📓1 - Aku yang Berbeda

20.9K 2.1K 655
                                    

Rasanya dunia hanya terbangun untuk orang-orang ekstrovert. Dan orang-orang introvert sepertiku harus bersandiwara agar sama dengan mereka.

. . .

Kakakku, Zara pernah berkata bahwa hidup memang kejam. Namun apabila hidup dipenuhidengan orang-orang yang menyayangimu, maka kekejaman hidup tidak akan terasa.Dia benar. Namun, aku bukanlah dirinya yang seorang ekstrovert. Dia bisa dengan gampangnya membuat sebuah lingkuppertemanan. Sementara aku harus berjuang untuk membuat diriku betah denganorang-orang sekeliling. Aku menikmati kesendirian dan Kak Zara menikmatikeramaian. Benar-benar berbanding terbalik, bukan?    

Aku sadar hidup memang keras. Tetapi aku harus jauh lebih keras untuk bisa menaklukkannya. Karena itu, sedari tadi aku bereksperimen dengan penampilanku. Akusudah bertekad berpura-pura menjadi orang lain. Aku tidak lagi berdandan cupuseperti di sekolahku sebelumnya. Maksudku, aku tidak memakai kacamata bututyang selalu kupakai ke mana-mana. Aku juga tidak mengenakan baju lusuh dankulitku juga sudah tidak terlalu dekil. Aku mencoba bergaya seperti orang lain.Aku tidak mau diinjak seperti dulu lagi. Berbagai cara akan kulakukan walaupunaku harus berpura-pura menjadi orang lain. 

Setelah selesai mengurus penampilanku, aku turun untuk makan bersama.

Jefri mengalihkan pandangan ke makanannya. "Dia agak beda dari biasanya. Bukannya lo pake kacamata ya? Kacamata lo mana?" tanyanya sambil menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutnya.

"Di tas," ucapku canggung.

Jefri melambaikan tangan ke arahku seakan-akan aku buta. "Lo bisa ngelihat gue?"

Aku jadi kikuk dibuatnya. "Bisa. Minusku udah berkurang jadi 0,75. Jadi nggak pakai kacamata juga udah kelihatan kok." Aku menunduk. Memangnya aku buta sampai tidak melihatnya? Setidaknya walaupun minusku tinggi, aku bisa melihatnya walau buram.

"Oh, bagus deh. Sering-sering aja lo kayak gini," celetuknya, lalu kembali makan.

"Kamu perginya sama Om aja ya." Om Willy berkata setelah dia hampir selesai menghabiskan sarapan rotinya.

"Nggak usah Om. Pao berangkat naik bus aja."

"Bener?"

Aku mengangguk cepat.

Sebenarnya aku bukan tidak mau. Hanya saja aku bingung harus berbicara apa sepanjang di dalam mobil. Beginilah susahnya menjadi orang kaku dan kikuk.

"Ya udah kalau itu mau kamu."

Aku bernapas lega. Untung saja Om Willy mengerti.

"Jefri berangkat ke kampus dulu ya."

Aku menoleh ke arah Bang Jefri.

"Tumben cepet berangkatnya, Jef?"

Jefri mendesah. "Biasalah, Ma. Dosen suka gitu, seenaknya nyuruh-nyuruh mahasiswa buat datang pagi-pagi."

"Oh gitu, ya udah, hati-hati."

"Oke. Dan kamu, Pao." Bang Jefri menunjukku. "Selamat bersekolah di sekolah yang baru."

Napasku tercekat. "Makasih, Bang."

Spontan senyumkumengembang. Aku tidak dekat dengan saudara-saudaraku. Melihat Bang Jefri peduli,sudah cukup membuat diri ini senang. Bahagiaku sederhana, cukup mendapatkankepedulian dari orang-orang terdekatku.  

. . .


HHari ini adalah hari pertamaku bersekolah di SMA Trijaya. Aku benar-benar excited. Ketika sedang mencari ruang kepala sekolah, tanpa sengaja aku melihat seorang cewek berbandana merah sedang mendorong seorang cewek yang berbadan mungil darinya dengan kasar. Di belakangnya ada dua orang yang bergaya sama sepertinya. Tatapan mereka terlihat bengis, membuatku teringat dengan Monica CS. Aku ingin menolong cewek itu, namun kuurungkan niatku segera. Aku tidak mau terkena masalah. Berpura-pura tidak melihat, aku berjalan kembali mencari ruang kepala sekolah. Tidak butuh waktu lama, aku menemukan ruang kepala sekolah yang berada di sudut ruangan.

Diary Of an Introvert (REPOST)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang