Event Gallery Art Batch 2 akan berlangsung selama tiga puluh hari di bulan April. Sedangkan persiapan akan dimulai dari minggu kedua bulan Desember sampai minggu terakhir bulan Maret. Akan ada dua musim yang Rara lewati selama di Jepang, musim dingin dan musim semi. Ini adalah pengalaman pertama bagi Rara dapat ikut berpartisipasi menjadi bagian dari event besar tersebut.
Meski terselenggara baru satu kali di tahun lalu, namun event ini mendapat apresiasi yang sangat baik dari para penikmat seni dan masyarakat umum. Banyak permintaan yang masuk untuk panitia penyelenggara agar event ini diadakan secara berkala, misal setiap satu tahun sekali. Banyak pula ilustrator mancanegara yang ingin ikut serta menciptakan karya bersama. Sebab pada event sebelumnya hanya para ilustrator yang sudah sangat terkenal yang dapat berpartisipasi.
Ketika mengetahui informasi tentang Open Registration untuk event Gallery Art Batch 2 di salah satu forum komunitas ilustrator yang ia ikuti, Rara langsung memilih beberapa portofolio karya terbaik yang pernah ia ciptakan. Ternyata proses seleksi berlangsung sangat cepat dan nama Rara lolos menjadi salah satu dari dua puluh ilustrator mancanegara terpilih.
Konsep yang diusung event Gallery Art Batch 2 ini dibagi menjadi dua jenis pameran, yaitu karya individu dan karya kolaborasi.
Di pameran karya individu, para ilustrator diberikan dua area untuk dua buah karya berbeda. Sedangkan untuk pameran karya kolaborasi, dua puluh ilustrator terpilih akan dibagi menjadi lima tim dan masing-masing tim terdiri atas empat orang. Masing-masing tim akan membuat ilustrasi di kanvas sebesar 2 x 4 meter, memanjang ke samping. Yang menjadi sebuah tantangan untuk karya kolaborasi adalah para ilustrator di dalam satu tim tentu saja memiliki ciri khas gaya ilustrasi yang berbeda-beda dan mereka harus bisa menyatukan keempat gaya ilustrasi menjadi kesatuan karya yang utuh dan menarik.
Rara membaca peraturan peserta event Gallery Art Batch 2 dengan sangat teliti. Selain Rara, terpilih dua peserta lain yang berasal dari Indonesia, ada Ben dari Bogor dan Qiya dari Bali. Selama tinggal di Apato (apartemen) dalam jangka waktu kurang lebih enam bulan ke depan, Rara dan Qiya akan menjadi teman tidur satu kamar.
Saat ini Qiya, yang berusia dua tahun lebih tua dari Rara, sedang berada di dalam kamar mandi. Mata Rara berkeliling memperhatikan barang bawaan miliknya yang masih berserakan di dalam kamar. Tiba-tiba matanya tertuju ke salah satu benda di antara tumpukan sweater di sudut tempat tidur. Sebuah keychain berbentuk boneka pisang. Sebentar Rara terdiam, kemudian menggigit bibir bawahnya.
**
"Loh? Mas Fajar? Ada apa ke toko malam-malam begini?"
"Syukurlah Mbak Rara masih ada di toko. Saya pikir karena besok akan terbang ke Jepang, hari ini toko tutup."
"Hmmm.. Kenapa nggak telepon dulu saja, Mas?"
"Handphone saya tertinggal di rumah, Mbak. Oh iya, ini ada sedikit bingkisan. Bukan sesuatu yang wah dan mahal sih, mungkin Mbak Rara suka." Mas Fajar memberikan sebuah keychain berbentuk boneka pisang tanpa bungkus kado dan meletakkannya di atas telapak tangan Rara. "Kemarin saya nggak sengaja menemukan keychain ini di salah satu etalase toko di mall. Tiba-tiba teringat Mbak Rara yang suka sekali pisang, saya langsung membelinya hehe."
Rara terdiam. Ada satu gemericik kecil di dalam dada. Mata Rara tertuju pada keychain boneka pisang yang ada di genggaman tangannya sekarang.
"Boleh Mbak Rara bawa ke Jepang, mungkin pisang ini bisa menemani Mbak Rara selama di sana. Semangat ya, Mbak, semoga event-nya berjalan lancar," Mas Fajar tersenyum, hangat dan terlihat sangat tulus.
Rara masih terdiam.
"Yasudah, saya nggak berlama-lama di sini. Saya pamit ya, Mbak."
Baru saja Mas Fajar melangkahkan kaki menjauhi toko, panggilan Rara menghentikan langkahnya. "Mas Fajar... Dua minggu lagi jadi ke Italia?"
"Iya."
"Umm.. Saya nggak punya apa-apa yang bisa saya berikan sebagai ganti keychain boneka pisang ini. Maaf ya, Mas." Rara merasa bersalah pada dirinya sendiri, juga pada Mas Fajar. Beberapa waktu lalu Mas Fajar memintanya menemani pergi ke Italia tetapi Rara menolak. Sekarang Mas Fajar memberikan sesuatu untuk menemaninya pergi ke Jepang. Rara merasa sangat bersalah.
"Saya ikhlas memberikannya, Mbak. Saya nggak mengharapkan apa pun dan nggak meminta ada timbal balik. Lagipula keychain boneka pisang itu nggak seberapa hehehe."
Mas Fajar menundukkan kepala dan sedikit membungkukkan badan pertanda izin pamit pergi. Ia menuju parkiran mobil. Punggungnya menghilang dari pandangan mata Rara.
"Lagipula keychain boneka pisang itu nggak seberapa hehehe."
Rara tertegun. Meski bagi Mas Fajar, keychain boneka pisang itu tidak seberapa, namun kenapa seolah memiliki arti untuk Rara saat ini? Kenapa Mas Fajar sangat baik padanya? Alasan apa yang membuat Mas Fajar mau melakukan ini semua?
***
"Gue nggak paham deh."
"Gue juga."
"Nyebelin sih. Banget. Rasanya gue ingin berkata kasar, Mer."
"Gue cuma bisa ketawa, Ca. Hahaha."
"Karena Kemal dan Stella putus?"
"Bukan. Menertawakan diri gue sendiri, Ca. Padahal sudah bersikeras nggak mau hanyut, tapi tetap hanyut juga."
"Lo masih terbawa perasaan, Mer. Kalau dia serius ajak lo jalan berdua, lo mau?"
Merona diam. Malam ini Merona dan Oca berjanji makan malam berdua di dekat kantor Oca, di daerah Lenteng Agung.
"Kok diam, Mer?" Oca menatap tajam ke arah Merona.
"Egois nggak kalau gue mau jalan berdua sama Kemal? Dari tahun 2010 gue kenal Kemal, Ca. Hampir empat tahun. Sekali pun nggak pernah ketemuan jalan berdua."
"Mmm... Perasaan lo ke Kemal gimana?"
"Entah." Merona memutar kepala ke arah kiri sehingga ia bisa melihat pemandangan jalan Lenteng Agung malam hari yang dipenuhi oleh kendaraan pribadi dan angkutan umum yang melaju.
"Kayaknya gue hanya penasaran karena nggak pernah sama sekali," desis Merona pelan, mungkin terdengar oleh Oca.
***
Juli 2010.
Papa pensiun. Bukan pensiun dini. Memang masa aktif kerja Papa sudah selesai. Papa akan mulai menghabiskan banyak waktu di rumah. Aku masih belum bisa memaafkan Papa. Meski sejujurnya, aku sangat merindukannya. Aku bisa melihat Papa setiap hari di rumah. Tetapi bukan itu. Aku kehilangan sosok seorang Papa yang sesungguhnya di rumah ini. Kenangan Papa selingkuh bukan sesuatu yang bisa dengan mudah aku lupakan.
Aku harus menerima kenyataan bahwa kondisi di dalam rumah memang tidak bisa seperti dulu lagi. Hangat. Penuh keceriaan. Penuh curahan kasih sayang. Penuh gelak tawa. Tapi aku memilih diam. Papa juga diam. Kedua kakakku diam. Bunda menjadi penengah di antara kami.
Tahun depan aku kuliah. Bunda bilang aku tidak perlu mengkhawatirkan soal biaya, sebab aku tahu biaya kuliah itu tidak sedikit. Bunda bilang ada tabungan untuk pendidikanku sampai aku lulus kuliah. Bunda sudah menyiapkan semua itu. Dalam hal keuangan, Bunda sangat baik perihal menyimpan dan menyisihkan. Sepertinya kelak aku harus belajar dari Bunda tentang mengatur keuangan yang baik. Hmm..
Aku ingin kuliah. Aku tidak ingin menyia-nyiakan harapan Bunda, sebab ia sudah memikirkan biaya kuliah sampai aku lulus wisuda. Di tengah karut-marut masalah di rumah, Bunda masih memikirkan masa depanku. Aku harus rajin belajar.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Merona Oranye
General Fiction"Sampai pada akhirnya yang tetap adalah yang tepat." Jangan sengaja berjalan untuk mencari. Terus saja melangkah. Dalam perjalanan, kamu akan menemukan. Ah, sesungguhnya dipertemukan, oleh semesta. Selamat menemukan! ❤ __________ Cover Design : sace...