Twenty Four | Fiche Ceathair

6.1K 631 77
                                    

Bara Ruth

 

Aku mengetuk pintu rumah Niall beberapa kali. Setelah beberapa saat berdebat dengan Ashley, akhirnya aku bisa sampai kedepan rumah Niall. Ya, saat aku akan pergi kerumah Niall, Ashley sempat menanyaiku mengapa aku pergi sepagi ini kerumahnya.

Setelah beberapa kali mengetuk, tidak ada jawaban sama sekali dari Niall. Aku mencoba untuk mendorong pintunya, dan alhasil pintunya tidak terkunci. Niall gila? Dia bisa saja dicuri! Tapi, aku tidak akan membahas itu dengan Niall sekarang. Sekarang, aku harus menenangkannya. Aku berjalan menyusuri rumahnya, dan menemukan tangga untuk ke kamarnya. Aku menggigit bibirku, dan menginjakkan satu kaki di anak tangga. Mengapa aku merasa segugup ini?

Setelah mengkukuhkan diriku, aku akhirnya naik keatas dengan langkah cepat. Lalu, aku berdiri di depan kamarnya. Aku bisa mendengar suara Niall yang terisak hebat. Aku mengernyit, dan mengetuk pintunya dengan pelan sehingga aku berpikir dia tidak mendengar ketukanku. Tapi, dia membuka pintunya.

Oh Tuhan.

Saat aku melihat wajahnya, kedua mata biru itu berwarna sangat kelam, sedikit merah, dan sembab. Niall James Horan terlihat sangat hancur dihadapanku. Seketika, Niall memelukku erat, dan mulai menangis tersedu-sedu di pundakku. Aku segera membalas pelukannya dengan erat, dan merasakan airmata kesedihanku keluar. Kami berpelukan untuk beberapa waktu, dan akhirnya ia melepas pelukannya.

Dia pergi, Bara. Dia pergi!”, ucapnya frustasi, seakan ini semua adalah kesalahannya. Aku mengusap pundaknya, dan menyuruhnya duduk di ranjangnya. Aku menutup pintu, dan duduk disebelahnya. Niall menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Aku hanya bisa meletakkan kepalaku di pundaknya, dan tanganku mengusap pundaknya. Aku menangis juga, bersamaan dengannya. Lalu, Niall meletakkan kepalanya diatas kepalaku, dan merangkulku.

“Aku sudah berjanji padanya, Bara. Aku kecewa berat karena aku tidak bisa mewujudkan janjiku kepadanya!”, bisiknya, dan aku merasakan airmatanya turun ke rambutku.

“Janji apa?”, balasku, seperti tidak ada tenaga untuk berbicara.

“Berjanji untuk mengenalkanmu kepadanya.”, ucap Niall, dan aku semakin merasa sedih.

“Aku selalu berbicara tentangmu saat kami berkomunikasi, Bara. Kami selalu berkomunikasi saat pagi hari, walaupun di Irlandia adalah tengah malam. Ia rela tidak tidur untuk berkomunikasi bersamaku. Lalu, aku berjanji akan mengenalkanmu kepadanya. Tapi, Tuhan berkata lain, Bara!”, sambung Niall, rasa sesal terikat di nadanya. Niall pasti merasa sangat hancur, aku tahu itu. Aku pernah merasakannya.

“Tenanglah, Niall. Semua akan baik-baik saja..”, ucapku.

“Bagaimana bisa semua akan baik-baik saja!?”, teriaknya. Aku terkejut, dan menatapnya. Niall menutup mulutnya,

“Maafkan aku. Aku merasa ingin marah kepada semua orang.”, gumam Niall. Aku mengerti perasaannya, dan aku tidak bisa menyalahkannya karena itu. Aku hanya mengangguk, dan memeluknya.

“Jadi, bagaimana sekarang, Ni?”, ucapku setelah pelukan kami terlepas. Niall memandangku nanar, dan menghela napas dengan berat.

Irish Boy | Niall Horan [au]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang