Chapter 6

3K 265 18
                                    

Hi, everyone! 

Udah siap lanjut chapter 6? Em.. enaknya langsung aja, ya. Anne bingung mau kasih catatan apa. OK? Langsung baca aja, ya.

Happy reading!

==================================================================

Harry terbangun dari tidurnya tanpa sadar. Jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Ia tahu itu terlalu pagi tapi sayangnya ia diminta untuk tetap terjaga karena suatu hal. Sisi ranjangnya kosong. Ginny pergi dengan tetap membiarkan selimut tersibak dari pinggir. Pintu kamar mereka tertutup namun sayang, Ginny lupa menutupnya rapat.

"Dia pasti tak mau membuatku terbangun."

Dan seperti malam sebelumnya, Ginny pasti ditemukan di salah satu kamar tak jauh dari kamar mereka. Harry kini berhenti tepat di depan pintu berwarna putih dengan hiasan gantungan peri kecil lucu bersayap dengan lambang huruf L. Kamar Lily sama sunyinya dengan dua kamar lain milik James dan Albus. Harry teringat nasib ketiga buah hatinya yang terjebak di masa lalu. Sebagai ayah ia sangat khawatir. Meski ia harus tetap kuat. Apalagi di depan sang istri, yang kini terduduk sendiri di satu-satunya kursi malas yang ada di kamar si bungsu. Lily.

Harry masuk tepat saat Ginny baru saja membenahi kancing piamanya. Sebuah botol kaca di tangannya terisi penuh dengan cairan putih. Sedangkan di atas meja masih ada sisa alat pompa ASI yang basah dengan bulir-bulir susu menempel di permukaan corongnya.

"Masih nyeri?" tanya Harry membuat Ginny memalingkan wajahnya.

"Yeah, karena memang harusnya sudah diminum oleh Lily."

Sejak malam Lily dan anak-anak lain menghilang, Ginny otomatis berhenti dari aktifitas menyusuinya. Lily harusnya rutin menyusu tiap waktu makan tiba. Walaupun sudah diselingi oleh makanan pendamping, di usia Lily kini ia masih memiliki kewajiban mengkonsumsi ASI hingga setahun mendatang.

Sesuatu yang harusnya dikeluarkan terpaksa harus dihentikan. Ginny mengalami rasa nyeri yang cukup mengganggu pada area dadanya akibat desakan ASI yang terus ingin keluar. Di mulai sejak pagi, Ginny akhirnya mengikuti saran ibunya untuk memompa ASInya dan menampungnya di dalam botol-botol steril. Selain untuk mengatasi rasa nyeri, stok ASI untuk Lily masih dapat terjaga.

Harry benar-benar tak tega melihat kondisi istrinya pagi ini. Mata Ginny sembab dihiasi dengan jejak air mata yang belum mengering. "Gin—" panggil Harry singkat.

"Tolong taruh di lemari pendingin, ya, aku mau bersihkan pompanya dulu—"

"Ginny!"

"Letakkan di sebelah kanan botol sebelumnya. Aku lupa belum memberi tanggal di botol itu." Ginny tetap tak mengindahkan panggilan Harry yang terdengar memaksa, "kalau kau mau menulisnya beri kertas dulu dan tempel di—"

"Ginny, dengan aku!"

Harry tak sengaja membentak. Ginny terdiam dipenggalan kata yang tak tepat langsung bersandar lemas di kursi malasnya. Pinggiran ranjang bayi Lily terasa dingin di telapak tangan Ginny. Mengusapnya pelan seolah itu adalah lengan putri kecilnya. Ginny kembali terisak.

"Kita harus membawa mereka pulang, Harry. Aku takut!"

"Mereka akan baik-baik saja. Kita melihatnya sendiri dari portal pengintai kemarin? Mereka bersama Sirius, Profesor Lupin, orangtuamu—kita yang masih muda, bahkan para anggota orde yang lain."

"Tapi—" Ginny benar-benar tak tenang. Matanya berusaha terpejam namun begitu sulit. "Di luar sana berbahaya. Masa itu Voldemort bangkit, Harry. Kau pasti ingat Voldemort sedang masa-masa mengumpulkan pasukannya! Apa kau—"

Outside (time travel HP fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang