15

65.1K 5.3K 218
                                    

Destia menatap bingung Mamanya yang mengeluarkan tas ransel Destia yang paling besar, lalu memasukkan beberapa baju Destia. Setelahnya sang Mama masih memilah beberapa peralatan mandi dan make-up yang kemudian juga turut dimasukkan ke dalam tas.

"Mama sedang apa?" akhirnya Destia bertanya.

"Kamu harus segera pergi. Mama tidak sanggup lagi melihat kamu terus-menerus menderita. Di sini Mama akan berusaha menghalangi Papa untuk mencarimu." Jelas Nia.

Destia memeluk Mamanya erat. "Tapi Mama tidak akan bisa menahan Papa selamanya."

"Memang tidak. Tapi Mama sudah menyiapkan rencana untuk menghentikan Papamu. Setelah ini Mama janji dia tidak akan bisa berbuat semena-mena pada kita lagi."

Air mata Destia menitik. Dia mencium pipi sang Mama berkali-kali. "Baiklah, Ma."

Setelahnya Nia menghela sang Putri menjauh agar ia bisa kembali menyiapkan kebutuhannya. "Kali ini jangan lupa bawa ponsel dan dompetmu. Apa kau masih ingat jalan menuju rumah yang kau tinggali ketika Papamu menemukanmu?"

"Iya."

"Kalau begitu bawa mobil sendiri."

Destia mengangguk. Dia hanya duduk menunggu di pinggir ranjang karena ia tahu Mamanya butuh melakukan semua itu untuknya agar beliau tidak merasa dirinya sendiri tidak berguna.

"Ma, sebenarnya Silvi itu siapa?"

Pertanyaan Destia yang tiba-tiba membuat gerakan Nia terhenti selama beberapa saat. Setelah tarikan nafas panjang, ia kembali melanjutkan kegiatannya mengepak barang-barang Destia yang mudah dibawa.

"Dia pacar Papamu."

"Apa Papa selingkuh?" Destia mulai merasa geram.

"Sebenarnya mereka sudah pacaran sejak sebelum Mama dan Papa menikah."

"Kenapa Papa tidak menikahi wanita itu saja dari pada terus-menerus membuat hidup Mama menderita?"

Nia mendesah. "Kami menikah karena perjodohan. Saat itu Mama menerima perjodohan ini karena memang sedang tidak memiliki kekasih dan sangat menghormati permintaan mendiang kakekmu. Tapi Papamu—" lagi-lagi Nia mendesah. "Menerima perjodohan ini karena terpaksa. Jadilah dia selalu melampiaskan rasa frustasinya karena tidak bisa hidup bersama kekasihnya pada Mama."

"Itu keterlaluan sekali." Gerutu Destia kesal. "Dan mereka tetap berhubungan setelah kalian menikah?"

"Mungkin. Mama juga baru mengetahui tentang hal itu ketika kamu sudah menempuh pendidikan di TK. Tanpa sengaja Mama bertemu seorang wanita ketika sedang berbelanja yang mengaku sebagai teman pacar Papamu. Dia terlihat sangat bersemangat menceritakan tentang kisah asmara mereka dan secara sengaja menyindir Mama. Seolah-olah Mama adalah orang ketiga."

"Apa Mama masih ingat wajah wanita itu? Destia sangat ingin mencakar wajahnya."

Nia terkekeh. "Sudah bertahun-tahun yang lalu. Berpapasan di jalan pun mungkin Mama tidak akan bisa mengenalinya."

Destia hanya tersenyum kecil. Sebenarnya dia sudah memikirkan hal ini sejak pulang dari rumah keluarga Rena. Dan akhirnya sebuah kesimpulan berhasil Destia dapatkan.

"Bagaimana pendapat Mama kalau Destia menikah dengan seseorang seperti Rafka suami Rena?" Destia bertanya hati-hati. Dia memang tidak peduli dengan pendapat Papanya. Tapi pendapat sang Mama sangat penting bagi Destia.

"Menikah dengan lelaki tampan dan sopan seperti Rafka? Tentu Mama sangat setuju." Sahut Nia tanpa mengalihkan perhatian dari kegiatannya.

"Maksud Destia, tentang profesi Rafka yang dulu. Seorang mantan gi—" Destia menggigit bibir karena merasa tidak sanggup untuk melanjutkan.

The Guy and Little Girl (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang