"Paman, waktunya bangun!"
Alan mengerang kesal karena suara berisik yang mengganggu tidurnya. Tangannya meraba samping ranjang lalu meraih bantal untuk menutupi telinga.
"Paman, ini sudah siang."
Bersamaan dengan kalimat itu, cahaya matahari dari tirai jendela yang dibuka menerpa tubuh Alan. Namun Alan tidak bergeming karena posisi tidurnya membelakangi jendela dengan kepala ditutup bantal.
"Paman!"
Destia menghampiri ranjang lalu menarik bantal dari kepala Alan. Butuh kerja ekstra agar ia bisa menarik tubuh Alan hingga telentang di ranjang. Garis cahaya yang masuk melalui jendela langsung jatuh tepat di wajah Alan.
"Lely, hentikan! Biarkan aku tidur beberapa jam lagi." Alan bergumam.
Destia menatap Alan heran. Lely? Apa itu pacar Alan?
"Paman, ini aku Destia. Cepatlah bangun! Kau sudah berjanji akan membelikanku pakaian lagi."
Gumaman tidak jelas terdengar dari bibir Alan. Lalu mendadak lelaki itu menarik tubuh Destia hingga terbaring di sebelahnya, membuat Destia memekik kaget. Tidak berhenti sampai di situ, lengan dan tungkai kekar Alan membelit tubuh Destia seperti memeluk guling hingga wanita itu tidak dapat bergerak.
Deg deg deg.
Destia seperti bisa mendengar debar jantungnya sendiri. Wajahnya tepat berada di sebelah wajah Alan. Bahkan nafas hangat lelaki itu terasa menghembus daun telinga Destia, membuatnya merasakan geli yang aneh.
"Paman," gumam Destia.
"Sebentar saja, Mia." Belitan lengan Alan semakin erat.
Destia menoleh dan pandangannya langsung tertuju ke bibir tipis Alan yang sedikit terbuka.
Jantung Destia berdebar keras. Seperti ada desakan aneh dalam dirinya untuk memajukan tubuh lalu menyentuhkan bibirnya sendiri ke bibir Alan. Semakin lama Destia menatap wajah Alan—yang kini diakuinya sangat tampan—semakin dia ingin mengecupnya.
Akhirnya Destia mencapai titik dimana dia membiarkan keinginan tubuhnya mengambil alih. Dengan ragu, dia menggesekkan bibirnya di atas bibir Alan. Karena tidak ada reaksi balasan, Destia semakin berani. Perlahan dia membuka bibirnya lalu mengulum dengan lembut bibir bawah Alan yang terasa lembut dan kenyal.
"Hmm, Rinda."
Gumaman Alan yang lagi-lagi menyebut nama wanita yang berbeda membuat Destia langsung tersadar. Dengan kesal dia mendorong dada Alan. Tidak tanggung-tanggung, Destia yang menggunakan seluruh tenaganya dan Alan yang belum terjaga membuat dorongan itu berhasil menjatuhkan tubuh Alan ke lantai dan sukses menarik Alan secara paksa dari alam mimpi.
"Astaga, siapa yang mendorongku?" geram Alan sambil berusaha bangkit dari lantai. Tapi baru saja dia berhasil duduk, sebuah bantal menghantam wajahnya.
"Paman menyebalkan!"
Tanpa penjelasan Destia turun dari ranjang lalu bergegas meninggalkan Alan yang menatap punggungnya dengan bingung. Jelas gadis itu terlihat marah padanya.
Destia kembali ke dapur sambil menghentakkan kaki. Tadi dia sedang memasak sarapan lalu berhenti sejenak untuk membangunkan Alan.
"Lely? Mia? Rinda?" gerutu Destia sambil menyalakan kompor. "Dasar buaya!"
Destia membereskan peralatan dapur dengan kesal. Sesekali dia memaki Alan pelan sambil mencampur bahan makanan dengan tidak sabar. Mendadak Destia terdiam ketika menyadari tingkah anehnya.
Kenapa dirinya harus marah? Bukankah hak Alan untuk memiliki kekasih sebanyak yang lelaki itu mau? Apa urusannya dengan dirinya?
Destia memukul kepalanya sendiri untuk menyadarkan diri. Bayangan bibir Alan merasuk ke benaknya. Wajahnya langsung terasa panas hingga Destia harus menangkup pipi dengan kedua telapak tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guy and Little Girl (TAMAT)
Romansa[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] "Apa maksudmu? Kau kira aku masih anak SD?" "Kalaupun kau sudah SMP, tetap saja belum boleh datang ke tempat seperti ini." "Dasar menyebalkan! Kau sok kenal sekali." Bentak gadis itu galak lalu berbalik berusaha men...