❝Ambil topeng lalu mainkan sandiwaramu.❞
. . .
Aku mengucek mata setelah alarm berdering beberapa kali yang sempat kuabaikan. Aku merindukan Bunda yang seringkali membangunkanku di jam lima dan berkata bahwa saat itu sudah jam delapan hingga aku harus berlari terbirit-birit ke kamar mandi. Dengan rasa malas-malasan, aku beranjak dari kasur dan keluar pintu.
"Pao, semangat!" Perasaan tadi masih jam lima, tetapi kenapa Bang Jefri sudah bangun?
Aku berjalan melewatinya dan turun ke lantai bawah. Bang Jefri dengan setia mengikutiku dari belakang.
"Gue tadi dibangunin Revi."
Dari ekor mata, dapat kulihat Bang Jefri mengamatiku. Aku berpura-pura saja sibuk sendiri dengan mengambil air putih lalu meneguknya.
"Lo udah enakan?"
"Enakan apanya?" tanyaku berpura-pura tidak tahu.
"Revi cerita soal lo di sekolah. Gue tahu semuanya."
Wajahku memerah sembari mendelik Bang Jefri. Bibirku seakan kaku untuk berucap. "Revi, cerita?"
Anggukan kepala dari Bang Jefri membuatku seketika lemas.
"Jangan bilang ke Om Willy sama Tante Tiara ya, Bang. Pao nggak mau mereka jadi ikut dalam masalah Pao. Pao bisa kok nyelesain masalah Pao sendiri."
Bang Jefri tampak khawatir denganku namun seketika wajahnya berubah. Dia seperti mempunyai ide untuk mengerjaiku. "Siap! Tapi ada syaratnya."
"Apa?" Aku berujung was-was.
"Tiap hari abang yang nganterin kamu ya."
Aku melemah. "Yah, jangan itu dong, Bang. Yang lain aja."
"Ya udah, nanti abang bakal bilang ke papa sama mama."
Aku mendecak sebal. Sejak kapan Bang Jefri menjadi tukang pengadu?
"Oke, oke, tapi ada syaratnya."
"Abang boleh nganterin aku, tapi nggak jemput aku. Oke?"
"Oke. Deal!"
Aku bersiap-siap mandi dan mengenakan seragam. Setelah selesai, aku turun ke bawah dan menaiki motor Bang Jefri. Motor bebeknya melaju membelah jalanan raya.
Bang Jefri memberhentikan motornya hanya di depan gerbang sekolah. Aku menghela napas lega.
"Semangat, Pao!"
Aku membalikkan badan dan melihat Bang Jefri membuat gerakan seakan menyemangatiku. Aku tersenyum melihatnya lalu memberikan jempolku.
Kuhirup napas sedalam-dalamnya sebelum memasuki gerbang sekolah. Aku harus siap dengan konsekuensi apapun. Mau di pandang sampai sehina apapun, aku harus kuat bersekolah di sini.
Di sepanjang koridor, kulihat tidak seintens seperti kemarin. Mereka lebih sibuk dengan aktivitas sendiri-sendiri. Tanpa sadar, hatiku sedikit tenang.
"Zelin!"
Aku berhenti sejenak, seperti ada yang memanggilku.
"Cepet banget sih jalannya, capek gue lari-lari ngejar lo."
"Ada apa?" tanyaku baku.
"Ya elah, jangan gitu dong, Zel. Lo bikin kita semua nggak enak aja."
"Aku nggak ngerti."
"Ke kelas bareng yuk!" Bukannya menjawab, Revi malah memeluk bahuku dan mengiringiku menuju kelas.
Sesampainya di kelas, kupandangi semua teman sekelasku duduk rapi di meja masing-masing. Aku duduk di bangkuku dan Revi ikut duduk di sebelahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Of an Introvert (REPOST)✔
Novela JuvenilFollow @ranikastory on Instagram. Diary Series [1]: Ini aku dan kisahku yang selalu dianggap berbeda hanya karena diriku seorang introvert yang hidup dalam dunia ekstrovert. Aku membenci diri dan hidupku hingga satu per satu kejadian menyadarkanku a...