❝Dibalik sebuah kisah abu-abu, tersimpan kasih antara dua insan manusia.❞
. . .
"Kamu nggak marah soal tadi malam, kan?"
Aku bergeming. Kilasan bayangan Arlan menciumiku kembali menyerbu.
"Aku mau pulang," sahutku cepat.
"Oke, aku anterin kamu pulang."
Aku manggut-manggut mendengar jawabannya. Baru juga kami ingin keluar rumah, kami sudah dikejutkan dengan kehadiran Rifen di depan pintu.
"Pao ngapain di sini?" Rifen bertanya dengan sirat wajah keterkejutan yang kentara.
"Lo yang ngapain di sini!" Arlan menyahutinya. Aku menghembuskan napas perlahan.
Rifen memasang wajah isengnya. "Hayo, kalian ngapain?" Kedua matanya memicing dan menatapku jahil.
Tidak ada di antara aku dan Arlan yang menjawab. Aku benar-benar kelimpungan.
"Ya udah ah. Kalian diem aja. Kayak ngomong ama tembok," sosor Rifen masuk ke dalam rumah. Aku menganga melihat tingkahnya.
"Ngapain lo ke rumah gue?" tanya Arlan sembari bersidekap. Aku berdiri di belakangnya.
"Gue bosen di rumah. Nggak ada siapa-siapa."
Beberapa menit kemudian, Bibi yang bekerja di rumah Arlan menyeduhkan minuman. Aku mengernyit, perasaan denganku saja tidak pernah seperti itu.
"Makasih, Bibi!" serunya dengan nada lembut sekali untuk didengar.
"Sama-sama, Den," jawabnya ramah.
Setelah Bibi itu pergi, Arlan langsung menghempaskan dirinya di sebelah Rifen.
"Bi Inah aja suka sama lo."
"Pesona gue emang nggak ada yang bisa ngebantah, Ar," sahutnya sambil menyesap minuman oranye-nya.
"Dasar! Abang lo kapan ke Jakarta?"
"Nggak tahu deh. Betah banget dia di Skotlandia."
"Lo nggak mau nyusul ke sana gitu?"
"Ngapain? Mending gue di sini deh. Di sana nggak ada yang gue cari."
"Lo ngapain di situ, Zel? Duduk sini sebelah gue."
Langsung saja Arlan menoyor kepala Rifen. "Awas lu kalau embat punya gue."
"Ampun, Bos!" Dia membuat pose mengangkat kedua tangan.
Aku tertawa kecil melihat mereka berdua begitu akrab. Perasaan di sekolah, aku tidak pernah melihat mereka seakrab itu. Terakhir kali aku melihat mereka malah berantem. Apa aku saja yang kuno ya?
Lambat pergi sekolah namun cepat pulangnya. Jadinya aku banyak tidak tahu apa-apa.
"Kalian balikan ya?"
Pertanyaan Rifen sukses membuatku tersedak.
"Nggak kok," kilahku.
"Nggak tapi reaksinya segitunya banget," ucapnya terdengar santai.
"Jangan mulai, Fen." Arlan memperingati.
"Aura kalian beda banget. Kalian ngapain semalaman?"
"Otak lo mesum aja ya."
Rifen malah terbahak. "Bosan gue. Mana besok udah masuk sekolah lagi."
Bel pintu rumah berdering.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Of an Introvert (REPOST)✔
Novela JuvenilFollow @ranikastory on Instagram. Diary Series [1]: Ini aku dan kisahku yang selalu dianggap berbeda hanya karena diriku seorang introvert yang hidup dalam dunia ekstrovert. Aku membenci diri dan hidupku hingga satu per satu kejadian menyadarkanku a...