Twenty | Fiche

6.4K 695 38
                                    

Bara Ruth

 

 

Ini terasa salah. Sangat salah. Mengapa salah? Karena aku belum berpisah dengan Ansel. Aku marah terhadapnya bukan berarti hubungan kami kandas. Aku belum berpisah dari Ansel, dan sekarang Niall sedang menciumku. Otakku berteriak kepadaku bahwa aku harus mendorong Niall menjauh dariku.

Tapi, tubuhku berkata bahwa ini sangat benar.

Entah mengapa, tubuhku tidak mengikuti perintah otakku. Aku memegang pipi Niall dengan tanganku, dan mendekatkannya kearahku. Ya, memperdalamnya. Niall menyentuh leherku, dan berusaha untuk tidak sekasar mungkin. Akhirnya, kami pun tenggelam dengan ciuman yang otakku berkata ini sebuah kesalahan besar, dan tubuhku berkata ini sebuah kebenaran.

Saat Niall menyentuh ujung kausku, aku segera tersadar, dan mendorong diriku menjauh darinya. Aku napas terengah-engah, dan memandang Niall dengan pandangan tidak percaya. Niall membuka matanya, sama sepertiku, napasnya terengah-engah. Kedua mata biru itu memandangku dengan pandangan lelah. Untuk apa Niall lelah?

“Kau... Menyentuh ka----“

“Maafkan aku. Kau tahu, pria seperti apa jika sudah terlalu larut dalam hal itu.”, ucap Niall, dengan menundukkan kepalanya karena malu. Aku bisa melihat kedua pipi Niall yang memerah karena malu, dan perlahan aku tertawa. Tertawa terbahak-bahak. Niall menutup wajahnya dengan kedua tangannya, bertambah malu karena seorang perempuan menertawakannya.

“Uh, jangan menertawaiku!”, ucap Niall, masih malu dan menutup wajahnya. Aku mencoba untuk menghentikan tawaanku, dan itu terlalu susah. Lihat wajah Niall, dia menutupinya karena malu!

“M-m-maaf!”, balasku, disela-sela tawaanku. Setelah beberapa saat, akupun bisa memberhentikan tawaanku. Aku tersenyum lebar – seperti menyeringai kearah Niall. Niall mengalihkan kedua tangannya, dan menatapku dengan pandangan canggung.

“Kau kenapa? Canggung sekali?”, godaku. Niall menggeram, dan melemparku salah satu bantalku. Aku berpura-pura kesakitan, dan menjatuhkan diriku diatas ranjangku. Niall seketika panik, karena aku mulai berteriak kesakitan [pura-pura, pastinya]. Niall mendekatiku, dan memegang kedua pipiku.

“Oh tidak, sial! B-Bara, apa a-aku menyakitimu!? Bodohnya aku!”, ucap Niall dengan panik. Aku berpura-pura menangis, dan lumayan susah juga untuk mengeluarkan air mata saat keadaanku sekarang sedang bahagia. Aku menutup wajahku dengan tanganku, dan berpura-pura tersedu-sedu. Kudengar, Niall menggeram, dan aku mencoba untuk tidak tertawa.

“M-maafkan aku, Bara Ruth! Aku tidak b-bermaksud untuk menyakitimu!”, ucap Niall dengan nada monoton, dan aku tetap tersedu-sedu. Perlahan, tangan kananku memegang bantal disebelah kepalaku, meremasnya. Aku sudah bersiap untuk membalas perbuatan Niall, dan aku menyembunyikan seringaianku dibalik tanganku. Sekarang yang tersisa adalah, memastikan bahwa wajah Niall sudah cukup dekat denganku.

Aku sedikit merenggangkan jariku yang menutupi mataku, dan melirik. Aku melihat Niall yang perlahan mendekatiku. Aku semakin meremas bantalku, dan tetap menunggu sampai waktunya tiba.

“Bara Ruth, kumo---“

Dan waktunya pun tiba.

Aku menyingkirkan tanganku dari wajahku, menunjukkan seringaianku yang lebar. Sebelum Niall dapat bereaksi, aku melemparnya dengan bantalku.

BUG!

Lalu, terdengar suara erangan Niall yang kesakitan. Ia sampai terjungkal kebelakang karena terlalu kerasnya lemparanku. Aku menatapnya dengan pandangan kemenangan, dan Niall mengeluarkan tawaan kecil, dan diikuti olehku. Aku bertopang dengan lututku, dan meletakkan kedua tanganku di pinggangku.

Irish Boy | Niall Horan [au]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang