We can only hate someone as much as we love them
-Peitsche
****
BOOM
Asap hitam menyelimuti seluruh arena. Membuat kedua penyihir itu tak dapat melihat apapun.
Mereka, Edward dan Corry telah bertarung sedemikian rupa. Namun, tak seorangpun menyerah.
Edward dengan penampilan nan kacau dan Corry dengan kondisinya yang masih prima.
"Cih, menyerah saja Nigelito! Kau hanya membuang waktuku. Kalau kau tak serius ya aku juga."
Lyra dengan netra merah darahnya berteriak pada Edward. Pria itu tak bergeming.
Tiba-tiba tampak cahaya biru tua perlahan muncul, menyelimuti tubuh lelaki itu ketika ia berkata dengan tenang.
"Increase : Pain."
Netra hitamnya menutup dengan erat, seakan menahan sesuatu. Namun, tak ada yang terjadi. Tak lama kemudian, seluruh arena mulai dipenuhi gelak tawa gadis beriris merah darah tadi.
Dengan angkuh Lyra mengangkat telapak tangan kanannya dan gadis itu mulai menghilang. Atau setidaknya itulah yang dipikirkan Edward.
Tidak, gadis itu tak akan menyerah begitu saja, apalagi setelah melihat lelaki itu menyakiti Corry. Alih-alih memunculkan kembali Lyra dan Vyra, Corry malah tertunduk dan terlihat seperti akan jatuh pingsan kapan saja.
Tak lama tubuh gadis itu kembali seimbang dan sekali lagi gelak tawa nan histeris kembali berkumandang. Netra biru laut itu telah berubah menjadi merah darah.
Ya, gadis itu kini sedang dirasuki oleh Lyra.
"Mari kita mulai ronde dua Nigelito! Sungguh tindakan bodoh memberi rasa sakit ekstra pada dirimu sendiri!"
Lelaki itu meringis merasakan rasa sakit yang menusuk tubuhnya. Ia bisa saja menghilangkannya tapi rencananya telah selesai. Lelaki itu terdiam dan sebuah senyum licik merekah pada paras nan tampan itu.
"Memang, tapi ini dapat membuat segel pertamaku terlepas."
Lelaki itu menyibakkan jubah putihnya dan mengambil sebuah botol silindris kecil berisi cairan merah darah dari balik jubahnya.
Ditegaknya habis cairan itu dan dihempaskannya botol itu sembarang.
"Catastrophe, Hailstorm!"
Awan badai muncul, entah darimana, membuat arena tertutupi salju tebal. Inilah wujud level tiga dari dark magic.
Penyihir kegelapan (atau begitulah author menyebutnya) dapat memanggil bencana apapun, bahkan bom nuklir sekalipun. Intinya apapun yang membawa kematian, kesengsaraan, dan bencana atau malapetaka.
Es sialan! Aku harus segera menyingkirkannya!
Ucap Lyra dalam benaknya, tetapi sebelum gadis itu berhasil melancarkan serangan, lelaki itu telah terlebih dahulu melakukannya.
"Feuer Peitsche!"
Cambuk api nan indah dan elegan muncul di tangan Edward. Dengan lincah dihentakkannya cambuk itu ke arah Lyra dengan senyum kerennya.
"Sial! Feuer Sköljdur!"
Perisai api muncul di lengan mulus gadis itu dan segera digunakannya untuk menahan serangan Edward. Membuatnya terpental menghantam dinding arena.
DUAR
"Sepertinya kau mulai serius. Aku tak boleh kalah kalau begitu."
Gadis itu melangkah menjauhi retakan besar yang ia hasilkan. Setiap langkah kakinya terkesan angkuh, seperti tak ada yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Requiem la Candenza (Discontinued)
FantasiaAir mata hanyalah suatu malapetaka, karena itu jangan sampai engkau menangis. --- Corry tinggal di sebuah rumah milik bangsawan. Ibunya merupakan dokter terbaik di negerinya dan ayahnya merupakan perdana menteri di Surrexerunt Kingdom. Namun kehidup...