36

52.4K 4.5K 310
                                    

Di saat sebagian besar penduduk dan kepolisian setempat sibuk memadamkan api dan berusaha menemukan korban, rombongan polisi dari provinsi mendatangi kediaman Rayyandra dan sepuluh keturunan orang-orang yang turut menandatangi surat perjanjian keluarga Rayyandra.

Seorang lelaki berpakaian seragam polisi lengkap dan berkacamata hitam, turun dari salah satu mobil polisi. Dia berdiri dengan tenang memperhatikan rumah besar di hadapannya.

Setelah memastikan seluruh personil polisi berada di posisi masing-masing, lelaki itu berjalan menuju pintu depan rumah besar keluarga Rayyandra. Dengan ketenangan layaknya predator yang menanti mangsa, dia menekan bel dan menunggu penghuni rumah membuka pintu.

Beberapa saat kemudian, seorang pelayan keluar. Dia menatap bingung lelaki itu.

"Tolong panggilkan penghuni rumah ini!"

Nada perintah yang digunakan lelaki itu membuat si pelayan buru-buru masuk kembali ke dalam rumah. Beberapa saat kemudian, pelayan itu keluar lagi dengan wajah cemas dan takut.

"Di-di rumah hanya ada Nyonya Mia. Tapi ma-maaf, dia tidak bisa menemui Anda. Sakit kepalanya kambuh sejak tadi pagi." Pelayan itu menjelaskan dengan terbata.

"Baiklah, tidak masalah. Aku akan menunggu sampai mereka datang menemuiku." Ujar lelaki itu lalu berjalan kembali ke mobilnya. Dengan santai dia duduk di kap salah satu mobil.

Pelayan itu terlihat sangat bingung dengan wajah memucat. Tapi akhirnya dia memilih menutup pintu meninggalkan lelaki itu sendirian di halaman rumah.

Tak lama kemudian, polisi-polisi yang tadi menyebar ke sekeliling rumah datang sambil menyeret tiga orang yang meronta-ronta berusaha melarikan diri. Ketiga orang itu adalah Paman Edsel, Ricky dan Mia.

Lelaki itu tersenyum sinis lalu berjalan mendekati ketiga orang itu. Perlahan dia melepas kacamata hitamnya. Ketiga orang itu terkesiap melihat mata abu-abu yang mereka kenali.

"Senang bertemu denganku lagi?" tanya lelaki yang tak lain adalah Freddy Keegan.

"Bagaimana bisa kau masih hidup?" tanpa sadar Paman Edsel menanyakan itu.

"Butuh lebih dari sekedar kebakaran untuk membunuhku." Jelas Freddy dengan nada sombong.

"Lalu, dimana Lilian?" Ricky bertanya. Harapan membuncah di dadanya.

"Kenapa kau peduli? Kau yang membakar rumah itu dengan pengetahuan bahwa Lilian berada di dalamnya." Sahut Freddy sinis.

"Brengsek! Katakan saja apa adikku selamat?"

"Dia sedang menanti kalian di penjara."

Ketiga orang di depan Freddy terlihat lega. Hal itu membuat Freddy berdecak malas. "Kalian begitu mengkhawatirkan anggota keluarga kalian tapi sama sekali tidak memikirkan perasaan keluarga orang yang kalian bunuh." Mendadak Freddy menertawakan dirinya sendiri. "Kenapa aku harus menanyakan sesuatu yang begitu jelas? Orang egois pada dasarnya memang seperti ini. Tidak peduli perasaan orang lain. Yang penting diri sendiri bahagia. Cepat bawa mereka ke kantor polisi. Yang lain pasti sudah menunggu."

Dengan sigap semua personil polisi mematuhi perintah Freddy. Mereka segera membawa ketiga orang itu ke dalam mobil yang langsung melaju diiringi beberapa mobil polisi yang lain.

Freddy sendiri sudah berada di dalam salah satu mobil. Orang yang mengemudi di sebelahnya adalah polisi provinsi dengan jabatan yang sama dengannya. Tapi anehnya, semua personil polisi ini-termasuk polisi di samping Freddy-malah mengikuti perintahnya yang hanya seorang polisi dari kantor kepolisian kota.

Mati-matian Freddy berusaha menyembunyikan senyum gelinya. Walau semua ini terlihat lucu, tapi menurut Freddy cukup wajar. Pada dasarnya Freddy memang memiliki aura pemimpin. Tidak akan ada orang yang sanggup menolak perintahnya.

The Guy and Little Girl (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang