Rara menyiapkan FAW beberapa file ilustrasi yang rencananya akan naik cetak malam ini. Dua minggu yang lalu, ia mendapatkan order cushion sebanyak tiga lusin untuk sebuah cafe yang khusus menjual makanan dan minuman yang terbuat dari buah durian di daerah Semarang. Temanya unik, tentang perkebunan durian. Brief yang diberikan dari klien pun sangat jelas dan detail. Dalam jangka waktu kurang dari dua minggu, Rara sudah menyelesaikan semua ilustrasi yang diminta. Hanya ada sedikit revisi di beberapa bagian, sehingga malam ini bisa mulai masuk proses produksi. Lebih cepat dari estimasi waktu yang telah Rara dan klien sepakati.
Selepas itu, ia kembali mengerjakan ilustrasi untuk project dari Mas Fajar. Sampai saat ini, Rara belum memberitahu Mas Fajar tentang rencana kepergiannya ke Jepang awal Desember nanti. Pun ia belum menjawab ajakan Mas Fajar pergi ke Italia. Rara masih memikirkan waktu yang tepat untuk membicarakannya.
"Mbak Rara mau menemani saya ke Italia?"
"Mmm... Mungkin seru sih. Dan pasti akan jadi pengalaman baru banget, soalnya saya belum pernah pergi ke Italia hehe. Tapi untuk iya atau nggak, boleh saya pikir-pikir dulu? Ada Aqua Terrarium yang nggak bisa saya tinggalkan. Dua minggu bukan waktu yang sebentar. Kita nggak tahu apa yang akan terjadi esok hari kan? Banyak hal yang harus saya pertimbangkan. Nanti saya kabari lagi, nggak apa-apa, Mas?"
Rara tidak akan pergi berdua ke Italia bersama Mas Fajar. Tidak akan pernah.
***
"Laporan Praktik Industri udah lo kumpulin ke sekretariat, Mer?"
"Udah tadi pagi. Pas banget sekretariat baru buka. Punya lo?"
"Barusan. Nih gue baru balik dari sana."
Di minggu pertama bulan Desember, Merona sudah mengumpulkan laporan hasil Praktik Industri. Kali ini Oca menjadi salah satu dari delapan mahasiswa pertama yang mengumpulkan laporan. Dalam hal perencanaan, Merona cukup andal. Ia mencicil materi-materi, yang sudah ia pastikan akan masuk ke dalam laporan, selama proses magang berlangsung. Saat pekerjaan di kantor sudah selesai, ia memanfaatkan waktu kosong untuk mulai menyusun penulisan laporan.
Tiga bulan masa kerja sebagai anak magang ia pergunakan dengan sebaik-baiknya. Sebab ia tahu, di minggu terakhir bulan Desember setiap mahasiswa sudah bisa mengajukan judul untuk Proposal Tugas Akhir. Hal ini bukan perkara mudah baginya. Bentuk Tugas Akhir setiap mahasiswa Desain Grafis bukan hanya laporan berupa karya tulis, melainkan juga membuat Display Karya Desain. Display karya justru mempunyai bobot penilaian paling besar ketika sidang kelulusan nanti. Oleh sebab itu, Merona ingin menyelesaikan Tugas Akhir dengan maksimal. Meski di tingkat pertama kuliah, Merona merasa sangat pesimis mampu sampai di titik ia berada sekarang. Merasa salah jurusan membuat pikiran Merona kalut tentang kelulusan. Namun ia wajib bertanggung jawab penuh atas apa yang telah ia pilih dan ia harus menjalankan masa-masa perkuliahan dengan sebaik-baiknya. Merona yakin, usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil.
"Eh, Mer. Si Kemal nggak ngehubungin lo lagi?"
"Nggak."
"Lo nggak mau ngehubungin dia duluan?"
"Buat apa?"
"Keep contact aja sih. Masa setelah dia pacaran sama si Stella, terus kalian jadi lepas hubungan gitu. Kayak orang nggak saling kenal padahal bertahun-tahun kayak orang pacaran tanpa status."
"Nah itu. Hubungan kakak-adik kita sebenarnya nggak sehat. Sialnya gue yang sakit sendirian."
"Iya juga yaa."
"Lagian gue nggak mau ganggu hubungan orang, Ca. Gue sangat membenci hal apa pun yang berkaitan dengan perselingkuhan, apalagi yang menjurus ke sana. Muak!"
