BEHIND AS TIME GOES BY

5.2K 250 155
                                    

It's behind the story again, folks!

Saya pengennya (dan berharap juga) yang udah sampai chapter penutup ini beneran udah baca AS TIME GOES BY dari awal sampai akhir, karena takutnya malah jadi spoiler kalau langsung menuju ke sini tapi belum baca ceritanya. Tapi, kalau memang udah kebiasaan (ada orang-orang yang suka baca mundur atau lompat-lompat) ya ... saya nggak bisa ngelarang, hehehe. Just know that I warned you in advance.

Cerita ini sebenernya nggak pernah masuk daftar cerita yang saya pengen tulis. Idenya muncul aja gitu tiba-tiba pas saya lagi ngerjain sekuel KETIKA LANGIT BERGANTI. Saya paksa tahan-tahan, tapi nggak mempan. Jadi, saya nyerah akhirnya (nggak kepaksa kok) dan menelantarkan sekuel Glenn. Niat awalnya adalah saya pengen langsung ngebukuin cerita ini karena pengen aja gitu. Cuma setelah nyampe tengah-tengah, saya nyadar kalau cerita ini nggak punya x factor buat dibukuin, mengingat bikin buku (sekalipun itu self-published) sangat nyita waktu dan nggak gampang. So I dropped the idea altogether. Cerita ini saya tulis sekitar bulan Februari dan kelar nulis sekitar awal Mei. Bahkan, pas saya unggah cerita pendek tentang Oscar dan Karan—ada di ANTOLOGI judulnya THE WAY YOU HOLD MY HAND—pun saya udah berencana bikin versi panjangnya. Ada stau bab yang saya belum kerjain, yaitu bab liburan Oscar dan Karan karena saya masih belum tahu harus dibuat seperti apa. Just that one chapter. Malah, saya nulis chapter itu pas seluruh chapter sebelumnya udah diunggah di Wattpad. I was a bit panicked, but I managed, LOL. Total sekitar 3 bulan saya ngerjain AS TIME GOES BY.

Idenya dari mana sih? Sebenernya ini versi down to earth dari LA FORZA DEL DESTINO, cerita saya yang sempat diunggah terus saya unpublished karena nggak bisa saya lanjutin. Cerita itu terlalu di awang-awang banget dan unlikely to happen, hahaha. Jadi, garis besar dua cerita ini mirip banget. Orang biasa yang terlibat asmara dengan orang terkenal. Saya juga dapet ide dari Notting Hill. Saya juga sadar, PASTILAH ada artis Indonesia yang gay dan demi alasan karir, menutupinya. Jangankan di Indonesia deh, di Hollywood pun masih banyak kasus closeted actors kok. So, it's actually a common situation in entertainment industry. Maka, jadilah cerita antara Karan dan Oscar.

Pertemuan mereka di pesawat adalah hal yang pertama muncul di kepala begitu ide ini saya godok. Bukan, saya nggak terinspirasi dari Critical Eleven di mana pertemuan Ale dan Anya juga di pesawat, tapi justru cerita pendek yang judulnya Roy Spivey karangan Miranda July. Cerpen Roy Spivey ini sangat membekas di saya karena ceritanya pun tentang orang biasa yang ketemu orang terkenal di pesawat, tapi mereka nggak punya hubungan setelah pesawat mendarat. Saya pertama kali tahu Roy Spivey ini dari The New Yorker Fiction Podcast dan cerita ini dipilih dan dibaca oleh David Sedaris. Mungkin karena cara David Sedaris baca juga, saya jadi suka banget dengan Roy Spivey. The New Yorker Fiction podcast ini adalah sebuah podcast di mana penulis-penulis top milih cerpen yang pernah diterbitin The New Yorker buat dibaca, kemudian mereka akan menganalisis ceritanya bareng Deborah Treisman, editor fiksi The New Yorker. Mulai dari Colm Toibin, Salman Rushdie, Michael Cunningham, Ben Lerner, Chimamanda Ngozi Adichie, sampai Margaret Atwood pernah jadi tamu. Dari podcast ini juga saya nemu penulis-penulis baru yang sebelumnya asing banget di telinga, kayak John Berger, Tobias Wolff, Frank O'Connor, Elizabeth Taylor (bukan aktris legendaris Hollywood itu ya?) James Purdy, T.C. Boyle ada di antaranya. So, in a way, through this podcast I learned A LOT about writing without having to read. It's pretty convenient, if I may say.

Selain itu, sebelum nulis cerita ini, saya sedang baca THE ROAD BETWEEN US karangan Nigel Farndale. Buku ini lantas jadi referensi karena cara berceritanya. Menggunakan POV 3 dengan dua karakter yang terpisah puluhan tahun tapi punya benang merah, novel ini seperti jadi 'buku pegangan' karena ngambil dua time frame yang berbeda, seperti yang saya rencanakan dengan AS TIME GOES BY. Selain itu, POV 3 di novel ini keren banget dan saya belajar banyak. Awalnya, saya mau bikin satu bab masa sekarang dan satu bab masa lalu secara bergantian, tapi setelah saya coba, ternyata nggak cocok. Akhirnya ... ya seperti yang kalian baca. Beberapa bab tentang masa lalu Karan dan beberapa bab tentang hidupnya di Porto secara gantian.

AS TIME GOES BYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang