Rara membuka mata perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah cahaya lampu kamar yang menyilaukan. Tubuhnya tertutup oleh selimut lembut berwarna putih yang cukup tebal. Di pergelangan tangan kiri terpasang selang infus. Rara jatuh sakit. Sudah seminggu kondisi kesehatan tubuhnya menurun.
Rara demam dan suhu tubuhnya naik-turun tidak menentu. Suhu tubuh tertinggi pernah mencapai angka 40 derajat celcius. Nafsu makan Rara juga menurun, hal ini menyebabkan ia menjadi lemas karena tidak ada asupan makanan yang masuk. Qiya pernah memaksanya makan bubur, tetapi kemudian Rara memuntahkan semua bubur yang masuk dari dalam mulutnya. Ben berinisiatif membawa Rara ke dokter. Qiya menyetujui. Diagnosis dokter adalah Rara menderita tifus.
Sudah satu hari satu malam Rara terbaring di kamar rawat inap rumah sakit. Semalam Rara tidak bisa tidur. Banyak hal yang mengganggu pikiran. Project ilustrasi kolaborasi yang belum rampung. Karya individu kedua yang masih harus melalui proses finishing. Ia merasa sangat menyia-nyiakan waktu hanya merebahkan tubuh di kamar rawat inap rumah sakit padahal ada banyak sekali hal yang harus ia lakukan, sebab tujuan awal keberangkatannya ke Jepang bukan untuk liburan dan hanya bersenang-senang. Ia adalah salah satu peserta event besar yang dalam kurun waktu sebulan lagi akan menyelenggarakan Grand Opening. Rara merasa bersalah karena kondisi kesehatan tubuhnya menurun di saat yang tidak tepat. Sulit menjadi seorang Rara yang sangat overthinking. Rara berharap ia dapat lekas sehat dan bisa kembali beraktivitas.
Drrt... drrtt...
Handphone Rara bergetar. Ada telepon masuk dari Oca.
"Lo dirawat, Mer???"
"Iya. Ca, gue kangen elo."
"Ya ampun, Mer. Gue nggak bisa ke sana. Sori, gue baru bisa hubungin elo yaa. Gue lagi di Semarang nih, ada kerjaan kantor. Sinyal gue agak susah di sini."
"Gue tahu lo nggak mungkin ke sini juga, Ca. Jauhhh."
"Kata dokter, lo harus dirawat sampai kapan?"
"Entah... Nggak sampai seminggu. Tergantung kondisi gue, Ca."
"Lo jangan banyak pikiran deh. Fokus lo sekarang sehat aja, maksimalin waktu untuk istirahat di rumah sakit."
"Nggak bisa, Caaa.. Rasanya kepala gue mau meledak mikirin banyak hal."
"Eh! Lo mau sembuh atau nggak???!!"
"Caaa, gue lagi sakit malah dimarahin."
"Geregetan gue! Gini deh, lo bayangkan aja semua hal yang menyenangkan. Tiap shalat banyak berdoa biar lekas sehat. Jangan musingin hal-hal yang bisa lo abaikan untuk sementara waktu. Fokus sehat. Fokus sehat. Fokus sembuh!"
"Caaa..."
"Iyaa?"
"Ada nggak sih, lo versi cowok di dunia ini?"
"Wait? Lo butuh cowok nih sekarang?"
"Hmm... Nggak juga sih. Gue cuma mau sembuh sekarang."
"Eh, Mer! Teleponnya gue tutup dulu yaa. Urgent nih. Jangan banyak pikiran! Cepet sembuh! Gue bantu doa dari Semarang yaahh. Byeee."
Rara meletakkan handphone di atas meja kecil, di samping tempat tidur. Tubuhnya masih terasa lemas. Tadi pagi, Rara mendapat sarapan dari rumah sakit dan ia mulai bisa makan dengan lahap. Rara bersyukur sebab ia sudah tidak muntah lagi.
Matanya berkeliling memperhatikan kamar rawat inap rumah sakit yang hening. Satu kamar ini berisi tiga tempat tidur dan dua tempat tidur di sebelahnya kosong. Rara sendirian. Baru saja ia memejamkan kedua matanya, tiba-tiba terdengar suara dua ketukan pintu kamar. Dikiranya yang mengetuk pintu adalah perawat membawa makan siang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Merona Oranye
General Fiction"Sampai pada akhirnya yang tetap adalah yang tepat." Jangan sengaja berjalan untuk mencari. Terus saja melangkah. Dalam perjalanan, kamu akan menemukan. Ah, sesungguhnya dipertemukan, oleh semesta. Selamat menemukan! ❤ __________ Cover Design : sace...