"Lo nggak bisa bohong sama perasaan lo terus-menerus, Mer."
Rara menghela napas panjang. Jari-jemari tangan kanannya sibuk mengaduk banana milkshake di atas meja.
"Sebenarnya gue nggak yakin sama apa yang gue rasain, Ca. Mungkin ini perasaan kagum aja karena Mas Fajar terlihat hebat dan baik di mata gue. Mungkin hanya sebatas itu."
"Jatuh hati bukan namanya?" Oca menyimpulkan.
Rara diam.
"Firasat gue sih kuat banget ya, Mer. Mas Fajar naksir elo. Nggak tau sih tahapnya udah sampai mana. Yaudalah, kalian punya perasaan yang sama. Coba dijalanin dulu masa nggak bisa?"
"Itu cuma asumsi lo aja, Ca. Gue nggak mau membenarkan."
"Terus buat apa dia ngajak elo ke Italia? Buat apa dia minta elo nemenin ke sana? Well, konteksnya dia ke sana itu buat urusan bisnis. Lo pernah bilang kalau Mas Fajar ingin bisnisnya bertumbuh dengan baik kan? Itu adalah mimpinya. Mer... Lo diikutsertakan dalam proses mencapai mimpinya. Apa namanya kalau dia nggak suka sama elo?"
"Caaa... lo terlalu berlebihan. Siapa tahu dia cuma nyari teman. Mungkin dia lagi nggak mau sendirian ke Italia. Mungkin dia cuma mau gue melek dunia luar."
"Lo terlalu skeptis!"
"Gue hanya melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, Ca."
"Gue nggak ngerti lagi gimana caranya supaya lo bisa sembuh dari trauma lo sama cinta, sama laki-laki, sama apa pun yang membuat lo jadi hilang kepercayaan, Mer."
Rara masih menyibukkan diri dengan memutar sendok di dalam gelas banana milkshake. Semua yang dikatakan Oca adalah benar. Untuk kesekian kalinya ia membenarkan perkataan Oca. Rara bukan tidak bisa jatuh cinta lagi, ia hanya tidak mau. Rara bukan tidak bisa percaya pada laki-laki, ia hanya tidak mau. Trauma di dalam dirinya terlalu banyak dan saling tumpang-tindih menimbulkan endapan. Terlalu banyak bisik tentang ketakutan yang bergemuruh di dalam kepala dan enggan pergi.
Selepas keputusan untuk resign dari kantor Start Up E-commerce dan kemudian memulai bisnis cushion, Rara coba mengganti identitasnya. Ia ingin menjalani hidup yang baru. Perubahan ia mulai dengan mengganti nama panggilan.
Sejak kecil ia akrab dipanggil Merona. Ia tidak ingin ada Merona dewasa di kemudian hari. Terlalu banyak yang Merona rasakan, yang Merona tanggung sendirian. Terlalu banyak air mata yang lahir bersama Merona. Terlalu banyak kesedihan yang Merona simpan di masa remaja. Kelak ketika dewasa, ia tidak ingin membawa turut serta semua hal itu, hal-hal yang tidak pernah ia minta pada semesta. Ia ingin mengubur dan memenjarakan semua kenangan yang terjerembap di dalam diri Merona.
Merona Oranye.
Ia memilih nama Rara untuk panggilan barunya. Ia ingin mengenalkan nama Rara pada dunia. Rara yang lebih kuat. Rara yang ingin fokus pada pertumbuhan masa depan. Rara yang lebih kokoh. Rara yang ingin bermanfaat untuk banyak orang. Rara yang penuh optimisme dan bertanggung jawab penuh atas kebahagiaan dirinya sendiri. Rara yang ingin menyebarkan kebahagiaan untuk orang lain. Rara yang lebih ingin bersemesta.
Namun dari segala hal yang ingin ia ubah, ada endapan trauma yang masih ikut serta membayangi Rara dewasa. Ada bibit trauma yang tumbuh pada diri Merona. Rara tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Rara tidak bisa memungkiri bahwa pada kenyataannya ia bukan orang lain bagi Merona.
Merona tetap menjadi bagian kehidupan Rara. Merona adalah masa lalu di hidup Rara. Baik Merona maupun Rara, mereka tetap satu. Seorang Merona Oranye.
"Gue mau ke Jepang, Ca."
"Eh? Kapan? Ada urusan apa?"
"Gue ikutan event Gallery Art Batch 2 gitu di sana. Semacam pameran ilustrasi. Pengumuman seleksi karya kemarin malam. Nama gue lolos."

KAMU SEDANG MEMBACA
Merona Oranye
Ficción General"Sampai pada akhirnya yang tetap adalah yang tepat." Jangan sengaja berjalan untuk mencari. Terus saja melangkah. Dalam perjalanan, kamu akan menemukan. Ah, sesungguhnya dipertemukan, oleh semesta. Selamat menemukan! ❤ __________ Cover Design : sace...