BAB 19: Petunjuk Yang Rumit

4K 681 65
                                    

IMAM MASA DEPAN
Written By: Sahlil Ge

BAB 19: Petunjuk Yang Rumit
Diunggah pada: 22/01/2018
Revisi: --/--/----

***

Hak cipta diawasi oleh Tuhan Yang Maha Esa.

***

BAB 19
PETUNJUK YANG RUMIT

Dinda Humaira Rasyid

1

*bantu temukan typo ya, belum diperiksa lagi.

Jangan dulu bertanya kenapa. Karena sampai saat ini aku masih susah bicara. Lidahku seperti terpatri pada langit-langit. Angin berembus bersama pasir gurun yang perih. Mataku mengalirkan sungai yang merembes-menguap di lahatnya. Tak kenal siang pun malam. Musim pun tidak.
...

"Kita akan ke Semarang lagi minggu depan?" tanya Mba Hasna sambil mendorong kursi roda Mas Alwi. Kita baru saja tiba di desa dari Semarang. Mengurus perpindahanku ke UIN Walisongo dan penyesuaian SKS, transfer dari Manajemen ke Ekonomi Syariah. Menyedihkan.

"Insya Allah kamu juga akan betah tinggal di rumah Ustaz Mabruri. Putri beliau juga kuliah di sana kan? Nanti kamu bisa berangkat kuliah dan main bareng. Mas sama Mba pasti akan lebih dekat lagi kalau mau menjengukmu," tambah Mas Alwi.

"Iya," jawabku menahan perasaan yang tak mengenakkan.

Sejak peristiwa Ummi yang terkejut bukan main ketika tahu aku punya cinta di Bandung, dan apa yang akhirnya aku tahu tentang keberadaan Mas Faris di sekitar kami. Terlebih Abi yang malahan hanya memberiku senyum sambil berkata, "Kamu masih betah di Bandung?" dan aku menjawab, "Tak ada orang yang gusar ketika berada di tempat yang dekat dengan cinta, Abi."  Aku berani sekali mengatakan itu.

"Lalu kamu juga nyaman berada di rumah?"

"Untuk alasan apa?"

"Sesuatu yang lebih baik, Nak."

"Mana yang paling penting untuk diutamakan? Seseorang berdasarkan agamanya, kan? Dinda tahu pasti Abi sama Ummi menilai Mas Faris lebih positif karena dia orang sini, Ummi ingin menantu yang dekat, sementara pesantren butuh seseorang yang tegas. Dinda tahu Mas Faris sebulan yang lalu tutup khatam hafalannya, bahkan dengan pembiayaan dari Abi, kan? Dinda tahu. --- 💧Tapi, Abi." mataku merembes saat itu. "Tak ada yang lebih indah dari pernikahan yang diisi banyak cinta di dalamnya. Bahkan jika ada seorang laki-laki sholeh yang tinggal serumah dengan istrinya yang pendosa, tapi cinta tetap berhamburan dari rumah mereka. Menurut Dinda itu lebih baik dari pada dua orang yang semisal tahu agama, menikah, tapi tak ada cinta sebintik pun di dalamnya. --- Abi, Dinda memang masih sangat bodoh. Tapi --- 💧---"

"Tapi Ummi belum bisa ridho kalau kamu menikah dengan orang jauh, Nduk. Memangnya siapa nama pemuda itu? Tempat tinggalnya di mana kalau katamu orang Jawa Barat. Kamu tidak pernah memberi kami penjelasan yang pasti tentangnya."

"Sudah Ummi," kata Abi. "Tak perlu dirumitkan lagi. Bagaimana pun serahkan semuanya pada Allah. Dinda juga harus bisa mengerti situasi yang sedang ada di depan mata. Calon suamimu memang harus pilihanmu. Tapi kamu juga harus bisa mengerti apa yang Abi perlukan. Karena harapan satu-satunya yang bisa Abi andalkan, tidak lain hanya suamimu."

Saat percakapan itu usai, aku mengurung diri di kamar. Aku menghambur pada situasi yang tak kusangka akan jadi seperti ini.

Aku tak ingin berbohong mengenai apa yang aku rasakan pada dua laki-laki itu. Dan entah kenapa mereka berdua hadir dalam setiap petunjuk istikharahku. Ada dua cahaya yang bergantian mengisi mimbar pesantren. Ada dua cahaya yang mengapit jalanku. Ada pohon pinang yang bercabang dua. Ada dua merpati yang berlawatan di atas desa. Dan tak pernah ada kepastian yang begitu jelas dari mimpi-mimpi sebelumnya.

Imam Masa Depan [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang