IMAM MASA DEPAN
Written By: Sahlil GeBAB 2: Duh, Akang Komdis!
Diunggah pada: 01/10/2017
Revisi: --/--/----***
Hak cipta diawasi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
***
BAB 2
DUH, AKANG KOMDIS!{Dinda Humaira Rasyid}
1
Bismillahirrohmanirrohim...
Kartu peserta? Check. ✔Buku panduan orientasi jurusan? Check. ✔
Pita warna oranye untuk tanda kelompok 17? Check. ✔
Mental siap dibentak-bentak oleh komdis? Check. ✔ (?)
Tas kecil yang isinya perlengkapan mandi? Obat pribadi? Check. ✔
Persiapan pentas seni? Belum! Ini yang membuatku panik. ❌
Seharian aku mondar-mandir di kamar asrama putri pondok pesantren mahasiswa. Ditemani Mba Nadia yang juga kakak tingkatku di jurusan Manajemen, kita tinggal satu desa. Dan kenapa aku daftar di pesantren ini pun, karena ada dia yang jadi perantara supaya aku daftar di sana. Padahal katanya itu pesantren baru berdiri dua tahun terakhir. Mba Nadia termasuk yang generasi pertama pesantren ini.
"Mba bingung deh kenapa kamu masih panik banget, Dinda. Mba bilang juga semuanya akan baik-baik saja." Katanya bermaksud menenangkanku. Dia sedang melipat baju.
"Komdisnya galak-galak nggak sih Mba? Aku takut. Kelompok aku belum pasti akan menampilkan apa buat malam pentas nanti."
"Galak sih jelas galak. Bahkan usut punya usut, komdis di manajemen itu yang paling galak se-UIN. Bukannya Mba lagi menakut-nakuti, tapi Mba sudah merasakannya dulu. Itu kan tugas mereka. Tapi sebenernya nggak kok. Asal kamu dan kelompoknya bisa ngikutin aturan mainnya, semuanya bakal aman. Seperti kelompok Mba dulu."
Aku membantu mengangkat tumpukan baju yang selesai dia lipat.
"Tapi minggu kemarin waktu osjur pertama yang di dalam ruangan, itu serem-serem Mba!" kataku sambil memasukkan baju tadi ke lemarinya.
"Kamu kena bentak?"
"Tidak."
"Kelompok kamu?"
"Tidak juga. Tapi aku lihat kelompok lain ada yang dimarahin. Makanya aku gentar."
Aku tidak benar-benar takut. Tapi aku tak suka cara mereka melontarkan kata-kata kasar meskipun itu hanya rekayasa. Bagi aku yang baru lulus SMA, rasanya cukup berat dengan peralihan suasana belajar di kampus. Apalagi dengan ospek jurusan yang selalu berkesan menakutkan. Ditambah lagi, aku merasa aneh dengan pesantren baruku ini, entahlah, mungkin hanya perlu waktu.
Sejak SMP sampai SMA, Abi mendaftarkanku nyantri di Pekalongan, yang mana sistem belajar di sana cukup teratur. Makanya aku merasakan perbedaan ketika harus nyantri di pesantren baru ini. Entah kenapa aku belum sempat memikirkannya lebih jauh lagi.
"Ikuti saja aturan mainnya. Pasti akan baik-baik saja."
Aku mendesah kesal. Lalu menjatuhkan diri ke kasur dan menutup wajah pakai bantal. Kenapa aku penakut sekali untuk urusan ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Masa Depan [Segera Terbit]
Spiritual[Work ini berisi Buku 1 & 2] "Bagiku, kamu seperti tanda saktah dalam Al Quran. Hanya bisa kulalui setelah menahan napas sebentar saja."