BAB 22: KONSEKUENSI [Postingan Terakhir Book 1]

6.9K 628 205
                                    

IMAM MASA DEPAN
Written By: Sahlil Ge

BAB 22: Konsekuensi
Diunggah pada: 09/02/2018
Revisi: --/--/----

***

Hak cipta diawasi oleh Tuhan Yang Maha Esa.

***

BAB 22
KONSEKUENSI

{Dinda Humaira Rasyid}

1

Dengan jantung berdegup cepat aku mengucapkan basmalah, "Semoga ini bisa diterima, dan memiliki maslahat yang lebih besar. Dengan mengharap ridha Allah, dan Abi juga Umi, Dinda memilih-."

"Kamu harus yakin dengan pilihanmu," kata Mas Alwi memotong. Rasanya ingin menjitak.

"Insya Allah yakin."

Mas Alwi menyerah seraya mengunci mulut karena mendapat tatapan kesal dari semuanya.

Lalu aku menunduk. Berdebum ombak terjadi lagi di dalam dada. Genderang yang bertalu kembali ditabuh setelah dijeda. "Dia orang yang bisa mengerti Dinda dengan baik. Meski apa yang terjadi hari-hari kemarin, rasanya hati Dinda sulit sekali menghiraukan keberadaannya yang begitu cepat mengisi hati. Dinda juga menilai banyak sisi yang menurut Dinda bisa mengisi posisi yang pesantren perlukan. --- Bismillah, Mas Faris Kamil mungkin baik, tapi yang Dinda pilih bukan dia."

Aku bisa merasakan semua tatapan menatap lurus padaku. Mba Hasna merangkul pundakku untuk menenangkan. "Abimana Ilyas," jawabanku.

Untuk sesaat benar-benar hening.

"Kamu yakin, Nduk?" tanya Umi.

Air mataku meleleh bersama anggukan kepala.

Terdengar suara Abi tersenyum. "Insya Allah, siapa pun yang kamu pilih tidak akan salah."

"Kalau memang itu pilihanmu, ya, Umi mendukung saja. Suaranya merdu, anaknya tampan, bawaannya adem."

"Bagaimana dengan Mas Faris? Apa yang harus disampaikan?" kalimat Mba Hasna membisukan semuanya. Yang jelas saja langsung mengetuk sisi terlemahku. Aku jahat sekali memang ketika memutuskannya begitu saja di saat-. Tapi memang aku tidak begitu yakin dengan perasaan itu. Hm, seseorang tolong mengerti posisiku.

"Itu yang Dinda pikirkan. Apa bukan jahat namanya kalau keputusannya begini?"

"Itu sudah menjadi konsekuensi," wajah Mas Alwi bersimpati. "Tapi Mas yakin dia akan bisa memahaminya dengan mudah. Lagi pula, memang ini yang harus diambil bukan?"

"Biar Abi sama Umi yang pergi menemuinya nanti," ucap Umi.

"Abimana besok akan pulang ke Bandung langsung karena perkuliahan sudah dimulai. Tentu harus ada yang memberitahu dia," kata Mas Alwi.

"Alwi saja yang memberitahu," Abi menyarankan.

"Bagaimana menurut kalian?" tanyaku sekali lagi, "Apa keputusan ini bisa diterima?"

"Kenapa tidak?" Mba Hasna memelukku turut bahagia.

2

Ya, saat itu.

Saat dimana aku merasakan jatuh cinta dan patah hati di waktu yang bersamaan. Aku berusaha menepiskan keegoisanku pada pilihan itu. Sebab menggugurkan Mas Faris bukan semudah lidahku berucap. Dia membekas.

Aku memikirkan bagaimana perasaannya setelah ini. Apa semuanya akan baik-baik saja? tentu tidak.

Di sisi lain ada yang bermekaran di dalam dada. Untuk sesaat aku membayangkan betapa indahnya rindu yang membentang di sepanjang jarak antara Semarang dan Bandung. Bagaimana setelah aku dan Kang Abim kembali seperti semula pasti kami akan bahagia. Aku akan mencoba memberinya penjelasan dan menghujaninya lebih banyak pengertian, mungkin sedikit perhatian lebih. Atau setelah Kang Abim wisuda kami langsung menikah saja? Hm. Lalu dia akan menemaniku kuliah di Semarang? Mungkin aku harus mulai mepertimbangkan menyewa rumah untuk mengontrak berdua. Setahun lagi.

Imam Masa Depan [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang