"Kerja yang bagus, Diaz." Alan memuji sambil menepuk bahu Diaz.
"Aku hanya mengikuti rencanamu, Kak." Ujar Diaz yang merasa malu karena mendapat pujian.
Dari awal Alan memang tidak berniat menjual saham. Yang ingin dia jual adalah aset kekayaan Rayyandra Group. Sesuai surat warisan yang dipercaya turun temurun, harta keluarga Rayyandra tidak boleh dialihkan selama masih ada keturunan Rayyandra yang hidup. Karena itu Alan memilih untuk menjualnya saja dan menggunakan uang hasil penjualan untuk membangun kebun anggur impiannya.
"Ada sesuatu yang masih mengganjal di benakku sekarang. Ah, lebih tepatnya ada banyak. Tapi satu ini sangat menyita pikiranku." Ungkap Alan membuat perhatian tiga orang di hadapannya fokus pada dirinya.
Tidak seperti sebelumnya, sekarang mereka tidak khawatir lagi untuk membahas masalah apapun tanpa harus sembunyi-sembunyi. Toh bendera perang sudah dikibarkan. Apa lagi yang harus disembunyikan? Selain itu musuh mereka pasti membutuhkan waktu yang lama untuk memperbaiki atau membeli baru alat mata-mata yang sudah Fajar dan Freddy hancurkan.
Seperti saat ini. Alan, Freddy, Ratna dan Diaz duduk nyaman di sebuah cafe tidak jauh dari perusahaan Rayyandra Group. Mereka berbincang santai membahas banyak hal.
"Apa itu?" Freddy menanyakan maksud pernyataan Alan sebelumnya.
"Tentang surat wasiat yang ditinggalkan pendiri Rayyandra Group. Bahkan bentuknya pun aku tidak tahu."
"Apa kau sudah mencarinya di rumah besar itu?" tanya Freddy lagi.
"Aku sudah mencarinya dan juga menanyakan hal ini pada Paman Edsel beberapa hari yang lalu."
"Kemungkinannya ada dua. Paman Edsel menyembunyikannya atau dia memang tidak tahu karena pendahulumu menyimpan surat itu dengan baik." Freddy menyimpulkan.
"Papa mungkin tahu sesuatu." Diaz berkata. "Apa sekarang Papa sudah boleh terlibat dalam rencana kita?"
"Kurasa memang sudah waktunya." Alan meringis. "Dan memang sudah waktunya kita menerima omelan dan ceramah panjang lebar dari Kak Viktor. Dia pasti tidak akan diam saja setelah mengetahui kita bersandiwara di depannya dan merencanakan semua ini."
Freddy tertawa keras. "Kuharap Viktor adalah tipe orang tua yang akan menggunakan sabuk untuk mencambuk anak-anak nakalnya. Pasti sangat menyenangkan melihat pria-pria dewasa menangis kesakitan."
"Kalau kami dihukum, kau pasti juga akan mendapat hukuman." Alan mencibir Freddy. "Susah payah Kak Viktor menjauhkan kami dari tempat ini tapi kau malah membuat kami berkumpul di sini."
"Kak, jangan hiraukan ucapannya." Ratna turut membantu memojokkan Freddy. "Dia berkata begitu karena pengalaman. Walau Juan sudah sebesar sekarang, Freddy masih sering kali mendapat hukuman dari Papa Jeremy."
Alan terbahak mendengarnya sementara Diaz hanya tersenyum kecil karena dia tidak mengenali orang-orang yang disebut Ratna.
"Sebenarnya kau ini istri siapa?" sungut Freddy kesal.
"Ratna sayang, sungguh malangnya dirimu. Suamimu tidak mengakuimu sebagai istri. Biar Kak Alan saja yang menggantikan tugas Freddy sebagai suami." Ucap Alan dengan nada berlebihan.
Wajah Diaz sudah merah karena terbahak akibat drama kecil di hadapannya. Sementara Ratna membuat ekspresi seperti menerima tawaran Alan.
"Kalian sungguh menjijikkan." Bibir Freddy mengerucut kesal. "Kalau begitu biar Destia untukku."
"Gadis mungilku, suamimu sudah merestui kita." Alan berkata seraya menggenggam jemari Ratna.
Ratna terkikik karena Alan menggunakan panggilan yang biasa digunakan Kakaknya, Rafka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guy and Little Girl (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] "Apa maksudmu? Kau kira aku masih anak SD?" "Kalaupun kau sudah SMP, tetap saja belum boleh datang ke tempat seperti ini." "Dasar menyebalkan! Kau sok kenal sekali." Bentak gadis itu galak lalu berbalik berusaha men...