2

122K 8.8K 537
                                    

Cerita ini bagian dari Trilogy of Night Club

1. Kekasih Akhir Pekan

2. Polisi Penggoda

3. The Guy and Little Girl

-------------------------

Rasa sakit yang serasa membuat kepalanya pecah adalah hal pertama yang menyambut Destia ketika dirinya mulai terjaga. Wanita itu mengerang pelan sambil memijat kepala, sedangkan kelopak matanya mengerjap-ngerjap agar terbuka.

Selama beberapa saat Destia hanya diam dengan posisi berbaring telentang. Dia berusaha memfokuskan pandangan di antara rasa sakit yang terus mendera kepalanya.

Merasa yang dilakukannya sia-sia, Destia memukul pelan keningnya dengan harapan dapat meredakan rasa sakit itu. Perlahan dia bertumpu pada satu siku lalu bangkit duduk di pinggir ranjang.

"Maaa!" panggil Destia.

Dia menunggu sahutan dari Mamanya sambil terus memijat kening.

"Mamaaaa!" kali ini suara Destia lebih keras.

KLEK.

Destia tersenyum ketika mendengar pintu kamar terbuka. Tidak peduli bahwa usianya sudah hampir mendekati dua puluh tujuh tahun, Destia tetap manja pada Mamanya.

"Bagaimana perasaanmu?"

DEG.

Destia mengangkat kepalanya secara tiba-tiba. Matanya yang baru saja bisa melihat dengan jelas kembali langsung bertemu pandang dengan mata hitam pekat yang seolah akan menghisapnya.

Ini pasti ulah Papa, pikir Destia kesal.

"Siapa yang memberimu izin masuk ke kamarku?" bentak Destia sambil melotot.

Alan yang kini berdiri menjulang di depan Destia berdecak kesal. "Aku tidak perlu izin untuk masuk ke kamar ini."

Mendadak Destia bangkit dan mengangkat dagunya tinggi-tinggi untuk menantang mata lelaki itu. "Dasar kurang ajar. Keluar dari kamarku sekarang juga sebelum aku menghajarmu!"

"Kau yang kurang ajar, gadis kecil. Harusnya kau belajar bagaimana cara berbicara yang benar pada orang yang lebih tua darimu." Geram Alan sambil mendorong kening Destia dengan ujung jari telunjuknya.

Gadis kecil?

Destia tertegun. Alisnya bertaut ketika otaknya berputar dengan cepat.

Selama ini memang hampir semua orang yang baru ditemuinya pasti menganggap dirinya anak-anak atau remaja. Tapi cara lelaki di depannya ketika menyebut dirinya 'gadis kecil' terasa familiar, hingga ingatan dalam alam bawah sadarnya seperti berusaha muncul ke permukaan.

"Kenapa? Mulai ingat aksi tidak bertanggung jawabmu semalam di club?" sindir Alan.

Seperti bendungan yang jebol, kilasan kejadian semalam membanjiri benak Destia. Mulai dari pertengkaran dengan Papanya hingga aksi nekat Destia melarikan diri dari rumah hanya bermodalkan beberapa lembar uang.

Wajah Destia merona malu ketika dia mulai bisa mengingat perbuatannya di club walau hanya berupa potongan-potongan ingatan. Dia menggigit bibir sambil menatap sekelilingnya. Benar saja. Dia tidak sedang berada di kamarnya. Kamar bernuansa abu-abu itu terlihat jelas sangat maskulin. Berbanding terbalik dengan kamarnya sendiri yang sangat feminim dan didimonasi warna biru lembut.

Destia menunduk menatap jemarinya yang kini saling bertaut dengan gugup. Dia malu sekali dan sangat ingin kembali ke kasur empuk di belakangnya lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut untuk menghindari tatapan tajam nan menusuk lelaki di depannya.

The Guy and Little Girl (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang