4 (Godt)

2.9K 320 13
                                    

Aku mencintaimu bukan karena siapa kamu, tetapi karena siapa aku ketika aku bersamamu. ~Roy Croft~

******

Ia langsung menuju kamarnya sesampainya kami dirumah. Aku sangat tahu dia lelah. Oke, aku akui ini semua salahku. Kakak mana yang tega menyuruh adiknya untuk bernyanyi tengah malam di studio rekaman demi kepentingannya sendiri — Kepentingan bersama lebih tepatnya.
Mobil ibu sudah terparkir rapi di garasi sedangkan aku sama sekali tak melihat mobil ayahku. Apakah dia tidak pulang lagi malam ini?

Aku dan Bas memiliki pandangan yang jauh berbeda tentang orang tua kami. Bas memandang mereka berdua bersalah tapi aku memandang bahwa ayah yang bersalah. Ayah jarang sekali pulang ke rumah selama tiga tahun ini. Ibu juga pernah memergoki ayah bersama wanita lain di Phuket. Padahal ketika itu ayah bilang ada rapat penting dengan klien di Bali. Sejak saat itulah hubungan mereka mulai renggang. Hampir setiap detik mereka beradu argumen. Ibu juga selalu menangis di akhir. Bas tidak pernah tahu karena Bas sudah sangat muak dengan mereka berdua. Aku pernah mencoba memberi pengertian pada Bas untuk melihat sisi lain dari pertengkaran ayah dan ibu namun ia menolak mentah-mentah. Mental dan pikiran anak itu memang masih belum dewasa. Apa yang dia tidak suka pasti tidak akan dihiraukan olehnya. Sifat keras kepalanya mirip dengan ayah.

Aku berniat menuju kamar Bas untuk mengecek apakah dia sudah tidur dengan nyaman atau belum. Namun suara isakan dari kamar utama menarik perhatian. Kamar ayah dan ibu. Dan ibu sedang menangis. Aku membuka pintu kamar ibuku dan menemukan ibuku sedang terduduk diatas ranjangnya dengan wajah penuh dengan keringat dan air mata.

"Ibu? Apa kau baik-baik saja?" Tanyaku khawatir.

Ibuku menoleh dan aku melihat kondisinya. Aku baru sadar jika ibuku jauh lebih kurus. Wajahnya tampak jauh lebih tua dari usianya. Dia juga terlihat sangat pucat. Aku menghampirinya dan memeluknya. Ibuku benar-benar mirip seperti orang anorexia. Aku bahkan tidak tahu kapan terakhir kali ia makan. "Apa kau sudah makan?"

"Godt. Ibu baik-baik saja dan ibu sudah makan." Aku tahu ibuku sedang berbohong.

"Ibu tidak usah berbohong padaku. Lihatlah dirimu! Kau sangat kurus! Dan aku yakin kau menangis pasti karena ayah." Kataku. Ibuku membisu seakan mengiyakan apa yang ku katakan.

Aku memeluk kembali ibuku dan merengkuhnya kedalam dadaku. Aku hancur melihat wanita cantik ini menangis. Aku hancur merasakan wanita ini patah hati. Aku hancur mengetahui kenyataan bahwa ayah dan ibuku tak lagi akur. Pandanganku tentang masa depan keluarga ini juga terlihat abu-abu. Semuanya buram. Hampir tak terlihat.

"Kau tahu nak, ketika kau memelukku seperti ini, aku bisa merasakan sosok lama ayahmu." Kata ibuku. Aku bisa merasakan tubuhnya juga lebih relax dari sebelumnya. Suara isakan tangis juga menghilang terbawa angin. Ibuku benar-benar jauh lebih tenang. Aku merasa sangat miris ketika ibu bilang aku seperti sosok lama ayahku. Apakah benar aku semirip itu dengan bajingan itu? "Darimana saja kau? Apa Bas juga ikut bersamamu?" Tanya ibuku sembari melepas pelukannya dariku.

"Aku mengajaknya ke studio, Bu. Aku mengajaknya untuk bergabung dengan projek baruku." Kataku tanpa menjelaskan alasan spesifiknya.

"Apa dia sudah tidur?"

"Sepertinya begitu."

"Aku ingin memeluknya. Tapi aku yakin dia pasti menolak." Ibuku terdengar begitu tersayat hatinya ketika mengatakan itu.

"Aku akan mencoba membujuknya. Sekarang ibu istirahatlah. Aku akan kembali ke kamarku." Ibuku merebahkan badannya ke ranjang king size itu dan aku menutupi tubunya dengan selimut. "Selamat malam, bu!" Kataku, mencium kening ibuku, dan menuju kamarku.

Belum sampai aku melangkah ke kamar, aku melihat sebuah ruangan yang pintunya sedikit terbuka. Itu kamar Bas. Aku mengurungkan niatku untuk ke kamarku dan lebih memilih untuk masuk ke kamar Bas. Aku melihatnya terbaring di ranjang namun posisinya sangat tidak nyaman. Kakinya menggantung di lantai dan kepalanya tak terbaring di bantal. Aku berusaha membenarkan posisinya perlahan agar Bas tak terbangun. Aku melepas sandalnya dan menarik selimut hingga batas dadanya. Dia tampak sangat imut ketika tidur. Wajahnya yang damai membuatku tenang. Tuhan! Mengapa engkau menciptakan manusia seperti Bas? Dan mengapa kau takdirkan aku dengannya sebagai saudara kandung? Aku tidak kuasa memendam semuanya ya Tuhan!

Entah sadar tidak sadar aku merwbahkan tubuhku disamping tubuh Bas dan memeluknya dari belakang. Tubuhnya terlalu kecil untukku namun hangat. Sangat nyaman berada di kamarnya. Aku memutuskan untuk mengakhiri hari ini dan terbang ka alam mimpi.

******

Sesuatu menggangguku. Membangunkanku dari tidur lelapku. Cahaya matahari. Dengan seenaknya ia masuk tanpa permisi lewat ventilasi kamarku. Tunggu dulu. Ini bukan kamarku. Ini kamar Bas. Aku baru ingat jika kemarin aku tidur di kamar Bas. Aku melihat sosok yang lebih kecil dariku masih terlelap. Nafasnya yang begitu teratur membuat suasana damai disini. Tanpa kusadari, sunggingan senyum kecil terlukis jelas di wajahku. Kulitnya yang begitu lembut seperti bayi dan wangi tubuhnya yang seperti vanila membuatku ingin terus ada di sampingnya setiap detik.

Tapi takdir begitu pahit.

Aku terlalu takut untuk mengakuinya. Tapi aku jauh lebih takut kehilangannya. Bas lebih berharga dari ratusan gram emas murni, bahkan jutaan kali lipat The Pink Star. Aku tak bisa membayangkan bagaimana jika ia memiliki pasangan. Tanpa harus ditanyapun aku akan mengatakan pada dunia bahwa aku hancur milyaran keping. Jika saja aku punya sesuatu untuk mengambalikanku ke masa lalu, aku memilih untuk dilahirkan dari keluarga yang berbeda darinya. Apapun akan aku lakukan asalkan aku tetap bersamanya.

Aku tahu semua ini salah. Semua ini tidak ada yang benar. Dari awal saja aku sudah berdosa karena menyukai sesama jenis. Aku juga lebih berdosa lagi karena diam-diam aku menyukai adik kandungku. Tapi apakah benar semua ini seratus persen salahku? Tidakkah Bas juga ikut andil? Aku seperti ini juga karenanya. Salah siapa punya wajah dan tubuh yang menggoda.

Aku melihatnya menggeliat. Ia membuka perlahan matanya dan terkejut melihatku ada di sampingnya sedang menatapnya.

"P' Godt? Apa yang kau lakukan di kamarku?" Tanyanya dengan suara parau. Suara orang baru bangun tidur.

"Selamat pagi, Bee!" Balasku sambil tersenyum.

"Apa semalam kau tidur bersamaku?" Tanyanya polos dan aku mengangguk. "Kau sudah terjaga sejak tadi?" Aku mengangguk lagi. "Kau pasti menertawakan wajahku ketika tidur." Celetuknya. Aku hanya tersenyum.

"Kau tampak begitu damai ketika tidur. Pasti nyenyak sekali." Kataku.

"Ish! Kau pasti mengejekku! Bilang saja wajahku jelek ketika tidur."

"Sungguh! Aku tidak bohong. Kau tampak seperti anak perempuan ketika tidur."

"Aish! Aku bukan anak perempuan!" Protesnya yang semakin meningkatkan kadar imutnya.

"Ya sudah bangunlah. Ini sudah pukul delapan."

"Untuk apa aku bangun? Kelasku baru dimulai pukul tiga sore."

"Aku ingin mengajakmu makan Sushi."

"Sungguh?" Aku mengangguk. "Oke aku akan bersiap." Ia begitu bersemangat. Aku hanya bisa terkekeh melihat kelakuannya yang benar-benar seperti anak berumur sepuluh tahun.

Satu hal yang aku bisa pastikan. Aku mencintainya karena dia adikku. Tapi satu hal yang tak bisa ku bantah adalah aku mencintainya lebih dari sekedar itu.

I can't help falling in love with you.

******
Hi My Dearest Readers! I'm back again with another chapter of Tiny Little Secret. I'm so sorry if it's a little bit late because I had some minor problems in Uni and I have to fix it ASAP. But I promise you guys to always update this story even though I'm busy with my business and I hope you understand.

Don't forget to always support me by VOTE, SHARE, AND FOLLOW me so I will have positive energy to push me to always writing and make another stories.

XOXO

   Ré

Tiny Little Secret ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang