TASBIH SANG KIAI
Written By: Sahlil GePROLOG
Diunggah pada: 24/04/2018
Revisi: --/--/----***
Hak cipta diawasi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
***
Prolog
Sajadah itu kembali terbasahi oleh air mataku. Sesengguknya tak bisa tertahan kala wajah-wajah itu tayang di kepala. Kini segalanya telah terbukti, bahwa Allah memiliki maksud yang sangat baik untuk segala peristiwa bahkan yang semenyayat itu rasanya.
Cinta akan belajar bagaimana dia mengakar. Menjadi lembut pada waktunya, dan menghantam jika sudah seharusnya.
Aku menghitung apa saja yang sudah terjadi pada desa ini dan khususnya pesantren oleh usaha mereka. Sejauh apa aku merindu, asalkan keyakinanku masih tetap kuat dan sangat percaya bahwa mereka sedang dalam kenikmatan barzakh yang Allah janjikan, aku akan tenang. Mereka adalah tentara Allah yang diutus agar memberi pembelajaran dalam kehidupan, bukan hanya untukku, tapi untuk semua orang yang bisa mengenal dan mendengar kisah tentang mereka.
Aku yang berbalut mukena ini, di malam yang semakin merangkak menuju keheningan. Mencoba berkisah lagi. Kisah tentang mereka yang bagiku akan abadi. Karena selain hati yang membingkis, segalanya juga seperti ingin menyimpan kisah itu dalam kenang. Pada setiap rintik air langit, desus angin, ricik sungai, ikan yang berkerumun pada lumut hijau, pinus yang bergoyang, rumput yang berzikir, decit burung yang berebut ranting di ujung petang, menara-menara tinggi, awan yang bergulung, lurung-lurung pesantren, trotoar itu, dan apa saja yang pernah menjadi gelaran kehidupan kami, mereka juga mengisahkan kisah itu turun temurun.
Salah satu putra kami, dia pandai menulis cerita dengan aksara yang santun. Dia telah membingkai sebuah kisah panjang dalam buku yang dia sebut sebagai Babad Mimbar Pesantren, menjadikannya sebagai kisah wajib yang harus diketahui semua santri.
Mereka adalah penerus estafet bara api yang siap digenggam untuk menjadi penerang. Pemuda-pemuda hebat yang sangat aku banggakan.
Setidaknya sekalipun salah satu dari mereka sibuk mengajar di Universitas, statusnya kini masih menjabat sebagai pemimpin pesantren. Cendekiawan muda yang aku banggakan. Lalu dua di antaranya telah berkelana jauh, tapi aku bangga mereka tak melepas kami begitu saja. Buku-buku baru yang mereka kirim untuk melengkapi koleksi pesantren sangat bermanfat sekali. Dan satunya lagi, Si Bungsu kesayanganku sedang menamatkan studinya di Madinah. Ini sudah hari rutinnya untuk meneleponku. Mungkin satu jam lagi telepon kami akan berdering karena dia menelepon.
Terimakasih kalian tentara-tentaraku. Ksatria tangguh dan calon ratu yang tak akan pernah aku ragukan kesetian kalian pada agama Allah.
Berkat kalian pesantren ini semakin besar saja. Yang semula hanya terdiri dari beberapa bangunan, kini sudah lebih banyak dan megah. Yang tadinya hanya menerima santri putra, kini sudah ada pesantren khusus perempuan juga. Perempuan-perempuan surga yang sudah jadi bidadari bumi, mereka yang mengasingkan diri dari gemerlapnya dunia dan memilih untuk membenamkan diri pada halaman kuning kitab-kitab para ulama.
Aku memegangi pinggiran tempat tidur untuk membantu berdiri. Tubuhku yang semakin menua, kulitku yang tak tahan lagi dengan embusan udara, dan sendi yang perlu dijaga baik-baik.
Ah, itu dia. Sepertinya Si Bungsu menelepon lebih awal dari biasanya.
"Assalamualaykum, Ummi."
"Waalaykumsalam, anakku."
"Ummi sehat?"
"Alhamdulillah, bagaimana keadaanmu di sana? Sudah ditentukan tanggal wisudanya?" yang perlu aku hargai selagi tubuh menua adalah suaraku yang tak lagi terdengar cukup jelas.
"Bulan depan, Ummi, Insya Allah."
"Syukurlah kalau begitu. Nanti Insya Allah Ummi akan ke sana bersama kakak-kakamu."
"Begitu?"
"Kamu perlu mendapat apresiasi untuk itu."Dia terkekeh. Aku bisa membayangkan pasti wajahnya sangat mirip dengan ayahnya.
"Oh iya, Ummi."
"Kenapa, anakku?"
"Putramu ini sepertinya sudah ingin menikah."Kali ini aku yang tersenyum lebar dibuatnya. Tidak perlu heran, mereka sudah menjadi orang dewasa yang membanggakan, dan memang sudah waktunya jika Si Bungsu meminta itu. Aku sudah mempersiapkan diri untuk mendengar kalimat itu darinya, yang seingatku dia suka sekali meminta manisan nanas selama dalam pengawasanku. Dan kini, rasanya baru kemarin segalanya memulai babak baru.
***
----
Stop. Cukup sekian saja.
Prolognya sengaja saya unggah sekarang karena saya ingin 1 Ramadhan nanti bisa langsung cerita BAB 1.
Dan pastinya buat kamu yang belum beli Novel IMD pasti nggak mau kan kalau nanti bingung kayak kesasar pas baca TSK. Nah, masih ada kesempatan buat kamu memiliki novel IMD!!!
Kami akan buka Open Order Kloter 3. Pada tanggal 30 April 2018 atau senin depan pukul 8 pagi!
Jangan sampai kehabisan lagi ya ☺
Sekian. BAB 1 dan seterusnya akan diunggah 1 Ramadhan 1439 H. Biar kaliam ibadahnya makin semangat.
Ahlan Wasahlan Wamarhaban Yaa Ramadan.
Mohon maaf atas segala kehilafan saya selama ini, baik dalam tulisan, lisan maupun tingkah laku.
🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Masa Depan [Segera Terbit]
Espiritual[Work ini berisi Buku 1 & 2] "Bagiku, kamu seperti tanda saktah dalam Al Quran. Hanya bisa kulalui setelah menahan napas sebentar saja."