"Mer, gue rasa keep contact bukan berarti ada niat jadi selingkuhan."
"Konteksnya di sini kan gue sayang dia, Ca. Gue ada rasa sama dia. Gue memang ingin berkomunikasi sama dia. Lantas ketika gue masih ingin dia ada buat gue dan gue tahu dia punya pacar, gue jadi penjahat dong? Gue sayang sama Kemal dan gue menghargai Stella. Kalau dia bahagia sama Stella, bukan sama gue, ya silakan. Gue juga nggak mau pacaran sama Kemal, Ca. Yaudaaa... Gue nggak mau memaksakan keadaan gue sama Kemal harus kayak dulu lagi, komunikasi nggak pernah putus. Sekarang udah beda kondisinya."
"Jujur sama gue deh, Mer. Kangen sama Kemal nggak?"
"Hahahahahaha. Banget, Ca! Tapi gue nggak punya hak untuk itu. Mungkin gue bisa belajar satu hal baru dari Kemal. Belajar ikhlas melepaskan apa yang memang bukan hak gue."
Oca tersenyum.
"Jangan senyum-senyum gitu ke gue. Ngeri."
"Sial lo, Mer! Eh, kalau si Dimas masih suka ganggu lo nggak?"
"Nggak usah dibahaslah. Nggak penting." Ia mengambil tas di atas meja. "Kantin, yuk! Gue butuh asupan jus pisang nih."
"Overdosis pisang lo lama-lama, Mer! Tinggal gelantungan aja lo di atas pohon."
***
Januari 2010.
Papa sakit lagi. Aku menulis ini di ruang tunggu rumah sakit. Papa mendapat serangan stroke lanjutan. Tiba-tiba saat sarapan hari ini, Papa jatuh tersungkur dari kursi ke bawah lantai. Piring makan Papa pecah. Nasi dan lauk pauk berserakan di lantai. Tangan dan kaki sebelah kanannya tidak bisa berfungsi, sebab Papa mengalami penyumbatan di saraf kepala sebelah kiri.
Bunda panik dan langsung membawa Papa ke rumah sakit. Aku ikut, izin tidak masuk sekolah.
Dokter menyarankan Papa untuk rawat inap. Saat ini Bunda sedang menemani Papa di kamar inapnya. Sebenci apa pun Bunda pada Papa, aku yakin di dalam lubuk hatinya paling dalam ia masih mencintai Papa. Namun mungkin rasa itu sedikit tertutup, terlalu kecewa atas tindakan Papa yang kemarin.
Sebab kalau tidak ada lagi cinta untuk Papa, Bunda tidak akan sepanik itu melihat Papa ambruk. Bahkan tadi Bunda sempat menangis saat menjelaskan tentang kondisi Papa pada dokter.
Aku tidak berharap banyak dari kondisi Papa sekarang. Mungkin ini adalah teguran dari semesta atas tindakan gegabah Papa kemarin. Mungkin ini adalah cara semesta untuk mengingatkan Bunda bahwa di dalam hatinya masih ada cinta untuk Papa. Mungkin ini adalah cara semesta untuk membuat Papa dan Bunda kembali berdamai. Barangkali seperti ini cara semesta memberi petunjuk bahwa ada segala macam kemungkinan yang akan terjadi di hari esok dan kita tidak akan pernah mengetahui apa itu.
Ah, iya. Beberapa waktu lalu aku berkenalan dengan seorang teman di Twitter. Ternyata kita satu sekolah tapi beda kelas. Aku tidak kenal dia sebelumnya. Tapi kemarin, aku berhasil mengetahui siapa sosok di balik akun Twitter itu. Besok akan aku ungkap!
Tulisan hari ini aku akhiri. Aku izin pada Bunda mau membeli beberapa camilan di kantin rumah sakit, tapi mampir sebentar duduk di sini dan malah menulis.
Lekas sembuh dan kembali seperti dulu yaa, Pa. Merona kangen.
Xoxo, Merona.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Merona Oranye
Ficción General"Sampai pada akhirnya yang tetap adalah yang tepat." Jangan sengaja berjalan untuk mencari. Terus saja melangkah. Dalam perjalanan, kamu akan menemukan. Ah, sesungguhnya dipertemukan, oleh semesta. Selamat menemukan! ❤ __________ Cover Design : sace...