Chapter 19 : Pride

34 6 0
                                    

Have you ever think about what death would feel if no one die?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Have you ever think about what death would feel if no one die?

-RLC Chap 19

****

(A/N : tulisan miring bahasa Inggris, tulisan biasa bahasa Indonesia)

"YOU!"

Suaraku memenuhi tempat ini. Aku masih tak percaya dengan penglihatanku.

"Corry, apa yang kau lakukan di dalam kamar Edward?"

Di dalam kamar?

'Kejadian' sebelum Edward meledakkan kamarnya kembali berputar di kepalaku. Membuat pipiku merah merona.

Oh hell, tak mungkin aku bilang kalau aku habis berciuman dengan Edward bukan? Status Edward itu, menurut pengamatanku, seorang pangeran! Sedangkan aku, hanya bangsawan biasa yang dulunya seorang putri. Bisa mati digantung aku.

"T-Tidak ada. Bagaimana denganmu? Apa yang kau lakukan disini?"

Dia menatapku penuh selidik dan menyeringai kearahku. Menaikkan alis kanannya dan berbisik padaku.

Oh Tuhan, oh Tuhan! Jangan bilang dia tau!

"Kau tidak melakukan hal mesum dengan Pangeran Mahkota kan Corry?"

Perkataannya sukses membuatku berubah menjadi semerah tomat. Sial. Kenapa harus tomat? Aku membencinya. Kembali ke topik, aku segera mundur seribu langkah (gak juga sih) dan menutupi mukaku sambil berteriak.

"Tidak mungkin! Aku masih polos! Sepolos anak ayam!"

Ngomong-ngomong ayam, aku jadi lapar. Kira-kira mereka masih menyediakan makan malam tidak ya? Maksudku sekarang hari sudah sore dan sang surya hampir tenggelam.

"Hahahaha! Kau harus melihat mukamu! Semerah tomat, kau harusnya tahu kalau aku sedang bercanda! Hahaha..."

Suara tawaan mencemoohnya memenuhi tempat ini seperti gemuruh petir. Menyebalkan sekali. Memangnya sekarang waktunya bermain? Edward lagi ngamuk tuh! Kenapa semua orang disini tidak menanggapinya dengan serius?!

"Kau harusnya memikirkan Pangeran Mahkota kalian! Ia sedang membabi buta di luar sana dan kalian hanya santai-santai bercanda disini! Apa yang ada di otakmu Alexei? Sadarlah!"

Gadis itu terdiam dan menatapku bingung dengan wajah sok polosnya. Kujambak rambutku sendiri kuat-kuat hingga kulit kepalaku rasanya mau lepas.

Setelah itu aku melepaskan jambakanku dan menghantamkan kepalaku ke tembok terdekat. Kuharap aku mati, aku tak kuat lagi menghadapi kepolosan Alexei yang memuakkan itu.

Requiem la Candenza (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang