Sheril POV
Gue menoleh pada wanita disamping gue, lagi perasaan bersalah itu muncul, gue ngerasa aman setiap sama dia, gue ngerasa dia sayang sama gue, gue ngerasa kalau dia adalah sosok yang selama ini gue cari, sosok yang bisa gue jadiin jalan pulang, seperti saat ini disaat gue lagi ada masalah.
Kenapa gue baru mikir sekarang? Kenapa ga dari waktu itu?
Gue sempat menegang saat melihat pagar rumah gue terbuka lebar dan Jeep papa terparkir asal, pintu ruang tamu juga terbuka lebar, jantung gue terpacu semakin cepat.
Gue takut luar biasa, andai bunuh diri itu tidak masuk neraka gue mau bunuh diri aja, tapi kalau gue bunuh diri kasian papa juga kasian Yusuf, nanti dia nangis gue tinggal, duileh.. kok gue jadi mikir kemana-mana sih!
"Tante.."
Gue memanggil Tante Namira yang nampak tenang, membuka seatbelt nya setelah memarkirkan mobil tepat dibelakang mobil papa.
"Tante.." lagi gue memanggil Tante Namira, Tante Namira tersenyum, senyumnya seakan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Dia melompat lalu memutar dan langsung membuka pintu mobil gue, membantu gue turun dan merangkul gue, memberikan kekuatan pada gue, gue gak tau reaksi apa yang bakalan papa berikan, setelah gue mematahkan hati dan hubungannya dengan Tante Namira, dengan kurang ajarnya gue nyeret Tante ini kedalam masalah.
Habislah kau Sheril!
Ntah mengapa insting gue mengatakan bahwa papa memang menyambut kehadiran kami, gue yakin papa pasti sudah tau, papa sudah mendapatkan informasi itu, karna percayalah kecepatan media sosial melebihi kecepatan cahaya.
"Darimana saja kalian!" Sentak papa saat kami baru satu langkah memasuki pintu ruang tamu. Posisi papa membelakangi kami, gue semakin mengkerut, gue takut banget, ngeri!
"Kami makan siang dulu mas."
Ow ow ow Tante Namira memanggil papa dengan sebutan mas? Sejak kapan? Jadi benar kan makan malam tempo hari adalah untuk mendeklarasikan kedekatan mereka, untungnya Sheril sangat pintar menganalisa.
"Makan?" Sentak papa lagi, membuat gue kembali ke alam sadar gue. papa balik badan, gue natap wajahnya sudah menunjukan kemarahan, demi papa beliin gue mobil Ferarri papa serem banget sekarang.
Dia maju selangkah demi selangkah mendekati Tante Namira, mereka sekarang berhadapan dengan papa yang sedikit menunduk "Ikut saya sekarang Namira!"
Gue tersentak saat papa membentak Tante Namira tepat didepan wajahnya, gue langsung memeluk Tante Namira dan menangis, sialnya Tante Namira malah tersenyum sama gue. Kenapa Tante tetap tenang sih!
"Masuk kamar nak, istirahat lah."
Masuk kamar nak? Dia mau dieksekusi papa dan masih menyuruh gue istirahat? Ah yang benar saja!
"Tapi Tante biar..."
"NAMIRA!" Teriak papa menggelegar bahkan aku merasakan keterkejutan dalam diri Tante Namira sampai badannya bergetar.
"Naiklah biar Tante cepat menemui papa dan papa kamu tidak semakin marah."
Gue mengangguk, dan segera menaiki anak tangga, tapi setelah gue melihat Tante Namira masuk ke ruang kerja papa, gue turun kembali, beruntungnya gue karena pintu tidak ditutup. Jadi gue nguping di tembok sebelah pintu.
"Apa yang kamu lakukan Namira?"
"Saya ke sekolah sher.."
"Saya tahu! Apa yang kamu lakukan dengan membiarkannya di skors 3 hari?"

KAMU SEDANG MEMBACA
the second
Romantizm#565 in romance 110818 Warning 17+ Aku sudah menerimanya, bila jalan hidupku memang begini, mengandalkan lekuk tubuhku untuk mencari perhatiannya. Menjadi istri kedua bukanlah hal yang mudah, cinta, harta dan cemburu melebur menjadi satu. Sangat sul...