5 . Keputusan

1K 83 2
                                    

"Terima kasih ya, Mas."

Rara merapikan semua hasil cetak yang baru saja diantar oleh seorang kurir jasa ekspedisi. Seribu flyer, dua buah standing banner, dua ratus katalog produk, dua puluh lima voucher diskon belanja, tiga box kartu nama, dua ratus sticker dan beberapa materi promosi lain yang juga berfungsi sebagai pelengkap meja display.

Selang semenit Rara berniat menghubungi Mas Fajar, tiba-tiba muncul notifikasi WhatsApp masuk di handphone Rara. Kedua alisnya berkerut, bingung. Untuk kali pertama Mas Fajar menghubunginya via WhatsApp. Selama ini mereka hanya berkomunikasi melalui email.

Mas Fajar: Assalamu'alaikum, Mbak Rara. Maaf baru bisa konfirmasi. Kalau hari ini kita meet up sekitar jam tujuh malam bagaimana?

'Mas Fajar nggak marah kan ya? Maksudnya meminta Mas Fajar ke toko untuk mempermudah bawa semua hasil cetaknya. Dia merasa terbebani datang ke sini nggak ya? Di WhatsApp juga nggak bilang mau meet up di mana. Kalau gue tanya lagi, nanti malah disangka maksa suruh ke sini. Duh!' Rara panik sendirian.

Bagi Rara, merepotkan orang lain adalah satu hal yang tidak baik. Selagi sesuatu bisa dilakukannya sendiri, maka tidak perlu merepotkan orang lain. Sebab orang lain pun pasti punya urusan dan kepentingan masing-masing. Ia terbiasa menjadi seorang perempuan yang mandiri.

Rara menyetujui sebuah tulisan yang pernah ia baca di salah satu artikel, waktu adalah harta paling berharga bagi seseorang.

Kalau melihat dari jumlah hasil cetak pesanan Mas Fajar, rasanya mustahil mereka harus bertemu di cafe atau restoran. Walaupun mungkin bisa saja meminta kurir jasa ekspedisi untuk mengantarkan semua hasil cetak ke lokasi di mana Rara dan Mas Fajar bertemu nantinya. Namun Rara adalah tipe perempuan yang perfeksionis, ia berkewajiban untuk mengecek keseluruhan hasil cetak sebelum diserahkan kepada Mas Fajar. Sebaik-baiknya tempat untuk melakukan itu adalah tokonya sendiri, menurut Rara.

Rara: Wa'alaikum salam. Oh iya, nggak apa-apa, Mas Fajar. Kira-kira mau ketemu di mana? Biar saya estimasi waktu berangkat dari toko.

Rara menyerah. Selalu mengalah untuk kebaikan bersama. Egois sekali kalau tetap memaksakan kehendaknya. 'Nanti pakai taksi atau sewa mobil online aja deh,'pikir Rara, mencari solusi.

Mas Fajar: Di toko aja, Mbak. Nanti saya yang datang ke toko Mbak Rara yaa.

**

"Mbak Rara?"

Merasa namanya dipanggil, Rara menoleh. Mas Fajar sudah berdiri di depan toko Aqua Terrarium.

Sejujurnya peluang Rara untuk jatuh hati pada laki-laki ini sangat besar. Perawakannya hampir sempurna. Wajahnya oval dengan sedikit lesung pipit di pipi sebelah kanan. Kedua matanya agak sipit dan sudut-sudutnya tajam, seperti elang. Alisnya tebal. Ada sedikit kumis tipis di bagian bawah hidungnya. Warna kulitnya sawo matang dan aura wajahnya bercahaya, entah disebabkan oleh perawatan atau rajin ibadah. Rambutnya hampir gondrong, berwarna hitam pekat. Tubuhnya berisi tapi tidak gemuk, cukup atletis. Kalau disejajarkan dengan Rara, kepala Rara hanya setinggi ketiak Mas Fajar. Secara keseluruhan, penampilan Mas Fajar sangat rapi dan bersih. Dari ujung kepala sampai ujung kaki seperti terawat dengan baik.

"Silakan masuk, Mas Fajar."

Mas Fajar tersenyum, sangat ramah.

"Maaf yah jadi harus datang ke toko. Hasil cetaknya cukup banyak, agak sulit kalau harus bertemu di tempat lain," Rara mempersilakan Mas Fajar untuk duduk di kursi yang terletak di samping meja kerjanya.

"Iya, nggak apa-apa, Mbak Rara. Sudah saya duga hasilnya akan sebanyak ini," sahut Mas Fajar sambil memperhatikan hasil cetak pesanannya yang tersusun rapi di depan meja kerja Rara. "Oh iya, saya bawa ini, kira-kira Mbak Rara suka atau nggak? Soalnya nggak ada pilihan rasa pisang hehehe." Mas Fajar menyodorkan sebungkus roti bakar di dalam kantong plastik bening.

Merona OranyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang