TASBIH SANG KIAI
Written By: Sahlil GeBAB 8: Malam Panjang
Diunggah pada: 8 September 2018
Revisi: --/--/----***
Hak cipta diawasi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
******
Makasih banget sebelumnya buat yang sudah setia menanti unggahannya. Maaf juga karena nggak bisa buru-buru unggah pas vote udah nyampe 120. Saya baru beres KKN dan nyusun laporan ini-itu.
INFO:
Buat yang nanya kapan buka PO. Ini jadwalnya bisa disimpan.
Imam Masa Depan - 10 Oktober 2018
Tasbih Sang Kiai - 12 November 2018Untuk TSK nggak akan semuanya diunggah di wattpad. Paling nyampe bab 16/18. Sisanya ada di buku sampai tamat.
Dan biar kalian nggak tanya-tanya mulu soal PO. Itu patokan tanggalnya. Saran saya mah kalian ikutan di grup pembaca IMD. Bukan apa-apa tapi kalau kalian gabung di sana informasi soal unggahan dan PO bakal lebih mudah. Kalian nggak ketinggalan info sama sekali. Kurang lebih satu bulan lagi PO dibuka. Grupnya aman kok, nggak ricuh karena terkendali oleh admin.
Bahkan banyak yang udah dapet nomor antrean buat dapetin bukunya.
Link grup WA nya adi di bio profil wattpad saya. Bisa di cek dan tinggal masuk saja lewat link itu. Ini biar nggak nanya-nanya terus yang pengen beli bukunya. ☺ semoga bisa membantu.
***
Bantu saya temukan typo ya. Barangkali ada yang kelupaan.
***
{Faris Kamil}
Misai-misai daun pinus bermandi guyuran air langit yang pipi-pipinya menggelap. Guntur bertabrakan sejak sebelum rinai turun. Kami satu pasukan patroli berkumpul di gubuk kayu yang sudah sering kami jadikan posko. Entah kenapa kami sering kebagian air hujan saat berpatroli ke hutan pinus.
Roni, anggota baru sedang menaruh nasi di atas daun nyangkuh yang tadi ia petik sebelum hujan. Kami menggelar tikar untuk berlima. Pasukan dibagi dua. Ada yang ke hutan Utara dan aku mengetuai yang di Timur.
Aku dan ketiga anggota lainnya terpaksa membuka baju karena basah kuyup. Lalu kami menanggalkan baju-baju itu pada sampiran di tepi unggun kecil yang berkobar. Dengan harapan lekas mengering.
“Ron, baju basahnya lepas dulu. Nanti bengkeresan. Repot kalau sampai sakit. Sisanya biar aku yang urus,” kataku.
Dia mengangguk.
Sebelum berangkat patroli Dinda sudah aku mintai tolong untuk membuat bekal lebih banyak. Satu ceting nasi, sambal teri, tempe dan tahu goreng, sepoci besar air teh, dan balado telor yang mentahannya diambil gratis dari ternak Gus Alwi. Kini beliau Mas-ku juga.
“Ndan, ini santapannya lezat semua,” seru Badowi.
“Istri saya yang masak. Sengaja saya minta biar kita nggak kelaparan.”
“Padahal ketela di karung itu masih ada. Bisa kita bakar. Pas buat hujan ribut seperti sekarang.”
“Yo wes, terserah mau makan nasi dariku, atau mau bakar ketela. Bebas.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Masa Depan [Segera Terbit]
Spiritual[Work ini berisi Buku 1 & 2] "Bagiku, kamu seperti tanda saktah dalam Al Quran. Hanya bisa kulalui setelah menahan napas sebentar saja."