#10 Hunter

1K 73 7
                                    

Sekar memandang keluar lewat jendela rumah salah satu pengikutnya, mengamati derasnya rintik-rintik hujan yang jatuh ke Bumi. Sementara itu, Pratista menelungkup di kerangkeng dengan tubuh gemetaran.

Mendengar pintu ruangan tempatnya berada diketuk, Sekar berkata, "Masuk."

Begitu memasuki ruangan, Martin meringis. Matanya menemukan ceceran darah di dekat kerangkeng.

"Ada apa?" tanya Sekar pendek.

Yang ditanya menelan ludah, masih belum terbiasa dengan pemimpin barunya itu. "I... Itu, Nona Sekar. Saya sudah menempatkan orang suruhan untuk mengawasi rumah sakit tempat perempuan bernama Brie itu dirawat, dan juga di rumah anak-anak lainnya."

"Bagus. Terus beri aku perkembangannya." Sekar terkikik sambil melotot.

Melihat pantulan raut mengerikan pemimpinnya itu lewat jendela, Martin berjengit.

Beberapa menit telah berlalu. Bukannya pergi, sang ajudan malah diam di tempatnya. Menyadari hal itu, Sekar pun bertanya lagi, "Ada apa lagi?"

"Ah, tidak, Nona." Martin menunduk dan berbalik, berniat untuk keluar.

Mendeteksi nada ragu-ragu dalam suara Martin, Sekar ikut berbalik. "Tunggu, lebih baik kamu katakan apa yang ada di pikiranmu itu, Martin."

Martin yang sudah memegang kenop pintu langsung bergidik. Ia tak berani mengajukan pertanyaan yang mengganggu pikirannya ini, tetapi ia lebih takut untuk membantah perintah tuannya itu.

"I... Itu, Nona. Saya... Saya cuma ingin tahu kenapa Nona Sekar tidak segera membunuh Brie waktu masih ada kesempatan. Bukankan itu salah satu tujuan Nona?"

Setelah sejenak memperhatikan wajah Martin yang ditundukkan, Sekar tertawa keras.

"Aku ini sedang memosisikan diri sebagai pemburu, Martin. Apa kau tahu kenapa aku ingin menjadi pemburu?"

Terkejut mendengar kalimat absurd itu, Martin menggeleng kaku.

"Karena aku menyukainya." Sekar melotot lagi, sekarang lebih lebar, seolah bola matanya bisa keluar kapan saja. Pandangannya terhujam ke tubuh Martin yang mulai dialiri keringat dingin. "Aku akan berangkat setelah dia berangkat. Pemburu itu biasanya ada di belakang buruannya."

Perempuan ini gila. Kalimat itu terus saja merajami otak Martin.

"Ba... Baiklah, Nona. Kalau begitu saya pamit dulu," ucap Martin sambil membungkukkan badan.

"Tunggu dulu," cegah Sekar sebelum Martin kembali memegang kenop pintu. "Bagaimana bisnis pengikut-pengikutku yang kuberi jimat pesugihan baru?"

"Sangat baik, Nona. Banyak yang berkembang pesat."

Sekar manggut-manggut. "Terus, bagaimana dengan anakmu? Setelah kistanya kusembuhkan dengan kekuatanku, apakah dia masih mengeluh sakit?"

"Ti... Tidak, Nona. Waktu diperiksa lagi, kistanya sudah benar-benar hilang," jawab Martin terbata-bata.

"Semoga dia tetap sehat. Sebagai orangtua, kamu tetap ingin dia sehat, kan?" Sekar kembali menatap hujan dari balik jendela. Di bibirnya tersungging senyum penuh arti.

Kata-kata itu seolah merantai Martin, yang kini sama sekali tak bisa berkutik.

Golden EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang