❝Jarak itu bukan masalah, bagaimanapun kita masih melihat satu langit yang sama.❞
. . .
Aku mengerjapkan mata ketika mendengar suara ribut menggelitik telingaku. Sebenarnya mata ini masih mengantuk. Tetapi keributan ini benar-benar mengangguku.
"Zelin, bangun!"
Sekarang badanku sudah di goyang-goyangkan. Aku menghembuskan napas lalu duduk.
"Kenapa sih, Rev?" tanyaku masih mencoba tersadar sepenuhnya.
"Racha on the way pagi ini."
"Otw ke mana?" tanyaku lagi.
"Skotlandia."
"APA?"
Spontan aku berteriak. Kesadaranku kini kembali sepenuhnya.
"Buruan siap-siap. Pesawatnya take off jam 8."
"Tapi aku belum mandi."
"Yaudah buruan mandi, Zelin!"
Segera aku bergegas mengambil handuk dan baju di almari lalu keluar dari kamar.
"JANGAN LAMA-LAMA!"
Jantungku berdebar kencang, mempercepat aktivitas mandiku dan langsung bergegas bersiap-siap.
"Gue pinjem kaos lo ya."
"Iya, pake aja," jawabku sambil sibuk menabur bedak bayi di wajahku.
"Elis udah di bawah. Ayo!"
Revi keluar kamar mendahuluiku. Aku membelakanginya lalu turun ke lantai bawah. Di depan rumah sudah terparkir sebuah mobil sedan berwarna merah.
"Woi, cepetan!"
Kepala Elis menyembul ke luar jendela. Segera kami bergegas memasuki mobil Elis.
"Lo tahu darimana Racha hari ini ke Skotlandia?"
"Mamanya Racha nelpon mama gue. Untung aja gue kebangun cepet."
Revi berdecak. "Tuh anak mau pergi nggak bilang-bilang."
"Nah itu, gue aja kaget pas tahu Racha mau pergi." Terdengar jelas deru napas Elis sedang memburu.
"Udah jam berapa?" Elis bertanya dengan matanya masih terfokus pada jalanan.
Spontan aku mengambil ponsel di saku dan melihat layar.
"Setengah delapan."
"Sial!"
Elis langsung mengegas mobilnya melaju. Jantungku berdegup kencang dibuatnya.
Sesampainya di bandara, kami malah tidak diizinkan masuk ke dalam boarding room. Kulirik jam sudah menunjukkan pukul 7:45 WIB. Tidak ada waktu lagi.
"Udah mau jam delapan," bisikku di telinga Revi.
Wajah Revi berubah menjadi tegang. Selanjutnya apa yang dilakukannya membuatku melongo.
"Pak, tolong, Pak. Temen saya ngutang sama saya. Saya ini orang kurang mampu. Saya harus ngambil uang saya. Tolong saya, Pak."
Melihat Revi yang menatap memohon kepada kedua petugas bandara, petugas itu tampak tidak tega. Merekapun mengizinkan kami masuk namun mengingatkan untuk tidak berlama-lama di dalam ruangan tersebut.
Kami langsung berlari menuju boarding room.
"Racha!"
Racha yang duduk di bangku ruangan menoleh ke belakang. Spontan dia berdiri. Wajahnya tampak terkejut melihat kehadiran kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Of an Introvert (REPOST)✔
Fiksi RemajaFollow @ranikastory on Instagram. Diary Series [1]: Ini aku dan kisahku yang selalu dianggap berbeda hanya karena diriku seorang introvert yang hidup dalam dunia ekstrovert. Aku membenci diri dan hidupku hingga satu per satu kejadian menyadarkanku a...