijau!?" ledek Sekar dari kejauhan, melipat tangan di dada seraya tertawa meremehkan. "Itulah mengapa aku menyukainya! Dia itu menarik! Aku berani bertaruh, kamu yang paling paling tidak bisa bertarung di antara kaum kita pasti akan kalah!"
Terpancing perkataan itu, Yuda menatap tajam Sekar dan memasang kuda-kudanya. Brie sudah mulai maju kembali. Yuda ikut maju sambil mengangkat gadanya.
Krakkk!!!
Mendadak, Brie berhenti lalu melompat mundur, berbarengan dengan Yuda yang mengayunkan gadanya ke bawah. Aspal yang dihantam gada itu langsung retak-retak.
Menggunakan gada itu sebagai jalur lari, Brie lalu mengapit kepala Yuda dengan selangkangannya.
Tanpa ampun, gadis itu menghujam-hujamkan pedangnya ke titik yang tadi diserangnya. Menjerit-jerit kesakitan dan panik, Yuda menghantamkan gadanya ke punggung Brie. Meski punggungnya seperti remuk, Brie tetap mempertahankan posisinya, enggan menghentikan serangan. Bahkan saat Yuda rubuh dengan posisi tengkurap, Brie tetap seperti itu.
Bugggg!!!
Seluruh tangan kiri Brie seperti bergetar hebat saat dihantam keras gada Yuda. Kunciannya melonggar, tapi itu hanya sebentar. Ia tak mau melepaskan musuhnya. Ia kembali menusuki kepala Yuda, walaupun dengan tangan yang kebas dan gemetaran.
"Ughhhhhh!" Brie berteriak kesakitan saat gada itu menghantam tangan kirinyanya untuk kedua kali. Meski begitu, ia tetap saja menyerang.
Dua hantaman gada lagi, akhirnya Brie tak bisa mempertahankan kunciannya.
Yuda berhasil membebaskan diri dan memegangi kepalanya yang berlumur darah. Dengan susah payah Brie bangkit terlebih dahulu. Ia berniat menyerang lagi, tapi tangan berpedangnya kini tak bisa digerakkan. Melihat Yuda membungkuk sambil meraba-raba karena matanya tertutupi darah, Brie punya ide lain.
Brie berlari kencang, melompat, kemudian menjejak bagian belakang kepala Yuda keras-keras.
Brakkk!!!
Muka Yuda menukik dan menghantam aspal sampai retak.
"Motherfucker!!!" Belum selesai, Brie menghentakkan kakinya ke luka menganga di kepala Yuda.
Yuda tak bisa melawan saat Brie terus menginjak-nginjak kepalanya. Retakan-retakan di aspal yang menjadi alas kepala Yuda itu lama-lama semakin luas.
Seolah tak akan pernah puas, Brie terus melakukan hal itu. Yuda sudah tak memberikan respon apa pun. Kepala pemuda itu kini berwarna merah seutuhnya.
Sampai akhirnya bayangan-bayangan mengerikan kembali mendatangi mata Brie. Bayangan-bayangan itu sama persis dengan apa yang dilihatnya setelah membunuh Gisel. Akan tetapi, kali ini Brie tidak peduli.
Pemandangan pertama yang dilihat Brie setelah kembali dari bayangan itu adalah Sekar yang tertawa-tawa di kejauhan. Tanpa pikir panjang, Brie meninggalkan mayat Yuda untuk mengejar musuhnya itu.
Sebuah mobil sedan berhenti di samping Sekar. Tak mau buruannya kabur, Brie mempercepat larinya. Akan tetapi, Sekar sudah keburu masuk. Begitu mobil itu melaju, Brie melompat. Sayangnya, ia sudah terlambat, padahal jaraknya dengan mobil sudah cukup dekat.
Brakkk!
Brie berhasil menancapkan pedangnya ke bagasi mobil. Kakinya kini tegesek-gesek aspal. Tanpa memedulikan nyeri menyengat di tangan kirinya, gadis itu mulai memanjat kap bagasi.
Dari dalam mobil, Sekar menendangi kaca belakang dengan kedua kakinya. Begitu kaca itu pecah, ia segera menautkan sabit di tangannya ke pedang Brie yang masih menancap di kap bagasi. Dengan sekali hentakkan, pedang Brie terlepas. Namun, gadis itu masih bisa bertahan.
Sebuah tendangan dari Sekar mengenai kepala Brie dengan begitu telak. Pegangan Brie langsung terlepas. Tubuhnya terlempar, menghantam aspal dengan keras, kemudian berguling-guling.
"Ahahahaha!!!" Memasuki mobil dari jendela kaca yang pecah, Sekar kembali tertawa-tawa.
Menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, Brie bangkit. Ekspresi wajahnya makin mengeras. Ia memandang mobil Sekar yang menjauh sambil terus menggeram. Kepalanya seperti akan meledak karena dipenuhi kemurkaan yang dahsyat.
Akan tetapi, lama-kelamaan napas Brie memelan. Gadis itu lalu menunduk lesu dalam diam. Dengan langkah gontai, ia menghampiri mayat Mail yang masih tergeletak. Sedikit meringis kesakitan, ia mengangkat mayat pemuda itu lantas mulai berjalan pergi.
Kali ini tak ada setetes pun cairan bening yang turun dari mata gadis itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Enigma
FantasiNama wanita muda itu adalah Brie. Sebagai pembunuh bayaran, ia sama sekali tak menghargai nyawa manusia. Demi memuluskan pekerjaan gelapnya itu, ia rela menyamar, menelusup ke tempat berbahaya, sampai memanfaatkan kemolekan fisiknya untuk menipu kor...