Bara Ruth.
Aku menikmati cokelat panas ku dan membalikkan halaman dari novel kesayanganku. Lucu juga kukatakan kesayangan, karena novel ini tidak kunjung tamat semenjak aku kelas sepuluh. Dan kini, aku menginjak semester baru, menjadi kelas sebelas. Aku melihat kearah jendela, dan membersihkan embun dari jendela yang menutupi pemandanganku.
Pemandangan diluar sangat keren!
Salju dimana-mana, semua berwarna putih.
Aku tersenyum kecil, dan aku kembali menyeruput cokelat panasku perlahan. Setelah itu, aku kembali melihat kearah luar jendela. Dan aku melihat ada seorang lelaki memakai sweater putih itu membuka pintu rumah yang telah belasan tahun tak berpenghuni tersebut. Aku menaikkan alis mataku,
‘Tetangga baru, ya?’, batinku.
Setelah membuka pintu rumah tua itu, lelaki itu pertama-tama memasukkan barangnya, seperti televisi, lemari kecil, meja, kursi dan sebagainya. Tak lama kemudian, setelah barang-barangnya telah dimasukkan, lelaki itu memasuki rumah itu. Saat ia akan menutup pintu, lelaki itu melihat kearahku. Aku sedikit terhenyak, dan membuang tatapanku. Setelah beberapa saat, aku kembali melihat kearah rumah itu.
Lelaki itu telah menghilang.
***
“Bara!!!”, teriak sahabat terdekatku, Nikki. Aku menutup telingaku erat-erat, jujur, teriakan Nikki seperti teriakan sebuah gajah di telingaku.
“Nikki! Bisakah kau sehari saja tidak berteriak tepat di telingaku!? Uh, aku rasa aku harus segera ke dokter telinga atas ini.”, ujarku kesal kearah Nikki. Kudengar Nikki tertawa kecil,
“Maafkan aku Bara. Kau tahu persis kan aku seperti apa orangnya? Sangat.Berisik.”, balas Nikki dengan senyuman kecilnya. Aku memutar mataku,
“Kurasa kau salah berkata. Yang tepat, sangat.sangat.berisik.”, ujarku dengan nada sarkastik. Kudengar, Nikki menghembuskan napas dalam-dalam, menyerah atas perkataanku.
Aku berjalan kearah lokerku, dan membukanya dengan hitungan detik. [Aku bukan Flash, jangan menyebutku sesosok Flash, ya?]. Aku mengambil buku-buku pelajaran, dan kembali menutupnya. Kulihat, Nikki berada disebelahku dengan senyuman lebarnya itu. Aku mengangguk, lalu kami pun berjalan dengan santai kearah kelas pertama kami, Matematika.
{}
“Jadi, itulah rumus aljabaryang perlu kalian catat. Jika ada pertanyaan, acungkan jari kalian!”, ujar Mrs. Robert dengan teriakan-membahana nya. Kurasa, teriakan Mrs. Robert dengan teriakan Nikki tidak ada tandingannya. Bagaimana jika mereka berduet berteriak? Ah sudahlah, aku tidak akan tahu lagi jika fondasi sekolah ini akan runtuh atau apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irish Boy | Niall Horan [au]
FanfictionI love him, He loves me. I'm a British, He's an Irish. Copyright -peppermint [amazing cover by : rifdasH] ON GOING