11

69.4K 5K 177
                                    

Cahaya mentari yang menyeruak dari sela tirai jendela menerpa wajah Alan. Lelaki itu mendesah kesal dan sedikit menggeliat karena merasa tidurnya terganggu. Dia mencoba kembali tidur, namun gagal karena mendadak kepalanya pening seperti baru menghantam tembok.

Alan mengerjap beberapa kali sebelum berhasil membuka mata sepenuhnya. Tangannya terangkat untuk memijit kepala demi meredakan sedikit rasa peningnya.

Lelaki itu sedikit bingung dengan kondisi tubuhnya. Tidak pernah sebelumnya Alan merasa sangat lesu dan kesakitan begitu bangun tidur. Biasanya dia akan merasa amat bugar karena telah mengistirahatkan tubuhnya.

Sebelum kebingungannya berhasil menemukan jawaban, Alan dibuat heran dengan kenyataan lain.

Dia menyadari ada lengan yang melingkari pinggangnya dari belakang karena posisinya tidur menyamping. Perlahan Alan menyentuh lengan itu untuk memastikan dirinya tidak berhalusinasi. Sebuah gerakan terasa di punggung Alan.

DEG.

Alan menelan ludah. Kepanikan mendadak melingkupi dirinya. Entah apa yang membuatnya yakin, tapi hanya satu nama yang melintas di pikirannya ketika menduga-duga siapa orang yang tidur di belakangnya.

Dengan amat pelan, Alan mencoba melepas pinggangnya dari belitan lengan itu. Nafas lega keluar dari bibirnya ketika Alan berhasil melakukan itu tanpa membangunkan si empunya lengan. Lalu dengan sama pelannya, dia turun dari ranjang.

Tubuhnya yang tanpa busana, sama sekali tidak membuat Alan kaget lagi. Dia meraih celananya yang tergeletak di lantai lalu memasangnya tanpa suara. Setelahnya, Alan bertekad langsung keluar tanpa melirik wanita yang masih terlelap di ranjang.

Begitu tangannya menyentuh pintu, keraguan menyelimuti dirinya. Akhirnya Alan menyerah. Perlahan dia menoleh.

Kemarahan menggelegak dalam hatinya ketika melihat tubuh Destia yang hanya dibalut selimut. Alan bahkan bisa melihat bekas ciuman di dada Destia yang tidak tertutup selimut. Lalu pandangannya terpaku pada bercak merah yang mengenai selimut. Rahang Alan berkedut. Dia sungguh marah. Lebih tepatnya marah pada dirinya sendiri.

Tanpa menoleh lagi, Alan meraih jaket dari gantungan baju lalu segera keluar meninggalkan rumahnya.

***

Restoran itu lumayan sepi karena sekarang sudah lewat jam makan siang. Sengaja Alan memilih waktu seperti sekarang karena dirinya hendak membicarakan sesuatu yang serius dengan orang yang ditunggunya sedari tadi.

Sebenarnya orang yang ditunggunya bukan datang terlambat. Tapi Alan yang datang lebih awal. Bahkan dia sudah berada di restoran itu sejak sebelum waktu makan siang. Tadinya ada Rafka yang menemaninya. Tapi sahabatnya itu harus kembali ke kantor.

Setidaknya perasaan Alan mulai sedikit tenang setelah bercerita pada Rafka.

Benak Alan melayang kembali ke memori semalam. Walau samar, dia masih ingat beberapa detail kejadian itu. Mulai dari dirinya mabuk, hingga Destia yang membantunya ke kamar, lalu—Argh.

Alan mengacak rambutnya sendiri dengan frustasi. Sebelumnya dirinya tidak pernah mabuk. Dia tidak pernah lepas kendali dan selalu menjaga batasnya mengkonsumsi alkohol. Tapi pertemuannya dengan Viktor berhasil melenyapkan ketenangannya. Dan akibatnya, dia malah menambah masalah baru.

"Kau terlihat sangat kusut."

Tanpa menoleh, Alan sudah tahu siapa yang berbicara padanya lalu duduk di hadapannya itu.

"Jangan menggangguku sekarang, Freddy. Aku sedang banyak masalah." Gerutu Alan sambil meminum kopinya.

"Hei, kau yang mengundangku ke sini." Protes Freddy kesal.

The Guy and Little Girl (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang