29

50.3K 4.4K 410
                                    

Satu minggu sudah berlalu sejak kedatangan Diaz di rumah besar keluarga Rayyandra. Butuh waktu dua hari baginya untuk meredakan kemarahan sang Papa karena keinginannya untuk menetap di rumah itu. Dan butuh dua hari pula merayu sang Papa agar diijinkan masuk ke perusahaan.

Alan bersikap seolah merendahkan Diaz karena posisi yang ia berikan ialah pengawas lapangan. Bukannya duduk nyaman di dalam ruangan ber-AC, Diaz harus berpanas-panasan di bawah terik matahari untuk mengecek satu-persatu aset Rayyandra Group.

Hal itu sama sekali bukan masalah bagi Diaz. Terutama karena sebelumnya Alan sudah memberitahukan rencananya melalui sebuah surat. Ya, begitulah cara mereka berkomunikasi. Mungkin bisa dikatakan berlebihan. Tapi keduanya tidak mau mengambil resiko rencana mereka hancur sebelum berjalan. Akan tiba waktunya nanti mereka bisa menunjukkan secara terang-terangan permusuhan ini.

Sebuah kebetulan yang menguntungkan, saat ini seluruh penghuni rumah besar itu sedang duduk bersantai di ruang keluarga sembari menunggu makan malam dihidangkan. Biasanya masing-masing memiliki kesibukan sendiri dan jarang berkumpul kecuali waktu sarapan dan makan malam.

Jelas ini kesempatan langka. Karena itu Alan tidak akan menyia-nyiakannya.

Alan menoleh ke arah Paman Edsel yang saat ini terlihat serius membaca koran. "Paman, aku sudah membuat laporan ke kantor kepolisian tingkat Provinsi tentang kasus pembunuhan beruntun di keluarga Rayyandra."

Seketika semua mata tertuju ke arah Alan dengan berbagai ekspresi. Kecuali anak-anak yang masih tidak terpengaruh dan tidak teralihkan dari kegiatan mereka.

"A—apa maksudmu?" Paman Edsel bertanya terbata. Wajahnya mulai memucat.

"Aku merasa ada yang salah dengan kepolisian tingkat kota di daerah ini. Jelas-jelas terjadi pembunuhan secara turun temurun di keluarga ini. Tapi pihak kepolisian seolah tutup mata." Alan mendesah. "Karena itu aku menghubungi kepolisian tingkat Provinsi dan membuat dua laporan. Tentang kasus pembunuhan dan dugaan adanya kasus suap di dalam kepolisian kota. Baru saja aku mendapat laporan bahwa mereka akan mengirim tim khusus ke sini beberapa hari lagi. Selain itu jika dugaan kasus suap benar adanya, kepolisian Negara akan ikut turun tangan secara langsung. Bagaimana pun ini menyangkut nama baik kepolisian Negara."

Hening.

Wajah-wajah yang masih menatap Alan terlihat sama. Pucat pasi. Hanya Diaz, Lilian dan Ricky yang tidak menampakkan ekspresi apapun.

"Paman tidak ingin berkomentar sesuatu?" desak Alan.

"Alan." Viktor yang berbicara. "Aku tahu bahwa yang kau maksud pembunuh di rumah ini adalah diriku. Tapi kau sungguh ceroboh dengan membicarakan rencanamu secara terbuka seperti ini. Apa kau sadar bahwa aku bisa membocorkan hal ini pada kepolisian kota? Lalu kami bekerja sama untuk membunuhmu dan membuatnya seolah kecelakaan?"

Alan menyeringai. "Terima kasih karena kau juga telah membocorkan rencanamu." Lalu dia beralih kembali ke arah Paman Edsel. "Paman, aku membutuhkan uang dalam jumlah besar. Karena itu aku berencana untuk menjual setengah saham Rayyandra Group."

"Apa maksudmu, hah?" pertanyaan diiringi bentakan itu terlontar dari bibir Ricky. Akhirnya topeng berwajah datar yang biasa ia gunakan pecah.

"Kenapa Kakak yang marah?" tanya Alan dengan kening berkerut.

"Ah, Ricky hanya terlalu kaget, Alan." Paman Edsel membela. "Berita ini sungguh di luar dugaan. Dari dulu Rayyandra Group merupakan milik tunggal keluarga Rayyandra. Tidak ada yang pernah menjual saham satu persen pun. Kau bisa menyebabkan kekacauan di dalam perusahaan kalau sampai hal seperti ini terdengar oleh para direksi."

"Kekacauan seperti apa maksud Paman?"

"Yah, mereka pasti akan menentang. Pro dan kontra akan terjadi. Dan yang paling buruk jika sampai para karyawan dan petinggi perusahaan nekat mogok kerja. Rayyandra Group bisa hancur secara perlahan."

The Guy and Little Girl (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang