Chapter 9 : Bombed Away

74 9 0
                                    

Dancing in the dark, in the pale moonlight

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dancing in the dark, in the pale moonlight. Then you tried to paint me. But you found yourself gave up. Because there is no color in this world that could match my perfection.

- Unseen Pride.

------

Author's Point Of View

Deru napasnya yang berat menggema di seluruh penjuru. Gelap adalah dominan dari tempat itu. Ia tak membiarkan musuhnya, sang cahaya, tersirat setitik pun di dalamnya.

Tak ada bintang, tak ada cahaya. Atau bahkan cakrawala.

Kegelapan yang kosong. Ruang hampa tanpa batas.

Ya mungkin bisa dibilang begitu.

"Fuck." Pria itu menggeram. Sesaat ia menerawang. Menyadari berpindahnya keberadaannya--ralat, berpindahnya keberadaan mereka. Mengingat di hadapannya terdapat figur seorang perempuan cantik dengan rambut putihnya yang terjuntai anggun. Dia terlihat begitu murka.

"Katakan padaku di mana ini?" tanya pria itu, Edward dengan datar. Ia mengibaskan rambutnya kebelakang.

"Selamat datang di dimensi ke sembilan, Nigelito Edward Primrose. Kau tahu bahwa aku sangat membencimu." Lyra berkata dengan datar. Dagunya terangkat menyiratkan keangkuhan.

Edward menerawang. Tempat ini ... bahkan tak ada secercah cahaya, atau bahkan setitik bintang. Hanya ada kegelapaan. Kosong.

Dimensi ke sembilan, tempat ini adalah esensi dari kekosongan yang abadi. Bagaikan ruang yang gelap dan suram, tak berbatas, tak bersudut.

Namun kedua netra pria itu masih mampu menatap Lyra dengan jelas. Meskipun nyatanya di sini sangatlah gelap.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Nigelito?" Lyra tertawa meremehkan. Hal itu membuat Edward semakin memanas. Amarahnya kini telah berada di ubun-ubunnya.

"Kau mau bertarung atau tidak?! Aku ingin ini cepat selesai." Edward menggeram.

Lyra tertawa keras. "Oh Nigelito. Kau ini tidak sabaran ya. Menjijikan. Penghianat." Lyra mengubah ekspresi wajahnya menjadi serius.

Hening sesaat.

Mereka berdua sibuk bertukar tatapan tajam.

Hingga akhirnya Edward maju, lalu tubuhnya bergerak, lebih cepat daripada cahaya.

Pria itu menghilang.

Lyra menoleh ke sana kemari, hingga merah itu semakin tajam.

"Mencariku?"

Requiem la Candenza (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang