📓27 - Kekhawatiran

6.9K 759 92
                                    

Lebih baik sakit di badan daripada sakit di hati.

. . .

Aku tidak ke sekolah, memberi alasan sakit sebagai alibi. Untungnya orang-orang di rumah pada percaya. Tante Tiara malah menyuruhku untuk tidak sekolah dulu. Mungkin karena  wajahku yang terlihat pucat seperti mayat dan mataku yang bengkak seperti digigit lipan.

Lagipula aku benar-benar tidak enak badan. Tubuhku panas dan kepalaku terasa pusing.

Setelah lama menatap cermin, aku mengambil ponsel yang berada di atas nakas lalu duduk bersandar di atas kasur.

ANTI PEMES SQUAD (4)

Elisa Prasanti
lo di mana zel??

Revita Sari
Iya, lo sakit apa?

Aku tersenyum kecil, dikhawatirkan orang-orang membuatku terharu.

Zelin Fauziyah
Gapapa kok, cuma lagi gaenak badan aja

Elisa Prasanti
GWS ZELINKUU😭😭
gue berasa jomblo duduk sendirian

Revita Sari
GWS ZELINKUU😭😭 (2)
Lo emg jomblo lis

Elisa Prasanti
yatapi jgn dinampakin dongg

Zelin Fauziyah
Udah2 hahaha
Besok aku masuk kok, maaf yaa lis
Karena aku gamasuk, kamu jadi duduk sndirian deh

Elisa Prasanti
janji bsok masuk?

Zelin Fauziyah
Iyaa, janji

Setelah membalas pesan di grup APS, aku melihat pesan-pesan lain yang berada di bawah pesan grup. Ada pesan dari Arlan dan ... Rifen. Aku malah membuka pesan dari Arlan.

Arlan Mahendra
Kamu sakit apa?
Cepat sembuh yaa
Jangan sakit2
:')

Aku menghela napas dan kembali tidur, tidak membalas pesannya. Saat ini aku hanya ingin memanfaatkan waktu cuti sehariku untuk tidur sepuasnya.

. . .

Mendadak aku terbangun ketika mendengar suara ribut di bawah. Perlahan aku duduk bersandar sembari mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya masuk. Tanganku juga refleks memegang kepala yang masih terasa pusing.

"Zulfa."

Kedua mataku mengerjap. Kedua telinga kugosok dengan telapak tanganku.

Zulfa? Itu kan nama Bunda. Apa aku salah dengar?

Aku menguap saat pintu kamar terketok. Bukannya membuka pintu, aku malah menyibakkan selimut dan berpura-pura tidur. Pelan-pelan langkah kakinya mendekatiku.

"Pao?" Tubuhku disenggol, namun aku masih enggan membuka mata.

"Bunda pulang."

Aku tersentak. Perlahan kelopak mataku terbuka. Mataku berkaca-kaca saat melihat Bunda benar-benar nyata berada di sampingku.

Apa aku sedang bermimpi?

"Bunda?"

Aku memegang pundaknya, memastikan bahwa semua itu bukan ilusi.

"Iya, ini Bunda Nak."

Tak peduli apapun, aku memeluknya erat. Betapa aku merindukan Bunda, walau aku tahu kenyataannya Bunda lebih menyayangi Kak Zara dibanding aku.

"Bunda ke mana aja? Pao kangeun."

Kalau sudah rindu, air mata takkan bisa terbendung. Walau sedang kesal-kesalnya.

Diary Of an Introvert (REPOST)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang