Prolog

240 16 2
                                    

You can't say that youknow me

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


You can't say that you
know me. Because I didn't even know who I am.

-----

Semua berawal pada saat itu.

Ketika tubuhku mengambang di udara. Tanpa sayap ataupun pesawat, berpapasan langsung dengan angin.

Tak masuk akal, memang.

Setiap berbicara, aku merasa ganjil. Seolah-olah sesuatu melarangnya untuk bersuara, namun telingaku terus-terusan mendengar bisikan-bisikan aneh.

"Aku ingin anakku selamat."

"Apapun untuknya."

"Requiem La Candenza, Requiem La Candenza, Je veux que tu meures."

Dan pada saat itu juga, seorang wanita aneh berada di hadapanku.

"Gambaran hidupmu." Dia berbisik.

Hidupku?

Lalu, irisku menatap langsung berbagai peristiwa yang nampak sistematis.

Tak dideskripsikan dengan jelas. Wanita itu hanya memberi tahuku apa inti dari peristiwa yang muncul.

Ada aku, sekolah, pemuda tampan, wanita tua, seorang pria tua, dan beberapa orang yang katanya akan kukenal di dalam hidupku.

Saat itu, aku berpikir, 'Apa aku telah mati?'

Kemudian, aku melihat tubuhku, terkapar lemah di atas tanah berbanjirkan darah. Dengan seorang pria tampan yang tadi kulihat, meraung-meraung, mengguncang tubuhku.

"Halo." Lalu, saat itu, seseorang dengan jubah hitamnya mendekatiku. Bersamaan dengan menghilangnya wanita tadi. Pemampilannya tampak begitu ganjil. Wajahnya bahkan tak dapat kulihat.

"Siapa kamu?" Aku bertanya. Kubuang jauh-jauh perasaan aneh yang kurasakan tentang mulutku.

"Menurutmu?"

Ini, ini De ja vu.

"Aku di mana?" tanyaku bingung. "Apa aku telah mati?"

"Anggap saja ini mesin waktu. Di mana dirimu akan diberi kesempatan untuk berjalan-jalan menonton kisahmu yang akan datang."

"Tunggu, itu berarti aku akan mati?"

"Tidak dalam waktu yang lama. Kamu bahkan belum lahir."

"A-Apa?! Tidak mungkin!" Aku memekik lalu memandang tubuhku sendiri. Tunggu, aku masih bayi?!

"I-Ini mimpi! Bahkan ... tempat ini tak terlihat seperti mesin waktu!"

Jubah hitam itu mengangkat bahunya dengan tak acuh. Ia menjentikan jarinya, lalu perlahan, tubuhnya menghilang. "Astaga, sudah terlalu lama aku berbicara denganmu. Aku harus bekerja!"

"H-HEI!" Aku berusaha menahannya untuk pergi. Tentu saja karena masih banyak yang ingin kutanyakan. Namun tidak seperti yang kukira, lengannya tembus pandang.

"B-Bagaimana-"

"Kuingatkan, gunakan kesempatanmu baik-baik," potongnya cepat. Lalu tubuh makhluk itu menghilang dari kedua mataku. Dan tubuhku, perlahan terjatuh dari ketinggian yang entah berapa kilometer.

A-Aku tak dapat bersuara.

Di bawah sana dapat kulihat, sesosok bayi mungil yang tengah ditimang oleh pria paruh baya. Dirinya tampak bahagia, namun cemas di satu sisi.

Pria tua itu, nampak baik.

Lalu aku menyadari, sedikit lagi, tubuhku akan menghantam tanah. Tidak, bukan tanah. Kurasa aku akan jatuh tepat di atas bayi itu.

BRAK!

Lalu, pandanganku berubah menghitam. Namun sebelum itu, aku mendengar bisikan-bisikan lagi.

"Aku tidak peduli. Jika itu untukmu."

"Aku tidak peduli, bahkan jika aku harus mati sekalipun."

"Aku tidak apa-apa, jika itu dapat menolongmu."

"Kakak."

Lalu telingaku pun ikut mati rasa.

Lalu telingaku pun ikut mati rasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Requiem la Candenza (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang