Hi, semua!
Langsung saja, yakkkkk! Happy reading!
=======================================================
Sampai dua hari kemudian, tidak ada yang bisa membuktikan Harry tentang kebenaran mimpinya. Begitu pula dengan pagi ini, mimpi aneh lain tak berkunjung di tiga perempat malamnya. Harry tidur nyenyak, ulah James menendang perutnya saat terlelap pun tak ia rasa. Seperti malamnya telah kembali dan kantuk tak mau pergi.
Pukul empat pagi ini, Harry keluar dari dalam kamar setelah mendapati Ron dewasa tak ada di ranjang sebelahnya. Hanya ada Louis, Ron muda, Harry muda tidur beradu punggung. Sementara yang lain masih lengkap. Remus mendengkur tenang bersama Teddy, dan si kembar Fred serta George tidur di ranjang berbeda mengapit Fred Jr di antara mereka.
Pelan-pelan, kaki jenjang James oleh Harry diturunkan dari atas perutnya. Sangat pelan menuju posisi awal. Sang adik di sisinya masih anteng. Memeluk guling besar hingga tertekan ke tepi tembok. Diusapnya dahi basah Albus dengan telapak tangan Harry. Rambutnya pun tak kalah basah. Beberapa kali tangan atau kakinya bergerak cepat dan sebentar. Seolah Albus sedang mengalami mimpi hanya saja tak sampai berteriak dan bangun tiba-tiba seperti dirinya. Sudah biasa bagi Albus tidur dalam keadaan seperti itu. Walaupun terkesan tak wajar.
"Yang penting sehat, ya, Nak. Daddy sayang padamu." Kecupan singkat ia berikan di dahi Albus. Harry suka membayangkan dirinya ketika kecil dari sosok putra keduanya.
Harry memutuskan untuk turun mengambil minum di dapur. Sekalian ia bisa mencari Ron yang menghilang begitu saja. Cepat-cepat, Harry meraih tongkat dan menyelipkannya di balik jaket. Meja dan kursi bekas kedua versi Ron saling beradu catur ia tepikan sebelum akhirnya berhasil keluar dari kamar. Tujuan utama Harry sekarang adalah dapur.
"Tenggorokanku kering. Semoga masih ada jus." Ujar Harry sambil melangkah santai ke lantai bawah menuju dapur.
Baru menuruni beberapa anak tangga, seseorang memanggil Harry pelan dari arah belakang. "Harry?" panggilnya. Ginny, bergegas mendekat ketika Harry menoleh ke arahnya.
"Eh, kau terbangun juga?" tanya Harry ikut membenarkan krah piama Ginny yang terbalik.
"Iya, Lily menangis. Jadinya aku susui dia dan sekarang.. aku kelaparan!" bisiknya sambil tertawa.
"Kebiasaan!" Harry mencubit kemas hidung Ginny.
Menampik kata-kata Harry, Ginny segera protes, "seandainya saja kau bisa menyusui, Mr. Potter, kau akan rasakan betapa laparnya kalau ASImu sudah disedot habis oleh bayimu."
Harry menarik pundak terjauh Ginny dan mengajaknya berjalan bersamaan. Sudah lama mereka tak sedekat itu selama terjebak di masa lalu. "Iya, iya.. tapi, bolehkan nanti kalau sudah kenyang aku yang menggantikan Lily—ehm.. Kapan lagi seperti ini." Goda Harry tak lupa mengecup bibir Ginny dua kali secara cepat.
"Jangan main-main, Harry!"
"Aku tak main-main. Bagaimana, sih, aku laki-laki sehat, sayang. Kapan lagi kita—astaga, kau pasti juga ingin, kan?" bibir Harry masuk ke sela leher Ginny. Mengecupnya dalam sampai menyisakan lingkaran merah. Sebuah ruam merah menggelikan.
Ginny tak bisa menjawab. Ia takut antara bibir dan hatinya tak singkron. Tidak bisa bekerja sama dan menjelaskan kalau sebenarnya ia juga menginginkannya.
"Kau ini, ih.. nanti kalau sudah pulang ke rumah!" malu-malu, itu yang bisa diucapkan Ginny sebagai janji. Jalan mereka tinggal beberapa langkah menuju dapur tapi.. dengan cepat Harry terhenyak tepat di depan mulut dapur. Ginny sampai tak sadar menghantam punggung Harry begitu kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Outside (time travel HP fanfic)
FanfictionOutside by Annelies Shofia Anak-anak menghilang di salah satu kamar Grimmauld Place setelah bubuk ajaib membuat mereka seperti tertidur. Saat semuanya serasa seperti semula, sesuatu jelas tampak berbeda. Orangtua mereka kembali remaja dan yang tela...