Diana!

5K 257 2
                                    

Sudah hampir sebulan lamanya aku dan Dirga dekat, meski aku masih ragu dengan hubungan ini, tapi aku tetap menjalani nya, kami sering bertemu kadang juga bersama dengan Sheril, sampai saat ini belum ada perbincangan lebih lanjut mengenai hubungan kita, apakah memang berpacaran atau hanya berteman dekat.

Karena terkadang aku merasa bukan siapa-siapa saat dia tidak memberiku kabar, kata sayang yang dia sempat ucapkan juga belum sempat lagi aku dengar.

Benarkan kata Namira, Namira tidak boleh banyak berharap.

Karena aku merasakan gundah gulana, akhirnya aku memutuskan untuk ke salon katanya di dekat kantorku ada salon yang bagus dengan harga terjangkau, rasanya aku memang perlu memanjakan diri sejenak.

Dengan kekuatan lili aku telah sampai ditempat itu, tempatnya tidak terlalu besar tetapi pengunjungnya cukup banyak dan berkelas, aku segera masuk untuk mendaftar.

Aroma strawberry langsung menyambutku saat memasuki salon ini, aku melangkah menuju sebuah sofa yang terlihat kosong saat melihat pada kaca tiba-tiba saja aku ingin potong rambut, rambutku sudah mencapai punggung, akan terlihat lebih fresh bila di potong sampai sedikit melebihi pundak, ah Namira jadi tidak sabar.

Aku mendaratkan bokongku disofa marun, sambil melihat majalah fashion yang disajikan disana, lumayan untuk menambah referensi pengetahuanku tentang fashion.

"Jadi gitu Mak Di?"

Aku mendengar percakapan antara mbak-mbak salon dengan salah satu pelanggan.

"Sakit hati banget aku Ra."

"Terus mas Dani gimana setelah ketauan selingkuh?"

Tunggu?

Mas Dani?

Selingkuh?

Itu seperti suara?

"Dia minta ampun Ra, ya kali aku maafin gitu aja, sebagai hukumannya aku larang dia lihat anak-anak, aku musuhin dia seminggu full, sampai dia sujud-sujud."

"Laki-laki gitu ya mba giliran selingkuh lupa daratan, giliran ketauan belaga ga punya dosa."

"Yang aku ga habis fikir perempuan jalang itu Ra, gimana kalau di ada diposisi aku? Sakit hati gak?"

"Mbak tau perempuan itu?"

Aku meremas majalah ditanganku, seketika aku merasa takut, takut karena jelas-jelas aku mengenali suara itu, suara Diana, istri Syah Dani, mantan suamiku, mantan selingkuhanku.

Sialannya aku melihat Mbak salon tersebut pergi untuk mengambil sesuatu dietalase, dengan sedikit keberanian yang tercecer aku menatap pada cermin, melihat Diana yang sedang memandangku, aku melihat keterkejutannya, sama sepertiku.

Aku mencoba tetap menatapnya, ia menatapku dingin tanpa ekspresi, dia menatapku karena tidak kenal aku kan? Tolong yakinkan aku jika Diana tidak mengenaliku.

Kontak mata kami terpotong saat Diana harus bergerak setelah dipanggil oleh mbak-mbak yang tadi membantunya mewarnai rambut.

Akupun duduk disalahsatu meja untuk memotong rambut, seketika niatku untuk memanjakan diri hilang sudah, tapi aku tidak mungkin membatalkan dan pergi begitu saja kan, pasti Diana curiga, atau malah dia sudah tau segalanya?

Tuhan! Tolong Namira!

Aku merasa sekujur badanku panas dingin, nafasku mendadak sesak, aku seperti orang sakit saja.

Namira Tristian
Aku boleh minta jemput?

Akhirnya aku meminta perlindungan Dirga, aku ingin dia disini, menenangkanku dan mengatakan tidak apa apa atau semua akan baik-baik saja ketika dia ada disini.

Dirgantara Abimana
Kamu dimana?

Aku bernafas lega, setidaknya ada Dirga disisiku sekarang.

°

"Menurut kamu orang yang berselingkuh bagusnya dapet hukuman apa ya Ra?" Tanya Diana pada Rara, Rara adalah Mbak salon yang sepertinya biasa mengurusi Diana.

Aku membeku, aku duduk tepat disamping Diana untuk mendapatkan perawatan.

Sejak ia duduk disini pembahasan itu tak jauh dari perselingkuhan, aku menjadi merasa ia menyindir diriku, sesungguhnya aku merasa panas, merasa ingin meledak dan ingin marah tapi demi sisa sisa harga diriku, aku harus tenang, mencoba setenang mungkin.

"Bagusnya dihukum pakai hukuman sosial mbak Di, bikin dia malu, kasih efek jera."

"Suruh telanjang bawa tulisan pelakor gitu ya?"

Mereka berdua tertawa geli, demi tuhan aku jadi membayangkan bila aku dihukum seperti itu, aku makin panas dingin, semakin takut saja.

"Mba sudah beres, gimana?"

Viola si hair stylist membawaku ke alam sadar, aku melihat cermin dan tersenyum, memang benar dengan harga murah aku bisa melihat penampilan rambutku yang semakin indah saja.

"Saya suka sist." Kekehku sambil memainkan rambutku.

Pintu masuk berdenting, membuat banyak mata menoleh karena sosok tampan yang sedang clingukan melihat kesana kemari, ia memakai kemeja putih digulung sampai sikut, dengan celana biru laut ia nampak sangat memesona.

Saat mata kami bertumbukan senyumnya mengembang, aku sempat mendengar beberapa ibu-ibu disana terpekik girang karna senyumannya, ada sedikit bangga dalam hatiku, juga ada sedikit takut, takut... Ya sudahlah aku juga malas membahasnya.

"Sudah selesai?" Tanyanya saat ia berada dibelakangku, aku berkaca sambil memainkan rambutku, lewat pantulan kaca aku kembali menatap Dirga, lantas bangkit.

Sebelum bangkit aku melirik sekilas pada Diana yang ternyata sedang menatapku dengan tatapan marah, tolong jelaskan semua tatapan Diana padaku, apakah ia sudah mengetahui kenyataan itu?

"Ayok." Ajakku pada Dirga dan langsung menggandengnya menuju kasir.

"Biar saya yang bayar." Dirga menahan lenganku yang sudah berada dalam tas, dengan cepat ia mengeluarkan sejumlah uang sesuai dengan total yang disebutkan oleh kasir.

Aku cemberut, padahal aku ingin membayarnya sendiri, kalau mau jujur semenjak bersama Dirga aku jadi lebih perhitungan, aku tak ingin Dirga banyak mengeluarkan uang untukku, entah karena apa.

°

"Kamu sakit?" Dirga bertanya sambil memakai seatbelt saat kamu sudah tiba di mobilnya.

Aku hanya bisa menunduk, aku ingin mengatakan ia, mengatakan bahwa aku sakit hati.

"Wajahmu pucat dan tanganmu dingin sekali Nam, mau ke dokter?"

Dengan cepat aku menggeleng, lalu memandangnya dengan berkaca, mengapa aku merasa Dirga baik sekali padaku? Padahal diawal pertemuan kami, kesan buruk yang selalu ia berikan.

"Kenapa?" Kali ini Dirga melepas seatbelt nya dan menghadapku.

Aku langsung memeluknya, aku ingin ia mengatakan semua akan baik-baik saja, apakah aku harus memohon padanya?

"Tolong katakan semua akan baik-baik saja ga."

Dirga menegang sesaat membuat pelukanku padanya mengendur, sesaat hatiku terasa hancur, Dirga yang menghancurkannya, aku merasa Dirga tidak bisa memberikan itu, memberikan kepastian bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Saat pelukanku mengendur, ia malah balas memelukku, ia mencium pipiku dan berkaya, "selama kamu sama saya, kamu akan baik-baik saja Nam, kamu tidak udah takut, ada saya disini sekarang, bersama kamu."

Tangisku pecah saat itu juga, dengan malu aku mencium kening Dirga dan menggumamkan terima kasih, aku merasa beruntung memiliki Dirga, lagi dia tidak bertanya mengapa aku begini, ia cukup memberikan apa yang aku inginkan.

°

the secondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang