IMAM MASA DEPAN
Written By: Sahlil GeBAB 18 [B]: Labirin Patah Hati
Diunggah pada: 20/01/2018
Revisi: --/--/----***
Hak cipta diawasi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
***
BAB 18
LABIRIN PATAH HATIAbimana Ilyas
Bismillahirrohmanirrohim...
1
Saya mengikuti Kiai Husnu dari belakang. Masih merasa tidak enak karena tadi saya yang menawari beliau membeli sesuatu, tapi malah barang yang dibeli itu buat saya.
Tak lama kemudian beliau berhenti lagi di sebuah lapak yang di sana menggantung jasko aneka macam desain, pakaian muslim, dan tumpukan serban. Kali ini saya kapok menawari beliau belanja. Jadi saya cuma berdiri di belakangnya dan diam.
Dalam waktu singkat beliau sudah sukses bertransaksi untuk sehelai serban panjang. Dibentangkannya serban itu lalu beliau selendokkan di sekitar lehernya.
"Mari Kiai," saya mempersilakan beliau.
Lengan saya ditepuk olehnya tiga kali. "Saya senang dengan tempat ini," kata beliau. "Tidak heran Syekh Muhyi memilihnya sebagai tempat syiar. Kamu tahu apa alasannya?"
"Menurut Kiai sendiri, apa alasannya?"
"Ko malah balik tanya ke saya," dia seperti tertawa, tapi cukup samar. "Kan saya bertanya padamu."
"Kadang yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya, Kiai."
"Begitu?"
"Apa lagi, seorang Kiai pasti lebih banyak ilmunya dan-."
"Memangnya orang yang pantas jadi Kiai itu seperti apa menurutmu, Nak?"
Kenapa pertanyaannya diganti? Saya berpikir sesaat sambil mempersilakan Kiai Husnu melewati jembatan kecil. Beliau sepertinya nyaman sekali memakai serban yang baru dibelinya itu
"Menurut saya, orang yang pantas mendapat predikat Kiai zaman sekarang adalah dia yang ... apa ya? Mungkin penuh teladan, juga mampu mengenalkan sesuatu yang baru pada umat. Maksudnya, baru menurut saya bukan berarti mengada-adakan apa yang tidak ada. Misalkan saya ini bodoh tentang suatu ilmu, lalu Kiai Husnu memberi saya penerang mengenai itu. Bagi saya itu sesuatu yang baru, bukan? Dan ..." siang tadi gerimis, makanya saya sambil hati-hati sekali meniti jalan.
"Dan?"
"Kiai serius mau mendengar ocehan saya?"
"Loh, saya kan ndak tahu apa yang ada di kepalamu. Jadi itu sesuatu yang baru ketika kamu memberitahu saya. Ya to?"
Saya berkekeh. Tangan beliau menjulur minta dituntun saat melewati tangga batu licin, hanya beberapa anak tangga saja sebelum melewati gang kecil. Untung penerangan dari rumah warga cukup membantu jalan kami.
"Dan," saya tersenyum berusaha sesantun mungkin. Menurut saya Kiai Husnu ini orangnya asyik. "Sesuatu yang baru bisa berarti ... sesuatu yang memang baru. Aduh, Kiai saya bingung."
"Pelan-pelan."
"Umm, mungkin sebutannya konteks. Kehidupan di dunia ini akan terus bergerak. Hal baru juga muskil untuk kita tolak, karena mau tidak mau semua memang pasti akan dirasakan setiap manusia. Misalkan pemahaman fiqih harus dimantapkan, ushul fiqihnya juga sehingga masyarakat juga tidak main ketok palu tanpa landasan begitu saja. Ini menurut saya, Kiai. Ya maafkan kalau ngawur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Masa Depan [Segera Terbit]
Spiritüel[Work ini berisi Buku 1 & 2] "Bagiku, kamu seperti tanda saktah dalam Al Quran. Hanya bisa kulalui setelah menahan napas sebentar saja."