23

59.3K 4.5K 137
                                    

Setelah puas tertawa akhirnya Destia menyarankan untuk pergi ke kebun stroberi di pinggiran kota. Salah satu kebun buah terbesar di daerah itu yang mengizinkan para pengunjung memetik langsung buah dari kebun.

"Aku baru tahu kalau ada pemilik kebun yang baik di daerah ini." ujar Alan setelah memarkir mobilnya.

"Baik?" tanya Destia.

"Tentunya hanya orang baik yang mengizinkan para pengunjung bebas memetik buah di kebunnya."

"Ah, iya. Lebih baik lagi kalau tidak perlu membayar uang masuk." Destia terkikik.

"Harusnya tadi kita bawa karung beras untuk menampung buah stroberi." Alan mengerling dengan senyum geli.

"Belum sampai keluar kebun, kita pasti sudah diteriaki maling stroberi. Jangankan satu karung, bahkan satu butir saja tidak boleh dibawa pulang."

"Jadi, untuk apa bayar mahal-mahal?" tanya Alan tidak suka.

"Tapi kita boleh makan sepuasnya, kan?" jelas Destia.

Alan berdecak seraya menatap sekeliling. Ada kekaguman tersendiri di hatinya terhadap kebun itu karena Alan juga sedang tertarik untuk membuat kebun anggur.

Selesai dengan urusan administrasi, mereka dibekali satu keranjang penampung buah dan panduan sederhana untuk mengetahui buah yang sudah siap panen.

Entah siapa yang memulai, jemari mereka saling bertaut ketika menyusuri kebun itu. Cuaca sedikit mendung hingga panas matahari tidak begitu terik.

"Tadi petaninya bilang di sebelah sana banyak stroberi yang sudah bisa dipanen." Tunjuk Destia ke salah satu bagian kebun dengan bersemangat.

Alan hanya mengangguk tanpa bisa menyembunyikan senyum senangnya melihat antusiasme Destia. Tanpa melepaskan jemari mereka, Alan mengikuti langkah Destia.

"Coba cari di sini saja." Ujar Alan

Destia mengangguk dan langsung membungkukkan tubuhnya ke arah salah satu buah. Tapi mendadak dia segera menegakkan tubuh kembali sambil memegang bokongnya yang baru saja di tepuk Alan.

"Dasar mesum!" umpat Destia pada Alan.

"Kau yang mesum." Alan melotot. "Kenapa kau membungkuk seperti itu? Mau memamerkan tubuhmu?"

Perlahan Destia menunduk menatap gaun selututnya. Dia kembali menoleh ke arah Alan sambil menyeringai. "Aku lupa kalau memakai rok. Kukira sedang memakai celana."

Alan menatap Destia dengan sorot tidak percaya. "Kau lupa apa yang sedang kau kenakan saat ini? Jangan bilang kau juga lupa sedang mengenakan bra warna apa."

Destia menunduk, mengintip dari bagian atas gaunnya. "Merah terang." Sahut Destia dengan wajah polos.

Alan langsung terbahak karena tingkah Destia. Kalau sudah bersikap seperti itu dan dipadukan dengan wajah imutnya, Destia sungguh seperti anak kecil.

"Hentikan! Sekarang cepat petik stroberinya. Atau aku akan tergoda untuk menelanjangimu di sini." Ujar Alan masih dengan sisa-sisa tawa.

"Kedengarannya mengasyikkan." Ujar Destia dengan senyum jenaka.

"Tapi sayang, aku terlalu takut dihajar massa atas tuduhan pencabulan terhadap anak di bawah umur."

Senyum Destia berubah menjadi masam. Setelah menghentakkan kaki sekali untuk menunjukkan kekesalannya, Destia langsung duduk bersimpuh tanpa menghiraukan gaunnya yang menyentuh tanah. Sedangkan Alan duduk bersila dengan nyaman di atas tanah.

Destia memetik sebuah stroberi lalu menyodorkannya ke depan. "Cobalah, Kak!"

Alan menggigit daging buah stroberi di tangan Destia. "Aku tahu kenapa kau memintaku mencobanya. Karena rasanya asam. Kalau manis pasti kau tidak akan mau membaginya."

The Guy and Little Girl (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang