[10] Rival?

3.1K 235 33
                                    

Iqbaal menundukkan kepalanya lalu menaruh kepalanya dilipatan tangannya dimeja. 

Pelajaran bahasa Indonesia baginya sangat membosankan. Iqbaal bisa ngerjain semua tugas tanpa mendengarkan penjelasan guru.  Mangkaya dia milih untuk tidur,  lagian dari tadi dia udah nguap 5 kali. 

Steffi melirik kebelakang,  terlihat Iqbaal yang sedang tidur.
Gimana bisa siswa yang selalu dapat peringkat 1 tidur saat pelajaran? Batinnya.

"Lo serius mau protes sama pak Abi soal Rebbeca?" tanya Salsha membuat Steffi langsung beralih menatap teman sebangkunya itu.

Steffi mengangguk pasti. "Aku yakin Rebbeca ga salah."

Salsha berdecak. Sedikit demi sedikit dia paham sifat temannya ini. Ga suka kalo orang lemah ditindas. 

"Tapi Rebbeca kan yang ngaku kata lo? Jangan berurusan sama Cassie ah. Bahaya!" peringat Salsha. 

"Errrr! Kamu kemarin nyuruh aku jauhin Iqbaal sekarang Cassie."

"Ya intinya jangan berurusan sama orang yang berkuasa! Mereka bisa lakuin apa aja Steffi!"

Steffi diam.  Dia membenarkan ucapan Salsha barusan. 

"Maaf kalo gue berlebihan. Gue cuma kasih lo peringatan aja, jangan cari masalah lah Steff.  Kita itu bentar lagi naik ke kelas 12. Lo gamau kan pas kenaikan nanti buku agenda lo penuh dengan masalah disekolah? Lo bisa aja susah dapet tempat kuliah nanti meski Dupra sekolah favorite, tetep aja masuk kuliah itu harus sesuai sama persyaratan." ucap Salsha panjang lebar. 

"Aku ngerti."

Salsha tersenyum. Lalu kembali memperhatikan guru,  untung saja sedari tadi guru Bahasa Indonesia tidak menegur mereka. 

Tapi tetap,  Steffi tetap Steffi. Ia selalu menganggap hidupnya hari ini adalah yang terakhir, jadi sebisa mungkin ia melakukan hal yang baik. Steffi, ga pernah peduli apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang.  Dia bukan peramal,  meski banyak hal negatif yang mungkin terjadi,  Steffi harus siap menerimanya.  Itu konsekuensi.

Beberapa jam kemudian pelajaran bahasa Indonesia selesai. Dan mereka diminta untuk mengumpulkan catatan mereka, untuk menambah nilah diakhir nanti. 

Devano sebagai ketua kelas diamanahkan untuk mengumpulkan semua buku catatan.

Banyak yang cemas karena beberapa diantara mereka banyak yang tak mencatat.  Juga banyak yang tak peduli,  toh nilai catatan gakkan bikin nilai mereka dirapot nanti jadi 9.

"Bangun! Kalo mau tidur dirumah!"

Devano membangunkan Iqbaal.  Sebenarnya ia malas,  ia cukup bersyukur saat kenaikan kelas kemarin ia mendapat nama dikolom yang berbeda dengan Iqbaal,  namun seakan takdir memperolok Devano,  akhirnya mereka sekelas kembali.  Bahkan hingga lulus nanti.

Iqbaal membuka matanya,  ia menatap lurus Devano dihadapannya.

"Apa masalah lo?" tanya Iqbaal datar.

"Kumpulin buku catatan lo." perintah Devano.

"Penting?"

"Terserah lo.  Kalo butuh nilai kumpulin."

"Oke."

Setelah menjawab Iqbaal kembali tidur bukan memberikan bukunya pada Devano. 

Devano menahan emosinya.  Dia harus sabar. Devano memilih beranjak menuju bangku temannya yang lain.

S E M E S T A

"Lo dari mana Steff?  Kok lama?" tanya Salsha,  sedari tadi Salsha menunggunya dikantin. Bahkan ia sudah habis beberapa snack.

Semesta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang