#17 Emerald City

866 53 2
                                        

Mrapat, Jawa Tengah, Indonesia.

Setelah mengaspal selama satu jam lagi, Revan memakirkan mobilnya di depan taman kota Mrapat. Begitu turun, Brie memperhatikan taman luas yang tak terlalu dipadati pengunjung siang itu. Ia masih belum bisa mengerti maksud Revan membawa mereka ke tempat ini.

Setelah mengunci mobilnya, Revan mengamati pedagang-pedagang kaki lima yang ada di sekitar tempat parkir. "Sebentar, aku mau beli makanan dulu."

"Wah, ini salah satu tempat pertarungan dia, ya?" Mail yang baru turun memandang jauh ke arah patung hitam berwujud manusia yang berdiri gagah di tengah taman.

"Kalian ke sana dulu aja. Entar aku nyusul." Mulai berjalan, Revan menunjuk patung itu.

"Ladies First." Sambil tersenyum, Mail mempersilahkan Brie berjalan duluan.

Brie balas tersenyum, merasa sedikit geli dengan kelakuan tak terduga Mail itu. Mereka pun berjalan beriringan menuju pusat taman, menapaki jalan kecil berpaving di antara padang rumput, lampu-lampu taman, serta pohon-pohon palem.

"Apa di tempatmu juga banyak yang buang sampah sembarangan Brie?" tanya Mail, memungut botol minuman yang tergeletak begitu saja di padang rumput, padahal di dekat situ ada tempat sampah.

"Dari dulu aku tinggal berpindah-pindah mengikuti pekerjaan orangtuaku," jawab Brie, lagi-lagi berdusta. "Yah, ada yang kotanya bersih sampai kalau ada sedikit noda saja, petugas pasti akan datang membersihkannya. Ada juga yang keseluruhan kotanya seperti tempat penampungan sampah."

Sambil melempar botol itu ke tong sampah, Mail terkikik geli. "Wah, dari dulu aku selalu ingin pergi ke tempat-tempat yang baru. Tapi yah, gara-gara ndak punya kerabat yang bisa didatangi... Juga ndak punya uang, duniaku itu cuma panti sama sekolah."

"Begitu ya?" Mendengar mimpi Mail itu, lagi-lagi Brie teringat akan kenangan dan perasaan milik orang yang dibunuhnya. "Oh ya, aku punya satu pertanyaan, Mail. Tadi aku belum sempat menanyakannya."

"Ya?"

Brie menahan napas. Sedari tadi ia menunggu keadaan Mail membaik sebelum menanyakan hal sensitif ini. "Setelah amukanmu berhenti waktu kejadian itu, apa kamu merasakan kenangan-kenangan dari orang yang kamu bu... Apa kamu bisa melihat kenangan-kenangan orang yang mati waktu itu?"

"Huh? Aku ndak paham." Mail mengernyitkan dahi.

"Yah, setelah kejadian dengan gangster itu, kan ada banyak orang yang mati. Setelah aku sadar dari amukanku, aku melihat kenangan dari orang-orang yang mati itu, saat-saat terpenting bagi mereka, juga impian-impian mereka, semuanya seperti lewat di depan mataku."

Mail menggaruk rambutnya, semakin bingung. "Ndak, yang kuingat cuma kenyataan kalau aku baru membunuh banyak orang."

Meski kecewa jawaban yang dicarinya masih belum bisa diraih, Brie tak bisa berbuat banyak. Ia cuma membisu dan terus melanjutkan langkahnya.

Begitu sampai di tengah taman, Brie membaca tulisan hijau tua di marmer hitam berbentuk segidelapan besar yang menjadi pijakan patung.

CAPTAIN EMERALD
(KAPTEN ZAMRUD)

Sang penolong tak dikenal.

"Kamu pernah baca cerita orang-orang yang ditolongnya?" Dengan senyum tipis tersungging di bibir, Mail mengamati patung manusia bertudung itu.

Seperti sosok pahlawan di banyak video dan foto yang tersebar dua tahun lalu, patung itu juga memiliki tanda batu mulia di dada. Seluruh bagian dari seragam khususnya pun dihiasi garis-garis khas yang mirip retakan berwarna hijau.

Golden EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang