IMAM MASA DEPAN
Written By: Sahlil GeBAB 6: Saktah, Ketika Napas Harus Tertahan Di Depanmu
Diunggah pada: 12/10/2017
Revisi: 13/10/2017***
Hak cipta diawasi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
***
BAB 6
SAKTAH, KETIKA NAPAS HARUS TERTAHAN DI DEPANMU
{Dinda Humaira Rasyid}
1
Whatsapp Messenger
[PESAN KEMARIN]
💬
...
"Jadi di kamar Akang cuma ada empat orang?"
"Iya, Dinda.""Oh, kalau di kamar aku ada lima orang. Aku, Mba Nadya, Teh Laras, Teh Wulan, dan Teh Dina."
"Tapi kadang pada sibuk masing-masing karena sudah semester lima."
"Akang nggak sibuk juga nih?"
"Tergantung, Dinda.""Maksudnya?"
"Mungkin mereka juga sibuk sama organisasi dan tugas kuliahnya.""Akang nggak gabung di UKM apa gitu?"
"Saya ikut di UPTQ."[PESAN HARI INI]
"UPTQ itu apa?"
...
***
Hari demi hari, entah apa yang merasukiku sehingga begitu keasyikan berbalas pesan dengan Abimana Ilyas. Aku mendadak resah jika dia tidak kunjung membalas. Kalau sudah begitu, aku membaca ulang semua pesan dari awal sampai akhir, lalu menyesalinya. Menyesal karena di sana aku terlihat cerewet sekali dalam tiap pesannya. Aku seperti menginterogasi, ini memalukan. Aku seperti curhat, ini lebih sangat memalukan lagi. Dan hal yang tak terduga adalah ketika aku mengadukan atap asrama yang bocor ke dia. Dan apa balasannya?
"Saya bukan tukang ledeng, Dinda."
Ya jelas dia jawabnya begitu. Apa-apaan aku ini! Abimana Ilyas itu santri, sama sepertiku. Mengadukan atap bocor tidak serta merta dia akan naik ke atap dan membetulkannya.
Tapi sungguh, untuk pertama kalinya aku berani memulai berkirim pesan dengan laki-laki selain Kakakku sendiri, ialah dengan Abimana Ilyas. Entah, padahal sebelumnya kepalaku hanya berisi pikiran menyebalkan soal Akang Komdis itu. Betapa menyebalkannya ketika dia menjadikanku sebagai lawan bersandiwaranya. Juga ketika dia menertawaiku saat malam pentas.
Semenjak dia meminjamkan payung padaku dengan cara terhormat, sekalipun dia berbohong, tapi akhirnya aku tahu. Seandainya dia itu laki-laki yang senang menggoda perempuan, pasti dia akan terang-terangan memberi payung itu dan mengatakan dengan jelas bahwa itu miliknya, barangkali supaya aku terkagum-kagum. Tapi nyatanya dengan caranya yang seperti itu, malah membuat aku semalaman tenggelam hanya untuk memikirkan itu. Betapa bodohnya aku bisa terperangkap dalam jerat sifat baiknya; betapa kejamnya aku yang merasa sebal seolah tak mau tahu dengan apapun alasan aku dipermalukan saat itu, padahal aku tahu dia hanya melaksanakan tugasnya; dan betapa beruntungnya aku pada deretan alasan yang malu untuk aku utarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Masa Depan [Segera Terbit]
Spiritual[Work ini berisi Buku 1 & 2] "Bagiku, kamu seperti tanda saktah dalam Al Quran. Hanya bisa kulalui setelah menahan napas sebentar saja."